2-Musik di Pagi Hari

433 74 1
                                    

Cup....

Suara kecupan itu terdengar pelan, tapi mampu mereka dengar meski ada suara lain. Sepasang mata itu bergerak ke atas menatap sepasang mata lain yang menunduk ke bawah. Kemudian mereka saling mengerjab tapi tidak kunjung berjauhan.

Fona sangat kaget saat satu tangan Fathir melingkar di pinggangnya kemudian tubuh lelaki itu hampir limbung. Dia berusaha membantu tapi bibirnya menyentuh kening Fathir. Mencium? Apa kecelakaan?

"Lepas!" Fona segera mendorong Fathir setelah kesadarannya pulih.

Duk....

"Aw...." Fathir mengeluh saat lututnya membentur lantai. Dia segera duduk dan memeluk lututnya itu. "Kasar banget, sih, lo!"

Sontak Fona bergerak mundur. Dia menutup bibir dengan jari kemudian menatap Fathir yang duduk di lantai. Dia yakin barusan hanya mimpi.

Fathir terdiam saat mendengar suara musik yang masih mengalun. Dia mengedarkan pandang dan tidak melihat speaker atau apapun. Kemudian dia bergerak keluar dan musik itu semakin kencang. Fathir lantas mendongak.

Mata Fona mengerjab melihat di dahi Fathir ada noda kemerahan. Dia yakin, itu noda dari lipstick-nya. Namun, sepertinya lelaki itu belum menyadari sama sekali. "Keluar!" Dia segera mengusir.

"Bukan lo yang muter musik?" Fathir masih mempermasalahkan soal musik alih-alih menanyakan sesuatu yang tadi menyentuh keningnya.

"Pergi... Pergi...." Fona menggerakkan kaki.

"Lo kira gue hewan apa!"

"Pergi! Pergi!"

Fathir berdiri dan keluar dari kamar Fona. Dia kembali ke kamar sambil mengernyit karena suara itu masih mengalun kencang. Sedangkan Fona buru-buru memakai sepatu dan keluar dari kontrakan.

"Jangan lari-lari, Fon!" teriak Bu Helda melihat penghuni lantai dua yang menuruni tangga dengan cepat itu. "Saranghaeyo. Gomawoyo." Kemudian dia kembali bernyanyi.

Fona tidak memedulikan teriakan Bu Helda. Dia berjalan cepat menuju jalan raya sambil menutup bibir dengan satu tangan. Di pikirannya masih terbayang kejadian barusan.

Sedangkan di lantai tiga, Fathir duduk di pinggir ranjang dengan wajah yang sangat mengantuk. Namun, dia tidak bisa kembali terlelap jika musik masih saja diputar kencang. "Ah! Gue pikir tempat ini damai tanpa suara berisik." Fathir mengacak rambut.

Semalam, Fathir merencanakan untuk bangun lebih siang. Kemudian dia akan membereskan kamarnya seharian. Namun, Tuhan sepertinya tidak mengizinkannya untuk bermalas-malasan. Fathir sontak berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.

Saat pintu kamar mandi dibuka, Fathir di hadapkan dengan sebuah kaca berbentuk persegi. Namun, bukan masalah penempatan kacanya tapi ada noda merah di keningnya. Fathir seketika mendekat dan memperhatikan noda itu. "Nggak mungkin ini darah."

Jari telunjuk Fathir memegang noda itu dan mengusapnya. Beberapa bagian noda terlihat hilang karena sentuhannya barusan. Kemudian dia mengusap keningnya lebih kencang lagi. Hingga suatu kesadaran menyentaknya.

Cup....

Mata Fathir mengerjab beberapa kali saat kembali terdengar suara itu. Dia menyentuh kening dan memastikan lagi jika dia tidak salah ingat. "Ini lipstick Fona?" Kemudian dia memajukan tubuh dan memperhatikan dengan saksama.

"Fona nyium gue!" Fathir menjerit dengan ekspresi berlebihan. "Wah! Nyari kesempatan tuh bocah!" Dia segera membasuh wajah dan menghilangkan keseluruhan noda merah itu.

Beberapa detik kemudian, Fathir kembali mengaca. Keningnya terlihat bersih seperti semula. Kemudian dia ingat saat Fona tiba-tiba membuka pintu. Dia sempat melihat gadis itu memakai make up dan memakai pakaian rapi.

My First ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang