08

5.9K 654 191
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Oksa menatap wajah Eric yang berada pada layar ponselnya dengan khawatir. Dia dan cowok itu tengah melakukan panggilan video, setelah pulang sekolah Eric terus memintanya untuk menelpon.

Hati Oksa jadi tak tenang melihat bagaimana wajah kekasihnya yang terdapat beberapa lebam. Ia tau darimana laki-laki itu mendapatkan bercak kebiruan diwajahnya.

"Udah diobatin?"

Dibandingkan bertanya bagaimana Eric mendapatkan luka itu, oksa lebih memilih bertanya apakah luka itu sudah terobati.

Sebab ia sangat tau bagaimana kekasihnya itu. Eric tak pernah peduli pada dirinya sendiri, dia tak pernah mau mengobati luka yang didapatnya kalau bukan karna titah Oksa.

Keterdiaman laki-laki itu bisa oksa simpulkan, kalau Eric memang belum mengobatinya.

"Sekarang ambil kotak obat, lalu obati luka kamu ya?" tanpa bantahan, laki-laki itu segera menuruti perkataan Oksa. Ia mengobati lukanya dibantu arahan dari gadis itu.

Perasaan sesak kembali menyerang dadanya, melihat bagaimana Eric berusaha terlihat baik-baik saja, namun Oksa tau laki-laki itu sedang menyembunyikan rasa sakitnya agar dirinya tak merasa khawatir.

Ia menatap lekat wajahnya yang terpampang pada layar ponsel, pipi Eric bahkan terlihat lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu.

"Jangan terlalu maksain diri kamu." Ucapan Oksa berhasil membuat pergerakan laki-laki itu terhenti. Dia hanya tersenyum, lalu kemudian mengangguk.

"Minggu depan papa ngajak aku buat datang ke pesta perusahaan temennya, kamu pilihin baju buat aku ya?"

Oksa tau Eric tengah mengalihkan pembicaraan. Namun dia tak bisa memaksa laki-laki untuk jujur, maka dari itu ia memilih menyetujui permintaannya.

Eric memang kerap kali memintanya memilihkan pakaian yang akan laki-laki itu pakai, entah itu untuk acara yang akan dihadirinya ataupun pada saat mereka akan jalan berdua. Dia sering meminta pendapat Oksa.

"Gimana olimpiade kamu?" dapat dilihatnya perubahan raut wajah Eric. "Maaf, aku peringkat dua."

Gadis itu paham sekarang, darimana kekasihnya mendapatkan luka lebam tersebut, yang tak lain dan tak bukan adalah dari tuan prayoga, papa eric sendiri.

Lelaki paruh baya itu selalu menuntut putranya untuk sempurna dan selalu jadi nomor satu dalam pelajaran. Bila Eric tak memenuhi ekspetasinya, laki-laki itu pasti akan dihukum dengan keras, diawasi untuk belajar terus menerus dan tak diberikan makan.

Terkadang Oksa merasa miris dengan kehidupan yang dijalani Eric. Dia dilahirkan dalam keluarga yang kaya, namun miskin dalam kasih sayang.

Tak heran mengapa laki-laki itu begitu kaku dalam berekspresi pada orang lain selama ini, sebab keluarganya mendidiknya begitu keras.

"Hey, peringkat dua juga gak buruk." Gadis itu tersenyum menenangkan. "Kamu udah ngelakuin yang terbaik, I pround of you."

Tanpa Oksa tau, Eric meremas tangannya sendiri dengan erat. Andai saja papanya pun mengatakan hal yang sama.

Namun jangankan mendapat dukungan, dia malah menerima pukulan dan tendangan, bahkan ketika ia menerima peringkat pertama pun keluarganya tak pernah sekalipun mengatakan mereka bangga padanya, seolah hal tersebut memang suatu keharusan yang harus dia lakukan.

Hanya Oksa yang selalu memuji semua pencapaiannya, sekecil apapun itu. Walau keluarganya bersikap buruk, setidaknya eric masih mempunyai oksa.

Semua bisa dia lewati, bahkan hari yang paling buruk sekalipun akan dihadapinya bila bersama gadis itu.

***

Pagi harinya, Oksa yang telah rapih dengan seragam sekolahnya dibuat heran dengan kedatangan seseorang yang katanya ingin berbicara padanya, dia mama gevan.

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik yang kini duduk dihadapan Oksa itu tampak ragu untuk membuka mulut.

Gadis itu melirik Emili seolah bertanya, namun balasan dari wanita itu hanya sebuah senyuman saja.

"Ada yang bisa oksa bantu, tante?" akhirnya oksa memilih membuka suara.

Terdengar helaan nafas panjang dari Della. "Sebelumnya tante mau minta maaf sama kamu, mungkin kamu pikir tante ini gak tau diri, tapi tante gak punya jalan lain. Tante minta tolong sama kamu, kamu mau kan jadi teman gevan?"

Sebetulnya Oksa sedikit terkejut dengan kata yang dilontarkan oleh wanita itu. Bagaimana tidak, terakhir kali waktu dia menemani gevan yang sudah terlelap tidur, della memintanya untuk menjauh dari putranya untuk kebaikan oksa.

Namun kenapa sekarang wanita itu berubah pikiran dan ingin dia menjadi teman gevan?

"Gevan udah berhari-hari gak mau makan, kesehatannya terus menurun, dia terus ngelukain dirinya dan manggil nama kamu. Tante minta tolong sama kamu, tolong bantu tante bujuk Gevan. Tante gak sanggup liat kondisi dia seperti ini."

Awalnya Della memang bersikeras untuk tak melibatkan Oksa dalam hidup Gevan, tetapi saat melihat kondisi putranya yang kian hari semakin memburuk, rasanya dia tak tega.

Keenan terus mendesaknya untuk menghubungi Oksa, walaupun laki-laki itu mempunyai nomor oksa, namun dia tak mau membawa gadis itu tanpa persetujuan dari Della sendiri.

Mau tak mau akhirnya wanita itu yang mendatangi Oksa.

Emili bergerak mendekati Della, saat melihat bahu wanita itu bergetar karena tangis. Padahal Della adalah wanita yang kuat, namun dia tampak sangat lemah bila menyangkut soal putranya.

Oksa ikut mendekat, ia berjongkok dihadapan Della dan menggenggam tangan wanita itu. Hatinya tergerak melihat bagaimana kacaunya Della. Ibu manapun pasti ingin yang terbaik untuk anaknya.

"Aku bakal bantu selama aku bisa. Setelah pulang sekolah aku akan datang dan bujuk Gevan."

Della menatap gadis dihadapannya dengan rasa bersalah, dia megusap kepala Oksa. "Maafin tante."

"Gak ada salahnya membantu orang kalau kita bisa. Tante gak perlu minta maaf atas itu."

***

Hello, Aku comeback gess. Gimana? Masih mau lanjut?

 Gimana? Masih mau lanjut?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

©Nkimtt4Juli2021

SacrificeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang