21

12.1K 990 67
                                    

___

Slurppp~

Kuseruput habis susu cokelat hangat di cangkirku, jangan ditanya siapa yang mengolahnya, jelas istriku.

"Itu kenapa?"

Merasa ditanyai aku menoleh ke arah gadis di kiriku.

"Wae?" Aku membalasnya dengan pertanyaan lagi, masih tidak mengerti apa yang dia tanyakan.

"Lehermu" Telunjuknya datang, menyentuh kulitku samar-samar. Aku dejavu, sepertinya tadi malam seseorang juga menyentuh area yang sama.

Astaga, jangan-jangan---

Wajahnya panik. Dengan mata melotot aku pergi ke cermin gantung yang hanya berjarak tiga langkah dari di mana aku duduk.

Daebak, karya Jennie kim!

Betapa seksinya hickey tebal itu di leherku, sulit menyembunyikan keterkejutanku. Kupikir menghisap kulit mengakibatkan merah keunguan adalah omong kosong, mitos belaka. Maksudku, bagaimana mungkin menghisap kulit aku menimbulkan bercak semenor ini, bahkan saat dihisap rasanya hanya geli karena napasnya menggelitikku, hanya itu dan tidak sakit sama sekali. Jadi, bagaimana mungkin semerah ini?

"Kenapa lehermu, Lisa-ya?"

"Eummm--"

Mataku tertuju pada pelakunya yang masih setia di meja makan, menuntut jawaban darinya. Sial, dia tidak peduli. Yang kudapati hanyalah dirinya sibuk menatap mangkuk di hadapannya dan menyendok sup ke mulutnya.

Sama sekali! Sangat tidak peduli dan tidak mau tau, tidak mau terlibat bahkan menyimak pun enggan. Mustahil dia tidak mendengar bagaimana jelasnya pertanyaan itu keluar dari Chaeng, menanyai bagaimana bulatan merah bisa timbul di leherku yang seharusnya dia lebih tau dari siapapun siapa penciptanya. Apa dia benar-benar mengigau?

"Entahlah, kurasa ini nyamuk, atau alergi, mungkin"

Tanganku ke leher, menggaruk bercak yang sama sekali tidak menimbulkan rasa gatal. Klise! Aku tau itu. Tapi apa lagi alasan yang lebih logis yang bisa kupakai? Dan aku bersyukur tidak ada kecurigaan di wajahnya.

Chaeng beranjak pergi, ingin segera mandi mungkin, karena hanya satu jam lagi waktu kami untuk bersiap.

Aku bangkit tapi tangan mungil menahan pergelanganku. Aku ditarik, dibawanya ke sofa dan mendudukanku di sana. Dan, dia pergi begitu saja.

What th- ?

Beberapa detik dan gadis itu kembali datang bersama pocket di tangannya, lalu dia mengambil duduk tepat di sisiku. Kepalaku di paksa miring, lalu aku merasai matanya tertuju pada bercakku.

Aku mengigit bibir bawahku, menahan kekehku merasa lucu. Jelas senang pada fakta bahwa dia tidak mengigo bahkan masih mau bertanggung jawab.

Tangan gadis itu terus mengoles di leherku dan men-tapnya dengan telunjuknya, berusaha menyamarkan bercak merah perbuatannya.

"Mwo ?!"

Tinggi dan ketus, aku lancang terkekeh tidak tahan terus menahannya. Tangannya masih fokus bekerja di leherku, aku hanya memberi gelengan kecil karena bahkan aku tidak tau apa yang kutertawai. Entah kesenangan karena fakta dia melakukannya dengan kesadaran tau aku mendapati ini lucu mengingat bagaimana dia beberapa menit lalu tampak seperti tidak tau-menau, sangat-sangat tidak peduli saat Chaeng bertanya, dengan teganya membiarkanku kebingungan sendiri menemukan alasan yang cocok untuk menutupi perbuatannya. Tapi lihatlah sekarang, bagaimana gadis ini berinisiatif sendiri bertanggung jawab atas perbuatannya. Tidakkah itu lucu?

Apakah ini selesai? Dia mengemas alat-alatnya, menutupnya seperti ini memang telah berakhir.

"Gomawo"

Too Perfect - JenlisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang