♔ 01 ♔

15 2 0
                                    

"1, 2, 3, ..., 17. Lebih 3 dari tahun lalu ternyata. Boleh juga nih!" ucapnya sembari menghitung tumpukan beraneka macam bunga tergeletak di atas mejanya.

Dimasukkan semua tangkai bunga itu ke dalam paperbag yang sengaja ia bawa hari ini dan menuju ke arah loker.

Ia berhenti di depan loker yang bertuliskan namanya.

Sonya Shihan. Nama elok itu terpampang jelas.

Siapa yang tak kenal dengan Sonya Shihan.

Primadona yang namanya tidak asing bahkan untuk murid yang tidak bersekolah di SMA Pelita Mulia. 

Dengan followers sebanyak 40 ribu lebih di berbagai macam media sosial membuat nama untuk dirinya sendiri.

Menerima endorsean sana sini membuatnya kewalahan. Maka dari itu, ia memiliki manajer eksklusif untuk seorang diri. Tapi, hasilnya pun tidak main-main. Sekali mengunggah foto berkaitan produk yang ia promosikan, uang mengalir ke rekening banknya.

Terlebih, ayahnya adalah chairman dari Azure Group, perusahaan yang menaungi beberapa saluran TV ternama dengan kualitas yang tidak main-main. Sementara ibunya adalah mantan model yang berada di puncak kejayaan pada tahun 90-an yang kini harus menjadi ibu rumah tangga.

Semua teman-teman di dalam sirkelnya terkagum waktu pertama kali berkunjung ke dalam rumahnya. Tak heran, apakah kalian pernah melihat rumah 6 lantai dengan 2 lift, kolam renang di atas rumah, home theater, dan ratusan pembantu yang bekerja di sana.

Bisa dibilang bahwa Sonya belum pernah merasakan yang orang-orang bilang "kekurangan" selama hidup mereka.

Oleh karena itu, jangan heran jika kalian melihat seorang murid diantar ke sekolah menggunakan limousine dan mengenakan pakaian dan aksesoris bermerek dalam kesehariannya.

Ya, sebegitu kayalah orangtuanya dan Sonya Shihan.

Kembali ke cerita, Sonya kini dihadapkan oleh lokernya yang amat penuh itu. Di dinding, ia sudah menyiapkan tempat khusus untuk menyetor semua perintilan yang diberikan kepadanya oleh pemuja setianya.

Ditaruhnya 17 tangkai bunga mawar untuk bergabung bersama puluhan lainnya dari Valentine's Day tahun-tahun sebelumnya.

Tangan putihnya meraih kaca dan setelah melihat cerminan wajahnya, ia merapihkan rambut hitam panjangnya agar segar dilihat.

"Perfect" dia bergumam.

Ia menuju kembali ke dalam kelas 11 IPA 2, dimana ia harus melewati lorong yang dipenuhi lelaki berhidung belang yang memerhatikannya secara terus-menerus dan beberapa siswi yang menatapnya dengan kebencian, bahkan beberapa diantaranya sibuk berbincang di antara dirinya masing-masing.

Sesampainya di kelas, ia segera berlari pelan ke arah bangkunya, di pojok kiri, barisan ketiga dari depan. 

Ia menyapa Bilqis, sahabat sekaligus teman duduknya yang tengah tertidur pulas itu.

"Oy, bangun Qis. Lima menit lagi pelajaran Si Maung loh." Ia berbicara pelan kepada Bilqis yang masih berada di alam mimpinya.

Setelah beberapa guncangan, temannya itu pun tersadar dan seperti biasa, mempersiapkan buku Biologinya.

Tepat setelah bel berdering, guru dengan julukan 'Si Maung' itu melangkahkan kaki ke dalam ruangan kelas yang kini telah sunyi itu.

Setelah semua murid berdiri, sang ketua kelas pun berseru dengan lantang,

"Beri salam!"

"Selamat pagi, Pak Widodo." jawab siswa-siswi dengan serentak, walaupun beberapa diantaranya terdengar lesu.

FameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang