01 | Kisah Klasik

166K 21.6K 6.4K
                                    

cerita sudah di revisi & lebih lengkap

—LOSE IN MAY 1999—


Jakarta, 19 Mei 1999.


Abad pertengahan awal, tahun pertama pada dekade 1990-an. Di ibu kota ini, DKI Jakarta. Daerah dari negara yang sudah lama merdeka, 1945 silam. Dari jajahan negara Belanda, kisaran 350 tahun ditambah 3,5 tahun dari negara Kekaisaran Jepang.

Terlepas dari itu semua, Indonesia telah menjadi negara bebas yang mengalami banyak kemajuan pesat atas rakyat-rakyatnya yang makmur dan sejahtera.

Indonesia juga merupakan negara yang berhasil mengejar modernisasi negara-negara lain dengan sangat cepat. Development bahkan pembangunan industri di tanah air sudah menjadi hal lumrah bagi sebagian orang yang bekerja untuk itu.

Indonesia juga berhasil membuat alat transportasi sendiri. Seperti pembuatan pesawat yang dirancang Pak Habibie dengan usahanya sendiri untuk negara ini. Pesawat dengan nomor registrasi PK-XNG, terbang perdana pada 10 Agustus 1995. Penerbangan sempurna, menandakan Indonesia berhasil memiliki orang-orang cerdas yang mampu menghidupkan bangsa atas karyanya.

Ini kisah kota yang mengalami banyak duka pada insiden jatuhnya pesawat Air 1125, 19 Mei 1999.














—LOSE—












Kring-kring-kring!

Pratama berlarian dari arah kamar menuju ruang tamu, hendak menghampiri telepon rumah yang berdering. Ia begitu gesit, bahkan ketika ringkingan suara telepon itu baru berdering satu kali, ia sudah secepat itu beranjak dari atas kasur. Siapapun peneleponnya, ia begitu istimewah. Suara deringnya selalu dirindukan, hangat hadirnya begitu dinantikan. Bagi Tama, mereka yang keberadaannya jauh selalu menciptakan titik rindu di suatu tempat. Dan baginya, ketika Ayah pergi tanpa sadar titik rindu itu berkembang di rumah ini.

Pratama Adinata, karunia pertama yang didapat kedua insan Anggara dan Embun Adinata pada tahun pertama usia pernikahan. Singkatnya, itulah alasan mengapa anak itu diberi nama Pratama, atau yang pertama. Pratama memiliki adik laki-laki. Tepatnya selang 4 tahun setelah dirinya, lahirlah anak kedua yang diberi nama Dwi Adinata. Dwi itu sendiri berarti dua atau kedua. Dwi merupakan anak kedua sesuai dengan arti dari Namanya.

Ayah mereka, Anggara Adinata merupakan seorang pilot yang tengah bertugas dalam penerbangan. Ia telah lulus sekolah penerbangan sejak tahun 1985, dan terus melanjutkan karirnya sebagai seorang pilot sampai hari ini. Sementara sang istri, Embun Adinata namanya. Ia bekerja untuk keluarga, bisa juga disebut sebagai ibu rumah tangga. Hari-hari ia manfaatkan selalu untuk menjaga kedua putranya. Memantau mereka yang sudah beranjak remaja agar tetap dalam pengawasan dan tak terjerat pergaulan bebas.

"Halo?" Suara serak menyapa lawan bicaranya dari balik telepon.

"Halo, ini ayah." Seketika senyuman di wajah Tama terpancar.

"Ibu! Dwi! Ayah telepon nih!" teriak Pratama, memberi tahu seisi rumah tentang siapa yang menelepon. Tak lama suara langkah kaki terdengar bergemuruh seperti detak jantung. Dwi berlarian dari kamar menghampiri sang kakak yang sudah terduduk manis di sofa satu orang itu.

"Mana? mana? Dwi mau ngomong sama Ayah," pinta Dwi pada sang kakak, berusaha merebut telepon yang digenggam erat oleh Tama. Namun Tama tampaknya enggan memberikan telepon tersebut.

"Ih nanti dulu! Mas duluan yang ngomong." Keduanya saling berebut, ingin dulu-duluan berbicara dengan sang ayah. Sampai akhirnya ibu datang dan menyentil keduanya tepat di telinga.

1| LOSE IN MAY 1999 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang