16. Caring figure

10.7K 1.2K 51
                                    

Kemarin sore Renjun pergi ke apotek untuk membeli obat alergi bulu kucing , juga obat alergi makanan. Jeno bilang ia kadang selalu merasakan gatal-gatal di kulitnya setelah memakan makanan yang mengandung susu. Kini Renjun tengah memasukkan obat-obat itu ke dalam kotak mini yang selalu ia simpan di loker sekolahnya. Kotak itu berisi plester, obat merah, vitamin.

"Sedang apa? Serius sekali." Jeno datang sambil merangkul bahu Renjun, mengecup pipi gembil si mungil.

Renjun dengan reflek menjauhkan kepalanya, tak mau Jeno melakukan kecupan lain di wajahnya. Bukan karena Renjun tak suka, tapi Renjun sadar bahwa banyak orang yang berada di sekitarnya. Ini jam makan siang, dan tentu saja banyak siswa yang berkeliaran diluar kelas. Bahkan Renjun dapat merasakan tatapan mereka langsung tertuju padanya begitu Jeno datang. Renjun tak masalah jika hanya rangkulan atau genggaman tangan di depan banyak orang, tapi untuk sebuah ciuman ia tak terbiasa.

"Jeno." Tegur Renjun, sementara si dominan hanya tersenyum. Jeno tak bisa menahan diri untuk tidak mecuri satu kecupan pada Renjun, ia selalu ingin memperlihatkan bagaimana ia mencintai Renjun-nya. Jeno ingin semua orang tau, Renjun itu miliknya.

"Oh? Ini obat alergi?" Jeno menunjuk salahsatu benda yang berada dalam kotak di dalam genggaman Renjun.

"Iya, ini obat untuk alergimu. Kita tak tau mungkin saja nanti tiba-tiba ada segerombol kucing yang datang ke sekolah dan mendekatimu. Aku membeli masker juga, jadi kalau kau membutuhkannya, ambil saja disini." Renjun menyimpan kotak itu ke dalam lokernya.

Jeno tersenyum lebar, Renjun begitu memperhatikannya. Bukankah Jeno begitu beruntung mendapatkan Renjun? Jeno menarik pinggang Renjun agar berhadapan dengannya, memeluk tubuh itu dengan kedua lengannya. Sementara Renjun panik, ia melirik sana-sini untuk memastikan tidak ada orang disana. Tapi Renjun masih melihat ada beberapa orang di lorong itu, meskipun tidak sebanyak tadi.

Renjun mencoba mendorong tubuh Jeno, namun Jeno begitu kukuh memeluknya. "Jeno, kau sudah makan siang?" Mendongak, Renjun mencoba mengalihkan perhatian Jeno, siapatau pelukan itu akan dilepas.

"Sudah. Aku makan siang bersama kak Mark dan Haechan seperti biasa." Jawab Jeno, ia tetap erat memeluk pinggang ramping kekasihnya. Sementara matanya menatap penuh sayang pada Renjun.

Jeno kini menolehkan kepalanya, persis seperti Renjun tadi untuk melihat keberadaan orang-orang di sekitarnya. Jeno sadar, lorong ini mulai sepi. Dan kini hanya tersisa mereka berdua juga ada tiga orang lain di kursi panjang yang cukup jauh dari mereka.

"Tak ada orang lain, Kitten." Jeno mendekatkan wajahnya pada Renjun, mengecup ranum itu.

"Jeno, masih ada orang." Renjun masih mencoba menjauhkan Jeno. Jeno mengerang, ia menatap tepat manik Renjun. "Mereka tak akan melihat kita Renjun, percaya padaku." Jeno meyakinkan Renjun dengan senyuman tipis miliknya.

Begitu tak merasakan gelagat penolakan lagi, Jeno kembali mempertemukan bibirnya dengan bibir Renjun. Memagutnya pelan, melumat bibir itu penuh perasaan. Ah, bibir Renjun candu bagi Jeno. Jeno dapat merasakan Renjun yang mulai membalas ciumannya, Jeno mengusap punggung Renjun perlahan. Tak lama Renjun meremas pinggang Jeno, mengisyaratkan ia mulai kehabisan napas. Jeno melepas ciumannya, menunduk untuk melihat Renjun yang tengah mengatur deru napasnya yang memburu. Pipi Renjun bersemu kemerahan, mengingat barusan mereka melakukan ciuman panas di lorong sekolahan. Jeno terkeke melihat itu, ia membelai kedua pipi halus Renjun yang masih merona.

"Sebentar lagi bel masuk," Jeno meraih tangan Renjun, menggenggam tangan mungil itu. "Aku antar ke kelas." Renjun membalas genggaman itu, ia mengangguk.

"Hari kamis nanti aku ada latihan basket, kau datang, ya?" Jeno mengusap punggung tangan Renjun.

Renjun menoleh. "Aku juga harus menyelesaikan lukisanku." Jeno dapat menangkap raut bersalah diwajah kekasihnya.

Be There For You ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang