Hari sudah menjelang gelap ketika Off kembali melangkahkan kakinya keluar dan langsung menuju halte. Dari tempat perhentian bis itu, ia menatap ke arah sekolah, khususnya ke jendela ruang kesenian. Pandngan dari bawah situ, agak lebih sulit karena hari sudah mulai gelap. Kalau siang, mungkin akan lain ceritanya. Apalagi jendela ruang keserian itu sepanjang dinding. Bisa saja kelihatan jelas siapa yang berdiri di sana. Jadi bukan mustahil pelakunya bisa menandai korban yang hendak di bunuhnya. Namun, ada kemungkinan juga, korban adalah pilihan acak. Dan si pelaku ini, adalah seorang pcyco. Seorang yang mengalami gangguan jiwa. Dan ironisnya, kemungkinan besar, adalah salah satu dari siswa SMU Raikan Topeni itu sendiri.
^^^
"Singto!"
Sebuah suara nyaring terdengar sedikit mengejutkan cowok yang sedang sibuk menekuni berlembar-lembar fotonya, di sebuah studio foto. Serta merta kepalanya mendongak demi mencari sumber suara yang amat dikenalnya.
"Krist!" serunya kesal.
Laki-laki cantik yang menyapa tampak cengar-cengir. "kaget ya?"
Singto menggeleng-menggeleng kepalanya. "Ada apa malam-malam kemari Krist?"
"Mau fotokopi tugas nih."
Singto mendelik. "Hanya mau fotokopi kamu datang kemari? Sejauh ini? Mana gerimis lagi!"
Krist menyeringai. "Hujanya udah reda, Kok. Lagian kan kangen."
"Haduh, Krist. Di sekolah kan kita sudah bertemu setiap hari."
"Tapi aku kangen, masa ngak boleh?"
"Bukan ngak boleh kangen. Tapi aku merasa ngak nyaman aja kamu datang kemari sendirian. Kamu gak ingat apa yang telah menimpa temanmu, Prem."
Krist cemberut. "Ingat. Tapi masa kamu berpikiran kalok aku bakal seperti itu sih?"
Singto menghela napas dalam-dalam, "Krist, kedatanganmu malam-malam begini membuatku cemas! Ingat apa pesan polisi tadi sore? Jangan keluar rumah jika tidak benar-benar penting."
"Tugas ini kan juga penting!" penggak Krist cepat.
Singto mendelik. "Atau keluar seorang diri tanpa teman ... "
"Cuma kemari kok, ngak kemana-mana."
"Hhh! Sini yang mau di fotokopi. Abis itu aku antar pulang."
Krist menyeringai. Namun, begitu kertas tugasnya selesai difotokopi, mendadak terdengar suara rebut-ribut dari dalam studio tempat Singto bekerja paruh waktu.
"Ada apa?" tanya Krist memandang Singto.
Belum sempat Singto menjawab, seorang wanita muda keluar dengan tergopoh-gopoh, sambil menyeret tas dan kopernya, sementara tanganya yang lain memegang perutnya yang membuncit.
"Sing, buruan tutup toko dan antar aku ke rumah sakit. Sudah waktuya nih!" teriak si wanita, tampak kepayahan membawa tubuhnya yang sedang hamil tua.
"Iya,Mbak" Singto langsung memandang Krist "Krist ... "
"Ya sudah, ngak apa-apa Kok. Akukan bisa pulang sendiri, pakek itu," kata Krist seraya menunjuk sepedanya.
"Tapi, kamu harus hati-hati Ya Krist. Jangan sampai kenapa-napa!" ucap Singto, seraya menurunkan Rolling door toko milik kakaknya tersebut.
"Iya, kamu juga hati-hati."
Singto mengangguk.
Beberapa saat kemudian, sebuah kepala menyembul dari jendela mobil, menyeringai. " Krist, aku pinjem pacarmu dulu! Soalnya udeh kebelt banget, nih. Si calon daddy kejebak macet!" teriak wanita hamil tersebut tersenyum pada Krist.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mīdมีด Teror Di Sekolah
Mystery / ThrillerWarning!!! Mohon untuk tidak mengaggap serius cerita di atas. Segala hal yang terjai dalam cerita murni hasil karangan. Saya hanya mengunakan nama karakter yang saya suka, jika ada kesalahan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dendam,, akan kehil...