Arsya berjalan beriringan bersama Adit menuju ruangan gadis yang diselamatkannya tempo hari.
Selama beberapa hari terakhir Arsya sudah berusaha semampunya untuk mencari tahu identitas gadis itu, namun tidak membuahkan hasil apapun.
Arsya masih sedikit ragu dengan keputusannya hari ini, entah itu akan membuat keadaan menjadi lebih baik atau makin memburuk.
Arsya berharap setelah ini akan ada hal baik terjadi dan semuanya akan baik-baik saja, karena Arsya hanya ingin hidup tenang bersama bayi kecilnya tanpa ada masalah lagi.
Sesampai nya di ruangan, Adit melihat kegelisahan diraut wajah atasannya.
Adit dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Arsya, Laki-laki itu hanya mencoba yang terbaik untuk menyelesaikan semuanya.
"Apa Bapak yakin dengan keputusan Bapak?." Tanya Adit memastikan.
"Tidak ada cara lain, Saya hanya takut nyawa nya berada dalam bahaya, setidaknya dengan cara ini, Saya berharap Dia akan baik-baik saja." Ungkap Arsya dengan tulus sambil memandang kearah sang gadis yang terbaring di atas ranjangnya.
Sejak kejadian tempo hari lalu, Arsya terus berpikir cara terbaik untuk melindungi wanita itu jika memang benar nyawanya berada dalam bahaya.
Arsya berharap cara yang Dia gunakan bisa melindungi wanita itu setidaknya hingga ingatannya kembali dan Dia bisa kembali ke keluarganya.
Sesaat Doktor masuk kedalam ruangan.
"Pasien akan dipindahkan keruang operasi dan akan segera melakukan Prosedur operasi pada wajahnya, mungkin ini akan memakan waktu 1-2 jam setelah operasi selesai pasien akan di pindahkan keruang rawat. Saya harap selama pasien dirawat tolong terus awasi Dia sampai perbannya dilepas." Jelas doktor.
"Baik Dok, tolong lakukan yang terbaik!." Ucap Arsya.
"Kami akan mengusahakan yang terbaik untuk pasien." Ucap Doktor, lalu mengisyaratkan kepada para suster untuk memindahkan ranjang keruang operasi.
Para suster segera melakukan tugasnya.
"Saya permisi dulu!." Ucap Doktor sambil berlalu pergi dengan iringan keruang operasi.
Arsya terduduk di atas sofa, sejak semalam Dia tidak bisa tidur dengan tenang karena terus memikirkan tentang keputusannya untuk menggunakan wajah Amanda.
Dia sadar jika keputusannya ini akan berdampak besar bagi kehidupannya, tapi jika Arsya lepas tangan begitu saja Dia takut nyawa gadis itu berada dalam bahaya, mengingat kejadian tempo hari membuat nya benar-benar tidak bisa tenang.
"Bapak sudah melakukan yang terbaik." Ucap Adit memberi semangat, Dia sadar Arsya sedang berada di ambang keraguan tentang keputusannya.
Tapi bagi Adit keputusan yang Arsya pilih adalah jalan terbaik, apalagi Arsya sudah menceritakan tentang kejadian tempo hari Saat gadis itu mengingau ketakutan.
Adit yakin ada sesuatu dibalik kecelakaan hebat yang dialami gadis itu, mengingat identitasnya yang sangat sulit ditemukan.
"Saya takut keputusan ini akan menyakiti banyak orang termasuk Amanda!."
Adit tersenyum sambil menepuk lembut bahu atasannya itu yang sedang dilanda dilema besar.
"Jika Saya jadi Ibuk Amanda, Saya pasti sangat bangga memiliki suami seperti bapak, selain tampan dan kaya raya bapak juga sangat bertanggung jawab, Anda mengesampingkan ego untuk menyelamat nyawa seseorang, jika itu Saya?." Ucap Adit terdiam sesaat sambil menggeleng- geleng pelan.
"Saya pasti tidak bisa sekeren Bapak! Anda benar-benar panutan saya." Ucap Adit berbinar-binar.
"Berhenti bicara omong kosong!."Ucap Arsya beranjak bangun, berbagi cerita kepada Adit hanya membuat suasana hatinya makin buruk.
"Saya akan pulang dan menemui Marsya. Tolong jaga Dia sampai operasi selesai, jika terjadi sesuatu segera kabari Saya!."
"Siap laksanakan Pak!."
***
Arsya berjalan kearah kamar Marsya terlihat bayi kecilnya dengan sedang bermain bersama babysitter nya.
"Bapak sudah pulang?." Tanya Lula, pengasuh Marsya.
Arsya mengangguk dengan seulas senyum tipis.
"Suster bisa istirahat, Saya akan berganti untuk menjaga Marsya."
"Tapi pak? Bapak baru saja pulang bekerja, lebih baik Anda beristirahat dulu sebentar untuk menghilangkan lelah." Saran Lula karena melihat wajah Arsya yang kelelahan.
"Saya baik-baik saja, hari ini Saya ingin menghabiskan waktu bersama Marsya jadi suster bisa istirahat."
"Baiklah, jika bapak butuh saya Bapak bisa memanggil saya, kalau begitu Saya permisi dulu!."
Arsya hanya mengangguk dengan diiringi kepergian Lula dari kamar.
kini Arsya hanya tinggal berdua bersama Marsya didalam kamar yang didesain sendiri oleh Amanda untuk bayi kecilnya, saat masih hidup Amanda adalah seorang Arsitek muda yang berbakat.
Arsya menggendong Marsya kedalam pelukannya, hatinya terasa kosong dan hampa.
Marsya tersenyum lembut kearah sang Ayah sambil memainkan tangan kecilnya, seolah memberi kekuatan untuk Arsya yang sedang rapuh tanpa penopang, sekarang hanya Marsya yang menjadi kekuatan terbesar nya untuk bertahan di tengah tekanan batin yang sedang melandanya.
"Marsya mulai sekarang akan ada seseorang yang mirip dengan ibumu, maafkan Ayah jika keputusan Ayah ini sangat jahat untuk Mu dan juga Ibu, tapi Ayah tidak bermaksud menyakiti kalian, Ayah hanya ingin menyelamatkan nyawa seseorang dengan wajah ibumu. Ayah harap saat Kamu dewasa nanti Kamu akan mengerti dengan keputusan Ayah, Tolong jangan membenci Ayah!." Ucap Arsya sambil mencium kening bayinya.
Arsya kembali menidurkan Marsya kedalam keranjang bayi dan berjalan kearah meja yang terletak di sudut ruangan.
Tangan Arsya bergerak meraih sebuah bingkai foto di atas meja.
"Sayang, Ayo minum susunya dulu!." perintah Arsya sambil meletakkan segelas susu ibu hamil di atas meja.
Amanda hanya melirik sekilas, lalu kembali fokus pada Desain interior nya.
Arsya berjalan kearah Amanda dan memeluk hangat sang istri dari belakang.
"Kamu kan udah janji buat gak terlalu memaksakan diri, Doktor juga bilang Kamu harus banyak istirahat. Padahal kan Aku bisa suruh orang buat bikin Desain terbaik sesuai keinginan Kamu."
"Sesuatu yang dilakukan oleh seorang ibu untuk anaknya jauh lebih terasa bernilai, dibandingkan dilakukan oleh orang lain."
"Tapi kan Aku khawatir, gimana kalau nanti Kamu kecapean?."
"Aku baik-baik aja kok! Jadi Kamu gak perlu Khawatir, Aku hanya ingin melakukan sesuatu yang akan diingat oleh anak kita nanti."
Arsya menghela nafas panjang dengan raut wajah gusar, ini bukan waktunya untuk bersedih.
"Sekarang waktunya tidur bukan bekerja!." Ucap Arsya sambil menggendong paksa Amanda kedalam pelukannya.
"Arsya!..." Teriak Amanda terkejut.
Arsya hanya tersenyum nakal dan terus berjalan sambil menggendong Amanda menuju kedalam kamar tidur.
Brak...
Suara pintu kamar yang terbuka membuat Arsya menoleh ke sumber suara dan mendapati Lula dengan wajah ketakutan.
"Tuan, gawat!." Ucap Lula yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
Membuat Lamunan Arsya tentang kenangannya bersama Amanda buyar begitu saja, Arsya segera meletakkan Foto Amanda kembali di atas meja dan berjalan mendekat kearah Lula.
"Ada apa Lula? Kenapa Kamu seperti orang ketakutan.?"
"Nyonya besar... Nyonya besar ada di bawah Tuan."
"Apa! Mama disini?."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Lie Inside Marriage
أدب المراهقينSetelah kepergian Amanda tepat dihari kelahiran sang buah hati, Arsya berjuang seorang diri menjadi figur Ayah sekaligus Ibu untuk membesarkan sang buah hati tanpa istri tercinta disampingnya. Hingga takdir mempertemukan Arsya dan Tania dalam sebuah...