HARUS MATI

257 10 0
                                    

"Suci lompat dari jendela kamarnya di lantai dua," jelas Om Andri mewakili Tante Lia yang masih terpuruk karena kehilangan anaknya.

Dinar, Karen, dan Toto terperangah mendengar penjelasan ayahnya Suci itu. Hanya mereka yang dapat melayat. Sementara Ines dan Nisa mendadak ada keperluan yang tidak bisa mereka tinggalkan.

Dinar, Karen, dan juga Toto saling pandang satu sama lain seperti sama-sama bertanya "kenapa bisa Suci milih jalan bunuh diri?"

Beberapa saat keheningan muncul. Perpindahan detik di jam dinding jadi terdengar jelas.

"Om, maaf ... apa sebelum meninggal Suci sempet bilang sesuatu?" tanya sungkan Dinar kepada Om Andri.

"Sebelum ditemuin tergeletak di halaman depan, Suci tetep belum bisa diajak ngobrol. Tapi ..." Tante Lia menyela ditengah-tengah ratapannya.

"Tapi apa Tante?"

"Tapi, Suci nulis sesuatu di atas kertas," ucap Tante Lia melanjutkan kata-katanya yang sempat terpotong, sambil menyodorkan sebuah lipatan kertas yang sudah terdapat beberapa bercak berwarna merah di tepiannya.

Karen meraih kertas itu dari genggaman Tante Lia. Ia perlahan membukanya. Bercak darahnya masih basah. Karen berusaha membaca tulisan di dalamnya.

"Din," Karen membelalak, terperangah melihat hasil coretan Suci untuk terakhir kalinya. Genggamannya gemetar.

"Kenapa?" Dinar beringsut sedikit untuk melihat isi kertas itu. Karena kurang jelas terlihat, Dinar menyambar kertas itu untuk dilihatnya sendiri.

DINAR HARUS MATI!!!

Bunyi tulisan di secarik kertas itu membuat Dinar terhenyak.

"Ini ... ini benar Suci yang nulis, Tante?"

"Dari kamarnya, cuma itu hal aneh yang Tante temuin selain cutter. Tante juga gak paham kenapa Suci nulis itu," keluh Tante Lia.

"Setahu aku, ini bukan tulisan Suci, Tante."

Dinar memalingkan pandangannya ke arah Karen. Mereka saling memastikan. Tulisan itu memang nampak bukan seperti tulisan Suci yang mereka kenal.

"Sstt, Sstt" sebuah suara memanggil Dinar dari tepi tangga. Dinar menoleh. Ia memicingkan mata, menguceknya untuk memastikan.

"Suci?" bisiknya pelan.

Kalian tahu, yang dilihat Dinar di tepi tangga bukanlah manusia. Ia melihat sosok Suci yang sudah tembus pandang. Keadaannya begitu mengenaskan. Wajahnya sangat pucat. Urat-uratnya pun sudah menghitam. Belum lagi, lehernya robek menganga lebar dan sudah berlumuran darah.

"Mana Suci? ah, jangan halu, elu, Din!" tegur Karen menyikut lengan Dinar.

Dinar lalu melihat Toto. Benar saja, tatapan Toto tertuju ke tepian tangga. Tempat dimana arwah Suci berdiri di sana. Ia sekarang tahu, kelihatannya Toto menyimpan sesuatu di balik tampang culunnya.

Dinar kembali melihat arwah Suci. Kode berupa lambaian tangan diberikan oleh arwah Suci sebagai isyarat kepada Dinar untuk mengikutinya ke lantai 2. Arwah Suci tak berjalan. Mengerikan sekali, Dinar melihat arwah Suci melayang dengan keadaan kepala yang tak seimbang karena leher robeknya.

"Mmm, Tante, Om, saya mau minta izin lihat kamar Suci, apa boleh?"

"B-Boleh, hati-hati, ya!" ucap Om Andri mengizinkan.

Bulu kuduk Dinar berdiri. Ia sendiri kembali terheran sembari berkali-kali menggenggam bros kupu-kupunya, mengapa ia menjadi bisa berinteraksi dengan makhluk-makhluk tak kasat mata. Mengikuti arwah Suci pun, selain menggenggam brosnya, Dinar harus mengusap-usap tengkuknya beberapa kali, menepis perasaan takutnya.

GANDIT: Sempurnakan mati dan dendamku!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang