Wattpad Original
Ada 5 bab gratis lagi

Bab 6

71.3K 11K 640
                                        

ALANA

"El udah, El, please, udaaaaah ... aaah ...." Aku nggak sanggup menahan tawa bercampur jerit karena aku memang paling nggak tahan digelitik. Dan Elang sangat tahu kelemahanku itu. Dalam sekejap aku sudah terkapar di tempat tidur sambil berusaha setengah mati menarik kakiku, tapi tak berhasil.

"El, udah. Aku penuhin satu permintaan kamu deh, apa pun itu. Tapi stop gelitikin kakiku," pintaku dengan suara memelas. Sontak tangan Elang berhenti menggelitik. Aku menghela napas lega, sementara dia menatapku dengan mata berkilat penuh perhitungan.

"Apa pun?" tanyanya memastikan. Aku hanya bisa mengangguk pasrah.

"Pijetin deh, badanku pegel banget, nih," ucapnya cepat.

"Enak aja, aku juga pegel abis jalan seharian—aah ...." Penolakanku langsung ditimpali jeritan karena tangannya dengan lincah kembali menggelitik.

"Ya udah, ya udah, aku pijetin." Akhirnya aku menyerah karena siksaan yang tak mampu lagi kutahan. Elang nyengir, dia melepas kakiku, dan langsung berbaring telungkup. Aku beringsut mendekat hingga duduk bersila di sebelahnya, lalu mulai memijat pundaknya.

"Nggak kerasa Al, yang niat dong mijetnya," protesnya membuatku memutar bola mata. Memang dia pikir aku nggak berusaha? Tanganku sampai sakit menekan otot-ototnya yang liat.

"Emang pegel ngapain aja, sih?" tanyaku sambil berusaha memijat lebih kuat. Jangan bilang dia pegal karena habis bergulat dengan pacarnya.

"Abis basket tadi." Suaranya teredam karena wajahnya terkubur di bantalku. Hidungku berkerut curiga begitu mendengar kata 'basket'. Diam-diam aku menunduk untuk menghirup aroma rambutnya. Aku mendesah lega saat aroma sampo menerpa indra penciumanku.

"Memangnya kamu pikir aku belum mandi?" Ups, ketahuan.

"Ya, siapa tahu? Kadang kalau habis basket kamu kan sukanya gitu, langsung teler karena capek sampai lupa mandi," cibirku. Elang membaringkan wajahnya menyamping hingga bisa menatapku.

"Cuma sekali doang, Al. Dan kamu ungkit-ungkit itu terus sampai sekarang," decaknya.

Aku tersenyum mengingat kejadian itu. Waktu itu dia masih bocah, mungkin baru kelas 4 SD. Setelah selesai main basket dengan teman-temannya, dia langsung ke rumahku. Aku memang meneleponnya agar segera datang karena ada hal penting yang ingin kubicarakan.

Sebenarnya, waktu itu aku cuma ingin memamerkan desain-desain baju karyaku yang terbaru. Namun, bagiku itu hal penting, dan aku suka bercerita pada Elang tentang apa pun. Karena apa yang bagiku penting, maka menurutnya juga penting. Bahkan saat aku hanya bercerita tentang drama Korea. Wajahnya mungkin terlihat bosan, tapi dia selalu mendengarkan.

Ketika dia datang, aku sedang mandi. Jadi dia menunggu di kamar dan akhirnya ketiduran karena kelelahan. Aku ingat waktu itu mengomel panjang lebar karena sepreiku yang bersih dan wangi jadi basah karena keringatnya. Kejadiannya memang hanya sekali itu saja, tapi kadang aku masih curiga.

"Siapa tahu kamu tadi nggak sempat mandi karena Daddy nggak sabaran suruh kamu ngecek aku," cibirku.

"Aku lebih mending denger omelan Om Tama daripada omelan kamu. Omelan kamu bikin kupingku sakit," gerutunya. Aku langsung menjewer kupingnya hingga membuatnya meringis kesakitan.

"Ini baru namanya kuping sakit. Kalau denger omelanku sih nggak bakal bikin kuping sakit, suaraku kan merdu," balasku manis, lalu tergelak saat melihatnya memutar bola mata.

"Syukur kamu cantik. Kalau nggak, mungkin udah lama kamu di bully di sekolah karena terlalu besar kepala," decaknya.

"Oh ya? Menurut kamu aku cantik?" godaku sambil mengibaskan rambut panjangku.

Friends Don't KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang