[TELAH TERBIT OLEH HAEBARA PUBLISHER]
Sebuah kisah mistis menyebar di seluruh penjuru desa Yokihora. Kabarnya ada Hantu Bertopeng yang mendiami wilayah hutan di sebelah selatan desa. Namun tanpa warga ketahui, yang mereka sebut Hantu Bertopeng itu...
Gumpalan awan hitam menghiasi langit. Kilat yang menyambar memberikan kesan suram dan mengerikan keadaan di luar. Sebentar lagi hujan badai pasti akan tiba. Seorang pria berdiri di balik jendela besar tanpa penghalang yang memberikan gambaran di luar sana. Dapat di dengarnya suara guntur yang menggelegar. Hujan badai sama sekali tak membuatnya takut. Baginya kehidupannya yang mengerikan telah menelan habis rasa takutnya.
Guntur yang kembali mengamuk kini disertai derai air hujan yang menghantam bumi. Aroma petrikor mulai tercium oleh pria tersebut. Ia bergeming menatap lekat pemandangan di luar sana. Hanya ada pepohonan tinggi yang menjulang dimana-mana. Seketika pria itu teringat akan bunga yang mekar di halaman rumahnya. Ia mengarahkan pandangannya menatap bunga cantik yang telah tertelan air hujan. Oh tidak, ia lupa untuk membuat aliran air disekitar bunga tersebut. Ini merupakan hujan pertama dalam tiga bulan terakhir.
Berselimut jas hujan dengan sebuah topeng yang dikenakannya, pria itu melangkah membelah hujan lebat. Ia menghampiri tempat bunga cantiknya tumbuh. Digalinya dalam-dalam tanah disekeliling bunga tersebut. Sebuah aliran air tercipta melindungi bunga-bunga itu dari genangan air yang menenggelamkannya. Pria itu menatap sekilas bunga yang telah tumbuh sejak ia menginjakkan kaki di rumah itu. Rumah terpencil yang terletak di tengah hutan.
Bunga berwarna biru itu tampak indah dibawah rinai hujan. "Smeraldo yang cantik," ucap pria itu di balik topeng yang dikenakannya. Ia pun lantas berbalik kembali menuju rumahnya.
🎭🎭🎭
Di sebuah pedesaan yang terletak di utara hutan, seorang gadis juga memandang hujan badai sore itu dengan wajah cerahnya. Tidak ada sinar matahari. Gumpalan awan hitam itu menghalangi matahari bersinar, sehingga ia dapat membuka jendela rumah lebar-lebar. Gadis dengan pakaian sederhananya berdiri di balik jendela sembari menengadahkan telapak tangannya. Ia meraih rintik hujan yang membasahinya. Sebuah tawa kecil tak dapat disembunyikan gadis itu. Ia tidak takut terhadap kilat yang menyambar ataupun guntur yang menggelegar.
Seorang pria paruh baya yang melangkah melewati kamar putrinya harus menghentikan langkahnya. Ia dapat melihat dari celah pintu yang terbuka bahwa putrinya itu tengah memandang keluar jendela. Segera saja pria itu membuka pintu lebar dan melangkah menghampiri putrinya.
"Eren, mengapa kau membuka jendela begitu lebar?" ucap Ki Septo menarik putrinya sedikit menjauh.
"Tidak apa-apa, Ayah. Saat ini sedang hujan. Tidak ada sinar matahari yang terpancar," balas gadis itu.
Benar saja, pria itu baru menyadari jika diluar sana tengah hujan badai. Ia perlahan melepaskan rengkuhannya pada kedua pundak putrinya. Eren kembali melangkah menghampiri jendela. Pria itu memandangi putrinya yang tampak bahagia. Kamar yang biasanya bernuansa gelap kini terlihat sedikit cerah.
Suara ketukan pada pintu rumah mengalihkan perhatian Ki Septo. Ia bergegas membuka pintu rumah yang disambut warga desa yang basah kuyup merintih kesakitan. Ki Septo memapahnya memasuki rumah dan membaringkan di atas lantai.
"Apa keluhan yang dirasakan?" tanya Ki Septo kepada istri pria yang kesakitan itu.
"Ia merasa perutnya sangat sakit. Sepertinya ia keracunan makanan basi," ucap sang istri tersebut.
"Mengapa kalian mengonsumsi makanan basi?" tanya Ki Septo sembari menyiapkan obat-obatan tradisional untuk menyembuhkannya.
"Ki Septo seperti tidak tahu saja. Sudah hampir tiga bulan panen desa selalu gagal. Kita tidak memiliki banyak persediaan makanan segar yang tersisa. Uang juga tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari," jelas sang istri itu kembali.
Ki Septo hanya dapat menatap prihatin kepada warganya. Ia sebagai seorang tabib desa selalu mendengar keluhan warga terkait sumber daya yang minim. Oleh karena itu, banyak dari warga yang tidak tanggung-tanggung mengonsumsi makanan basi untuk bertahan hidup.
"Kita berdoa saja semoga setelah hujan ini Tuhan akan memberikan kemakmuran bagi desa kita," ucap Ki Septo. Merasa ada sesuatu yang kurang, pria itu memanggil putrinya untuk mengambilkan segelas air.
Eren yang tengah asyik menikmati hujan menghentikan aktivitasnya. Ia berlalu menuruti perintah Ki Septo.
Hujan telah berhenti menyisakan titik-titik air yang jatuh dari ujung genting rumah. Bersamaan dengan itu malam telah tiba menyelimuti. Lampu-lampu rumah menyala untuk menyinari kegelapan. Jika semua orang masuk ke dalam rumah, entah mendengarkan radio, atau bersiap untuk tidur, berbeda dengan gadis berusia dua puluh tahun itu. Eren mengenakan jubahnya dan melangkah keluar rumah. Di tengah gelapnya malam, gadis itu melangkah riang memasuki hutan dengan lampu minyak sebagai penerangan.
Eren menghentikan langkahnya pada ujung tebing yang menyajikan lautan luas di bawah sana. Pada malam yang sunyi gadis itu dapat mendengar suara deburan ombak yang menghantam batu di sisi barat hutan. Tempat itu telah menjadi hiburannya sejak berusia enam tahun. Ketika ia tidak dapat lagi bermain bersama teman seusianya dan harus menghabiskan waktu sepanjang hari di dalam rumah, gadis itu menciptakan dunianya sendiri. Ia akan pergi keluar rumah ketika matahari mulai bersembunyi. Bahkan orang-orang memberikan julukan kepadanya Gadis Vampire. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Ia memang hanya dapat keluar dari persembunyian ketika kegelapan menyapa bumi, layaknya seorang vampire. Hanya saja ia tidak menghisap darah manusia.
Tak jauh dari tempat gadis itu mendudukan diri, seseorang juga tengah berdiri menatap lautan luas yang membentang. Pria yang tinggal di rumah terpencil di dalam hutan berdiri disana, tak melupakan topeng yang selalu dikenakannya.
Sebuah kisah mistis tersebar luas di Desa Yokihora, tempat Eren tinggal. Menurut orang-orang, jika berkeliaran di hutan pada malam hari akan bertemu dengan hantu bertopeng yang menyeramkan. Tetapi tidak ada yang tahu kebenaran tentang kisah mistis tersebut. Bahkan orang-orang tidak tahu jika hantu yang mereka sebutkan itu hanyalah seorang manusia biasa yang mengasingkan diri.
Puas memandangi lautan dan mendengarkan musik alami, gadis itu bangkit berdiri meraih lampu minyaknya. Ketika hendak melangkah pergi, Eren terkejut dengan keberadaan seseorang di sana. Orang tersebut sama terkejutnya karena bertemu dengan manusia lain di hutan itu.
Gadis itu mematung ditempat. Seseorang bertopeng berdiri tak jauh dari tempatnya. Jujur saja rasa ketakutan telah melingkupi gadis itu. Ia menelan kelu ludahnya. Keringat dingin bahkan bercucuran di pelipisnya. Apakah dia hantu bertopeng yang dibicarakan orang-orang?, batin gadis itu menggigit bibir bawahnya.
- To be continue -
🎭 🎭 🎭
Hai! Apa kabar?
Senang sekali author dapat kembali dengan cerita baru di tahun ini. Cerita ini murni karya author yang terinspirasi dari kisah klasik nan romantis, La Citta di Smeraldo.
Kalian pasti pernah mendengar cerita tersebut, bukan? Author mengambil garis besarnya dan dikembangkan sendiri dengan ide yang muncul dalam kepala.
Mungkin masih terdapat kekurangan dalam mengembangkan cerita ini. Tetapi author harap kalian akan menyukai dan terus mengikuti kisah ini hingga akhir.
Cinta kalian sangat berarti bagi author. Kalian dapat mendukung author dengan vote dan komen. Kalian bebas memberikan opini, kritik, dan saran kepada author.
Jangan bosan menunggu kelanjutan ceritanya yaa^^
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.