Wattpad Original
Ada 11 bab gratis lagi

Fifth Birthday

110K 12.6K 647
                                    

ELANG

Happy birthday to you ...

Happy birthday to you ...

Happy birthday Dear Elang ...

Happy birthday to you ...

"Ayo tiup lilinnya, El." Bunda berbisik di telingaku setelah lagu Happy Birthday selesai dinyanyikan. Aku meniup lilin berbentuk angka lima di atas kue tart cokelat hingga nyala apinya padam. Semua orang bertepuk tangan, semua orang tertawa, semua orang bergembira, tapi kenapa aku malah merasa sedih?

Setelah acara tiup lilin dan potong kue berakhir, aku melangkah gontai menuju ayunan yang diikat di batang sebuah pohon besar. Aku duduk di bangku ayunan sambil menatap orang-orang yang sedang makan malam.

Ulang tahunku yang kelima dirayakan di rumah Om Tama, entah kenapa. Mungkin karena rumahku kecil, sementara rumah Om Tama sangat luas. Yang datang nggak banyak sebenarnya, hanya Bunda, Kakek, Oma Sarah, dan tentu saja Om Tama, Tante Hana, dan kedua anak mereka—Alana dan Aditya.

Bunda nggak mengundang teman-teman sekelasku, padahal kalau teman-teman sekelasku ulang tahun biasanya aku selalu diundang. Namun, yah, bukan itu sih yang membuatku sedih.

"Hei bocah, ngapain cemberut di sini sendirian?" Bola mataku berputar mendengar panggilan menyebalkan dari suara yang sangat kukenal. Aku melirik sekilas dan melihat Alana sudah duduk di ayunan sebelahku. Alana berumur 7 tahun, tapi lagaknya sudah seperti orang dewasa. Sangat menyebalkan.

"Bukan urusan kamu," jawabku kesal yang anehnya malah membuat Alana terkikik geli hingga memamerkan kawat giginya yang menurutku sangat jelek. Ngapain sih orang harus pakai kawat gigi? Padahal pasti rasanya nggak nyaman dan membuat mereka kelihatan aneh.

"Diih, dasar bocah, bisanya cuma ngambek," ledeknya membuatku semakin merengut. Seandainya saja orang tua kami nggak berteman dan selalu mengadakan acara bersama, aku ogah berteman dengannya. Berteman dengan perempuan itu nggak cool, apalagi yang kayak Alana. Aku sering mendengar Om Tama memanggilnya Princess Alana, mungkin karena itu dia jadi besar kepala dan merasa dirinya benar-benar seorang Princess.

"Aku nggak ngambek," bantahku.

"Oh ya? Tapi wajah kamu kelihatan kayak orang yang mainannya baru diambil. Atau memang benar? Adit ngambil mainan kamu? Mobil-mobilan kamu, mungkin? Atau robot-robotan?" Itu juga ejekan. Aku sudah nggak main mobil-mobilan apalagi robot-robotan. Alana selalu menganggapku bayi, padahal dia sendiri masih main boneka barbie.

"Siapa ya yang kemarin nangis waktu baju boneka barbie-nya dirusak Adit?"

Sepasang mata bulat Alana langsung menyipit mendengar ejekanku. "Itu baju barbie yang baru dibelikan Daddy, modelnya bagus banget dan itu limited edition."

"Ya ... ya ...." Aku memutar bola mata mendengar penjelasannya, lalu meringis saat merasakan lenganku dicubit.

"Sakit, Al," protesku. Namun, rasa kesalku menguap saat melihat sepasang mata Alana berkaca.

"Itu benar-benar limited edition," bisiknya sambil terisak.

"Iya, tapi jangan nangis, nanti dipikir aku yang gangguin kamu." Aku menoleh sekeliling dengan khawatir.

"Kamu memang gangguin aku."

"Nggak, kamu duluan yang gangguin aku."

"Mana ada? Aku cuma tanya kenapa kamu di sini cemberut sendirian. Memangnya tanya kayak gitu, salah?"

"Kamu panggil aku bocah."

"Kamu kan memang bocah."

Aku mendengkus, bicara dengan Alana itu benar-benar melelahkan. Akhirnya aku diam, membantah Alana hanya akan membuat tangisnya semakin keras. Yang bocah siapa coba kalau kayak gini?

Friends Don't KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang