06 | Raib

18 1 1
                                    

Now Playing: Again and Again - 2PM

-o0o-

[BAGIAN NOL ENAM]
"Siapa?"

-o0o-

   "Kalian lagi ngomongin apa?"

   Suara berat dari arah depan membuat ketiganya terlonjak bukan main. Mereka tidak tahu jika ada seseorang yang mendekat karena tadi mereka dalam keadaan menunduk, sontak saja dagu ketiganya terangkat dengan cepat. Ternyata yang ada di depan mereka adalah Haidan, bukan Bagas. Lumayan lega, semoga saja tadi ia tidak mendengar pembahasan mereka.

   "Cuma membahas kesamaan antara korban satu dan dua,"jawab Rasa yang langsung diangguki oleh Haidan. Rasa berdiri, mengusir kotoran yang tadi menempel di belakangnya, dan ia lupa jika Kasa beserta Zio masih duduk di bawah. Kali ini Rasa menerima pukulan dari Kasa di bagian kakinya sebelum kemudian Kasa berdiri, dan diikuti oleh Zio. Dagu Rasa bergerak sembilan puluh derajat, mencoba menatap kedua rekannya yang kini sama-sama menampilkan ekspresi kesal, dan dengan ringannya Rasa bertanya. "Kenapa?"

   Zio berjalan ke depan Rasa sembari mengangkat tangannya, lalu menggeser kepala Rasa, hingga badannya pun ikut tergeser. Beberapa bumbu kekesalan masih menempel di wajah Zio ketika ia mengajak Haidan untuk segera menunjukkan lokasi Bagas saat ini.

   "Ya udah, ayo cepetan!" Haidan menggerakkan tangannya, membentuk isyarat untuk segera mengikutinya masuk ke dalam rumah yang nampak terbengkalai itu. Dengan tenang mereka bertiga mengikuti Haidan. Kaki mereka mengayun perlahan,menjaga jarak agar tetap berada di belakang Haidan, sembari mengamati kondisi di dalam yang sangat jauh berbeda dengan kondisi di luar. Bagaimana bisa dengan tumbuhan yang demikian rupa di luar namun di dalamnya sangat bersih, bahkan terkesan mewah.

   Tak terasa karena mereka bertiga sangat menikmati pemandangan di dalam, ternyata saat ini mereka telah mencapai ruangan Bagas. Di kursi kebanggaannya, Bagas berlagak seperti seorang raja, hal tersebut didukung oleh gaya kursinya yang nampak seperti di kerajaan. "Duduk,"ucap Bagas sembari menunjuk tiga kursi di hadapannya menggunakan telapak tangannya. Ketiganya pun menurut tanpa bertanya maupun menolak.

   "Berdasar penyelidikan kalian, siapa aja orang yang keliatannya mencurigakan?"tanya Bagas membuat Rasa tersadar jika selama ini ia hanya mencari pelaku yang pasti tanpa menentukan atau mencurigai orang-orang di sekitar Hiranika. Karena terjadi keheningan yang cukup lama, Bagas menyimpulkan bahwa ketiganya belum mencapai dasar itu. Setelah menghembuskan napasnya, Bagas menggeleng. "Bisa-bisanya kalian belum sampai sana,"ucap Bagas sembari terus menggeleng.

   Rasa menggaruk tengkuknya dengan senyum menahan malu. Zio menoleh ke Rasa sesaat, lalu kembali menghadap ke depan sambil memutar bola matanya malas. "Dia memang kurang kompeten." Zio berdecak. Batin Rasa bersuara demikian kurang lebih: "Halah, padahal dia sendiri belum nemuin siapa yang dicurigai, gerak juga gak bisa kalau gak diperintah, cih."

   Zio kembali menoleh ke Rasa, dan melontarkan pertanyaan dengan menginjak gasnya penuh. "Kenapa?!" Rasa tersentak, ia mengira jika Zio bisa membaca pikirannya, namun ternyata Zio melihat ekspresi kesal yang tercetak begitu jelas di wajahnya. "Apanya yang kenapa?"tanya Rasa dengan bola mata yang sukses membola hampir meloncat dari tempatnya. Zio menggeleng, Bagas pun demikian, namun berbeda alasannya, dia merasa lelah karena nampaknya Rasa hanya bermain-main dalam kasus ini.

   "Sudah, lebih baik kita netapin beberapa tersangka, lalu mewawancarai orang tua korban, tim Rasa terusin aja kerjaan kalian kemarin, tunjukin ke kita kalau kalian emang kerja keras buat ini kasus. Sekarang keluar!" Bagas mengangkat tangan kanannya setinggi mata, menggerakkannya dari dalam keluar. Bermaksud mengusir Rasa, Kasa, dan Zio.

CrimesonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang