Part 14

729 156 14
                                    

Cindy tersenyum sedih tiap kali ia meraba sebelahnya, tak pernah ada sang suami di sampingnya. Ranjang besar ini nampak dingin karena jarang sekali mereka tempati berdua. Entah sampai kapan anak-anak akan memonopoli Javier.

Mereka bahkan baru satu kali melakukan kewajiban mereka sebagai suami istri karena selalu saja tak ada kesempatan untuk melakukannya. Seakan-akan anak-anak sudah paham kapan waktu mereka bisa berdua.

Cindy hanya bisa pasrah menerima keadaan ini dan tetap sabar menjalaninya. Cindy pun mulai memejamkan matanya dan berusaha untuk tetap menerima.

Saat matanya sudah terpejam ia merasakan sebuah usapan lembut pada kakinya yang memang tidak memakai selimut. Cindy diam sejenak, ia takut jika ini hanya khayalannya saja. Cindy memejamkan matanya lebih erat, namun, usapan itu semakin jelas terasa dan bahkan bisikan yang memanggil namanya semakin jelas terdengar.

Hingga Cindy benar-benar sadar total saat tubuhnya di peluk dari belakang dan ia tahu siapa yang memeluknya.

"Mas ...."

"Aku rindu," bisiknya. Cindy tersenyum senang dan hendak membalikkan tubuhnya namun di tahan oleh Javier.

"Mas?" Cindy nampak heran. Namun, ia tak bertanya lagi saat Javier mulai menciumi leher dan pundaknya, Javier juga mulai membuka pakaiannya sendiri dan kembali mencumbu Cindy dari belakang.

Cindy menikmati momen itu hingga mereka sampai pada puncaknya. Barulah Javier menatap wajah sang istri. Ia kecupi wajah itu berkali-kali.

"Maaf, jika kita harus seperti ini, aku benar-benar minta maaf padamu."

"Tidak apa-apa, Mas. Seperti katamu mereka masih butuh adaptasi padaku. Dan aku akan sabar menunggu sampai mereka bisa menerimaku." Javier tersenyum lega karena istrinya benar-benar sabar.

"Pakailah kembali bajumu, aku harus kembali ke kamar Matteo sebelum ia sadar aku tidak ada di sampingnya." Cindy mengangguk dan memakai kembali bajunya dengan cepat begitu pun dengan Javier.

Sekali lagi Javier melumat bibir Cindy dan ia bergegas kembali ke kamar Matteo. Cindy tersenyum melihat sikap sang suami yang tetap membuatnya tenang, ia bahagia walau harus melalui jalan yang berliku seperti ini.

Cindy tetap mencintai sang suami karena ia terus bersikap manis dan mampu membuatnya di mabuk cinta. Walau dengan cara sederhana.

****

Hari ini Emi memulai aksinya. Aksi yang sudah ia pikirkan dan ia sepakati dengan sang adik. Di mulai dari sarapan pagi. Emi dan Matteo meminta di buatkan nasi goreng dengan telur setengah matang. Tidak boleh kematangan tidak boleh kelembekan. Harus sempurna.

Dan sialnya Cindy bisa melakukan itu. Emi dan Matteo nampak sebal tapi tetap memakan sarapannya.

"Mama, hari ini antar aku ke sekolah ya," pinta Emi tiba-tiba. Cindy dan Javier pun saling tatap karena senang.

"Sungguh, kamu mau di antar Mama?"

"Ya."

"Naik sepeda tak masalah?"

"No, aku mau naik motor." Cindy terdiam karena ia tak bisa mengendarai motor.

"Tapi, Mama tidak bisa mengendarai motor sayang."

"Belajarlah kalau begitu, besok aku mau di antar Mama naik motor."

"Emi, kita tidak memiliki motor sayang, kamu lupa itu?" Javier coba membela sang istri.

"Ada jika Ayah membelikannya hari ini." Javier menatap Cindy dan Cindy pun mengangguk berharap Javier mau menuruti kemauan Emi. Akhirnya Javier pun menurut dan membelikan Cindy motor nanti siang. Emi tersenyum dan bergegas berangkat sekolah bersama Matteo.

"Kamu yakin akan melakukan ini sayang?" tanya Javier setelah kedua anaknya pergi. Cindy mengangguk percaya diri karena menurutnya ini adalah kesempatan bagus untuk bisa lebih dekat dengan Emi dan Matteo.

"Ya sudah, nanti siang motornya datang, sekaligus pelatih agar kamu bisa dengan cepat mengendarai motor, ya?" Cindy kembali mengangguk dan tersenyum.

"Terima kasih, Mas."

"Sama-sama, sayang." Javier mengecup bibir Cindy sebelum ia berangkat ke kantor.

Cindy langsung membereskan sisa makanan dan melihat para pelayan sudah standby untuk mencuci piring. Cindy pun akhirnya menyerahkan pekerjaan itu pada mereka.

Dan memilih untuk mencari pekerjaan lain. Sebenarnya jika Cindy tak memaksa mereka untuk membiarkan Cindy bekerja, tak akan ada pekerjaan di rumah ini. Semua sudah ada pelayannya masing-masing. Bahkan hal sepele pun mereka memiliki orang khusus, seperti membeli pakaian, bahkan sampai penasehat kostum.

Cindy benar-benar heran dengan orang kaya. Hidup mereka terlalu banyak di atur.

Cindy merasa nasehat dari orang-orang yang sudah menikah seakan tidak terpakai di sini, karena sulit sekali mengaplikasikanya di rumah mewah ini. Yang semuanya sudah di kerjakan oleh pelayan.

Cindy bahkan tak tahu berapa jumlah pelayan di rumah ini. Cindy masuk kamar dan mencoba memikirkan pekerjaan apa yang bisa ia kerjakan. Kalau hanya duduk diam begini saja rasanya sangat bosan.

Memikirkan hal itu membuat Cindy mengantuk dan ia pun tanpa sadar tertidur.

****

Cindy yang baru bangun dari tidurnya kaget ketika melihat motor baru sudah ada di halaman rumah. Ia bergegas menghampiri motor baru itu dan mengusapnya. Javier benar-benar membelikannya dalam hitungan jam. Gila!

"Nyonya, perkenalkan saya Nia, pelatih motor Nyonya." Cindy bengong mendengar itu. Belajar motor saja ada pelatihnya?

Cindy mulai belajar mengendarai motor, sebenarnya tidak sulit hanya kikuk dan canggung saja karena tidak terbiasa dengan caranya. Setelah beberapa saat belajar ia mulai memahami apa-apa saja yang harus di lakukan.

Dari menyalakan motor, mengegas perlahan-lahan, menekan klakson, dan menyalakan lampu sen kanan dan kiri untuk penanda saat di jalan nanti. Cindy mencoba itu berkali-kali dan akhirnya ia berhasil. Kini ia sudah bisa mengendarai motor dalam kurun waktu 3 jam.

"Terima kasih ya, sudah sabar mengajariku," ucap Cindy tulus.

"Sama-sama, Nyonya."

"Jangan panggil Nyonya. Aneh dengernya, panggil saja Cindy."

"Ah, terima kasih atas kemurahannya, tapi saya tidak bisa Nyonya. Itu melanggar peraturan sebagai pelatih. Dan karena Nyonya sudah bisa, saya pamit, Nyonya, karena tugas saya sudah selesai."

"Eh, mau langsung pergi?"

"Ya, Nyonya."

"Makan dulu atau minum dulu."

"Tidak usah Nyonya, terima kasih. Saya pamit." Nia langsung pergi begitu saja. Cindy cemberut kesal karena di sini sulit sekali mendapatkan teman untuk mengobrol. Bahkan pelayan di rumah ini pun nampak sekali menjaga jarak dengannya.

Cindy tertunduk sedih.

Cinderella Mom (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang