14. Berdebat

8.7K 1.3K 78
                                    

Fathan berkata kalau dia ingin memulai hubungan yang baik dengan Neira. Dia bahkan meminta maaf karena sudah mengabaikan wanita itu selama satu tahun lamanya. Tak menganggapnya seorang istri, bahkan melupakan semua kebaikan Neira terhadapnya.

"Aku masih merasa aneh jika Mas berubah secepat ini." Neira berucap. Mereka baru saja menyelesaikan makan siang mereka. Tidak langsung pergi, mereka memilih berbincang terlebih dahulu. Membahas kelanjutan hubungan mereka.

"Ya, aku juga merasa seperti itu. Jujur saja, mungkin pikiranku terhadapmu baru terbuka setelah kehadiran Maura. Saat Maura selalu berusaha melakukan apapun dengan tujuan mencari perhatian dariku, kamu sudah melakukannya sejak setahun yang lalu tanpa pamrih," ujar Fathan. Contohnya, memasak. Walau hubungan mereka tak pernah akrab, tapi Neira tetap memasak untuk Fathan. Dia bahkan tahu apa yang tidak disukai Fathan dan apa yang membuat Fathan alergi.

Neira mengurus rumah beserta dirinya dengan baik. Bukan tanpa alasan kalau selama ini Fathan selalu bisa berpenampilan rapi juga karena Neira selalu memperhatikan semua pakaiannya. Mulai dari mencuci sampai menyetrikanya. Karena Fathan tahu, Neira tak pernah memakai jasa laundry. Dia yang dulu terbiasa hidup sederhana dengan orangtuanya terbawa sampai menikah dengan Fathan.

"Jadi, apa aku harus berterima kasih pada mantan sahabatmu itu, Mas? Karena dia Mas jadi sadar kalau selama ini Mas memiliki seorang istri," ujar Neira lagi. Fathan menghela nafas pelan mendengar itu. Ya, dia sadar karena sudah melakukan kesalahan dengan mengabaikan Neira selama ini.

"Jujur saja, Mas. Aku pernah berpikiran untuk menggugat cerai kamu. Tapi saat memikirkan itu, aku juga selalu teringat pada Mama yang sudah menganggapku sebagai anak sendiri. Hingga akhirnya aku selalu berkata pada diriku sendiri agar bertahan dengan Mas demi Mama," jelas Neira. Dia mengatakan itu dengan jujur, seperti apa yang pernah dia pikirkan selama ini.

Fathan menegakkan tubuhnya, meraih telapak tangan Neira yang berada di atas meja. Dia menggenggam tangan Neira dengan erat, lalu menatap mata istrinya dengan lekat.

"Aku pun pernah memikirkan hal yang sama." Fathan mengaku. Neira terdiam mendengar itu. Tak menyangka, ternyata Fathan pun pernah memikirkan tentang perceraian.

"Namun sekarang, aku baru teringat lagi janjiku pada orangtuamu, untuk menjagamu dan membahagiakanmu. Aku merasa bersalah karena selama ini aku telah mengingkari janjiku sendiri. Dan mulai sekarang, aku ingin menebus semua kesalahanku." Sorot mata Fathan memperlihatkan sebuah keseriusan. Neira menatap Fathan dengan lekat dan mulai berani membalas genggaman pria itu.

"Kita bisa memulainya bersama, Mas. Mungkin memang awalnya kita sama-sama bertahan demi Mama. Tapi mungkin setelah sekian lama kita bisa terbiasa bersama. Dan aku senang jika Mas memang ingin memperbaiki pernikahan kita." Neira mengatakan itu disertai dengan sebuah senyuman yang sangat tulus.

Dia sudah mendambakan ini sejak lama. Dia sudah menginginkan ini sejak lama. Menjalani pernikahan normal seperti orang lain. Maka saat Fathan mulai membuka diri dan hatinya, Neira tak akan pergi atau menghindar. Dia juga akan ikut berusaha agar pernikahan mereka tidak dingin lagi.

***

Neira dan Fathan pulang ke rumah pukul sembilan malam. Neira tertawa, dengan tangan kanan menggandeng lengan Fathan. Sementara tangan kirinya menjinjing tas belanjaan. Neira dan Fathan mulai asyik dengan dunia mereka sendiri, sampai lupa kalau di rumah mereka ada orang asing, yang menunggu kepulangan mereka.

"Jadi kasusnya belum selesai?" Fathan bertanya setelah mereka berada di dalam rumah. Menanyakan kasus perselingkuhan Pak Haris, yang diceritakan oleh Neira pada suaminya tersebut.

"Belum, Mas. Tapi aku yakin kasusnya akan segera tuntas. Bu Kesya itu orang yang sangat benci perselingkuhan," jawab Neira. Fathan tersenyum kecil mendengarnya.

Cold WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang