00 | Tetap

97 18 6
                                    

Now playing: Rolling in the Deep - Adelle

-o0o-

[BAGIAN NOL NOL]

"Jarum atau bunga lebih dulu? Sepertinya apapun tidak terlalu penting, asal bisa mengantarkanmu pada kebahagiaan yang abadi di sana."

-o0o-

   Bel pintu ditekan berkali-kali, mengusir hening yang membelenggu rumah mewah berselimut cat maroon itu. Tak lama, suara langkah yang tergesa terdengar menuruni tangga. Si gadis berderap menuju pintu utama dengan senyum bahagia.

   Ia menggerakkan jemari guna merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan, sebelum menggapai gagang pintu untuk menyambut seseorang yang telah ia tunggu kedatangannya sedari tadi. Seseorang yang akan menjadi teman baiknya ditengah sepi yang mendekam sekian lama dalam bangunan besar ini.

   Tapi entah bagaimana, binar dimatanya seketika lenyap kala pintu sepenuhnya terbuka. Dua alisnya menyatu tatkala yang ditemukannya bukanlah orang yang sama yang ingin ia temui, melainkan seorang pria bertudung hitam yang mengenakan topeng aneh di wajahnya. Juga pakaian yang sedikit basah oleh rintik hujan yang mengguyur sejak sore.

   Hiranika merasa sedikit takut, apalagi tidak ada orang lain di rumah selain dirinya. Tapi demi menghormati seorang tamu, dia tetap memberanikan diri untuk bertanya.

   "Sia—"

   BUGH!

   Sebelum serangan yang begitu tiba-tiba membuat tubuhnya terhempas dengan kuat menabrak lantai, menimbulkan bunyi peraduan yang cukup nyaring. Punggungnya nyaris patah. Tapi belum sempat otaknya mencerna semuanya, pintu lebih dulu ditutup rapat-rapat oleh si pria bertopeng.

   Hiranika pikir, ini adalah percobaan perampokan. Namun alih-alih menodongkan pertanyaan dimana letak harta dan segala macamnya, pria itu justru tertawa nyaring. Gema tawa mengerikan yang mengiringi gemuruh petir yang mulai menguasai langit kota Malang malam itu. Mengawali hujan yang turut berpesta porak, berlomba-lomba menghantam tanah yang sudah beberapa hari dilanda kekeringan.

   Dan di bawahnya, Hiranika hanya mampu terdiam kaku. Tidak beranjak seincipun. Otaknya seolah kehilangan fungsi untuk sekadar mengambil kesempatan guna melarikan diri. Yang mampu mendominasi saat ini hanya amigdalanya, bagian otak yang mengontrol rasa takut dan senang. Tangannya gemetaran disertai keringat dingin, hingga suara tawa pria itu perlahan menghilang, lalu Hiranika melihatnya merogoh saku.

   "Jarum atau bunga lebih dulu?"

   Suara beratnya telak membuat Hiranika menelan ludah. Lidahnya kelu menatap jarum yang sudah dilengkapi benang dan bunga Edelweiss di masing-masing tangan pria itu tersodor di hadapannya.

   Hiranika membisu. Sorot mata dan bagaimana pria itu berbicara membuatnya tidak sanggup mengeluarkan sepatah katapun.

   Menit demi menit berlalu sia-sia tanpa sebuah kepastian, membiarkan suara hujan mendominasi ketegangan dan melumpuhkan otot tubuhnya perlahan-lahan. Gemuruh dan kilatan petir berseteru mengiringi debaran jantung Hiranika yang semakin tidak terkendali. Sampai dimana pria itu akhirnya memutuskan menarik kembali apa yang ada ditangannya dengan pasrah.

   "Sepertinya apapun terserah."

   Langkahnya perlahan mendekat, Hiranika semakin melotot. Pria itu kini mendaratkan tubuhnya di atas tubuh Hiranika. Menduduki perutnya, melanjutkan kalimatnya dengan seulas senyum yang bersembunyi dibalik topeng misteriusnya. "Asal bisa mengantarkanmu pada kebahagiaan yang abadi di sana."

CrimesonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang