Vero akhirnya menyelesaikan tugasnya. Dia menghela napas panjang lalu meregangkan badannya yang terasa pegal. hampir dua jam penuh dia kesana kemari membersihkan empat bilik toilet di lantai tiga ini. Vero merogoh saku celananya dan mengeluarkan hape nya dari sana.
Tuut~Tuut~
Vero berusaha menyambungkan teleponnya pada Mikaela- adiknya untuk bertanya posisi dia dimana untuk Vero bisa menjemput dan mengantarnya pulang seperti yang Mama nya suruh.
"Halo kak, kenapa?" Tanya Mikaela ketika telepon mereka tersambung satu sama lain.
"Kamu dimana? kakak mau jemput nih."
"Di seberang sekolah kakak. di tukang boba."
"Ya sudah, kakak ambil motor dulu nanti kakak susul kesitu." Vero memutuskan sambungannya dan bergegas lari saat dirinya selesai meletakkan alat-alat pembersih ke tempatnya.
Di gerbang depan sekolahnya, Vero menghentikan larinya. Di seberang sana Vero melihat Mikaela sedang berbicara pada seseorang laki-laki yang bahkan tidak dia kenal sebelumnya. Dan yang mengejutkan, tak lama Adiknya berciuman dengan laki-laki itu. Ya, bibir mereka saling menempel satu sama lain sesaat.
Vero yang melihat hal itu mematung terdiam. Apa yang adiknya lakukan disaat usianya bahkan belum menginjak cukup untuk melakukan hal seperti itu. Sungguh tidak senonoh dan di tempat umum pula.
Vero kembali berlari kecil menuju motornya yang dia parkir di minimarket yang tidak jauh dari sana. Menyalakan motornya lalu menjalankan dan menepi di hadapan adiknya. Laki-laki yang dia lihat masih berada disana ketika dirinya tiba.
"El, pulang." Vero langsung menyodorkan helm pada Mikaela. Laki-laki itu menunjukkan senyum ramahnya pada Vero tapi Vero tidak mempedulikan nya.
"Kak, ini teman aku nam-"
"Mikaela, pake helm nya. Pulang!" Vero memotong omongan Mikaela dengan nada naik satu oktaf. Mikaela hanya diam menuruti perintah kakaknya itu sambil melambaikan tangannya pada laki-laki tersebut. " Duluan Ko." Laki-laki itu hanya menjawab dengan anggukan pelan. Motor Vero pun meninggalkannya disana dan melesat di jalanan.
"Kak. Kakak kenapa sih jutek banget sama Chiko tadi?"Tanya Mikaela saat Vero masih sibuk mengendarai kendaraannya di jalan raya.
"Chiko siapa?" Ucap Vero bertanya balik.
"Temen aku yang tadi di tukang boba. Kakak kenapa jutek gitu sih? aku kan jadi gak enak sama dia."
"Gak enak sama temen apa pacar. Yang bener kalau ngomong." Ucap Vero. Dirinya masih tetap fokus pada jalanan.
"P-pacar? maksud kakak apa? kan tahu sendiri keluarga kita gak ngizinin buat pacaran dulu sebelum usia 20 an."
"Tahu gitu kenapa kamu langgar? kakak lihat El."
Mikaela diam sesaat, "Liat apa? demit?"
"Kamu cipokan kan sama si Chiko itu?"
Plak
Mikaela memukul bahu Vero dengan kencang. " jadi maksud kakak aku murahan gitu cipokan sama sembarang orang?!"
"Lah kok kamu ngamuk, dia teman kamu kan tadi katanya?"
"Emang teman."
"Teman apa pacar?" Tanya Vero
"Teman."
"Pacar apa teman?" Tanya Vero untuk yang kedua kalinya
"Pa-teman." Elak Mikaela. Vero membalas dengan tawa. " Ih, kakak ngeselin. Turunin disini aja udah." Mikaela merengek. Sambil kembali memukul bahu Vero kencang.
"Apaan sih El. Tinggal satu belokan lagi juga udah sampai rumah."
"Bodo. Punya kakak ngeselin." Mikaela melepaskan pegangannya pada kakaknya itu dan memilih melipatkan tangannya.
Vero memarkirkan motornya di depan pekarangan rumah. Mikaela langsung turun dan berjalan cepat meninggalkan Vero. Belum sempat ia melakukannya, Vero memegang pergelangan tangannya. Menahan Mikaela untuk pergi.
"El. Kalau kamu gak ada hubungan apa-apa sama si Chiko itu, kamu mending gak usah deket-deket sama dia."
Mikaela melepas pegangan Vero dengan paksa, "Kakak bisa gak sih gak usah ikut campur urusan aku?" Mikaela memasang wajah sinis.
"Ya maksud kakak kan baik El. Chiko gak baik buat kamu."
"Emang kakak tahu apa sih tentang Chiko? yang lebih kenal Chiko itu aku, bukan kakak. Lagian dia orangnya baik kok."
"Orang baik gak mungkin ngelakuin hal gak senonoh sama perempuan kayak tadi. Kamu pikir tindakan kalian itu masih dibatas wajar? kalian masih di bawah umur El." Vero berusaha melembutkan suaranya. Suasana sudah bersitegang sekarang, Vero tidak ingin memperkeruh suasana.
"Cukup! asal kakak tahu. Orang yang kakak anggap gak baik itu adalah orang yang temenin aku disaat aku terpuruk!" Mikaela membalikkan badannya, berniat pergi-Vero kembali menahan adiknya untuk tidak pergi.
Plak
Dengan lembut tangan Mikaela mendarat di pipi kanan Vero. Ini adalah kali pertama Vero mendapatkan tamparan dari adik perempuannya itu. "Kalo aku bisa negosiasi sama tuhan. aku gak mau punya kakak kayak kamu."
Pegangan Vero melemah. Dia terdiam. Mikaela melepas dengan paksa dan berjalan sambil mengusap wajahnya yang beberapa detik kemudian air dari matanya tumpah tidak bisa dibendung lagi.
"Ehh, Vero itu Mikaela kenapa?" Mama nya keluar dari dalam rumah sambil memasang wajah cemas. "Ver, Mikaela kenapa?" Vero memegang tangan Mama nya dengan yakin "Ma, maaf. Vero belum bisa kasih tahu sekarang. nanti kalau Vero udah siap Vero kasih tahu ya." Lalu Vero berjalan masuk kedalam rumah. Meninggalkan tanda tanya untuk Mama nya.
...
Vero berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya. Memikirkan perkataan adiknya tadi siang. Sejak kapan Mikaela terpuruk? apa penyebabnya? dan kenapa Vero bisa tidak tahu hal itu terjadi pada adiknya? karena di bayangan Vero Mikaela adalah gadis pintar, dan bahkan sudah dewasa dalam menyikapi masalahnya sendiri. Semua kalimat itu terus berputar di pikirannya.
Tidak lama lamunan Vero buyar oleh dering dari hape nya yang ternyata dari teman-temannya. Jerry, Tyas, dan Rasi tentu saja.
"Heyy guys!" Seru Jerry dari seberang sana berbalut baju lengan panjang bergaris-garis dan training abu panjang.
"Ada apa nih tumben Vidcall segala." Ucap Vero sambil merapihkan rambutnya yang sediki berantakan.
"Tahu tuh si Jerry. Mau bahas apa Jer?" Tanya Rasi yang disusul dengan tawa kecil Tyas, "Ras, lo udah siap gibah apa gimana sih?" Rasi cemberut " Ya kalau mau gibah gas ngeng aja gitu Ty gimana sih ah."
"Mending gibahin si Vero aja dah Ras. Ver, gimana nyikat toilet nya. Bersih kagak?" Tanya Jerry lalu tertawa lepas seperti tidak ada beban.
"Kampret lo Jer. Bersih lah sama gue tuh toilet anak cowok lantai tiga. Harum semerbak khasnya juga sampai kagak kecium kayaknya."
"Si Vero kenapa nyikat toilet dah? Siapa yang nyuruh?" Tanya Rasi yang daritadi hanya sibuk memperhatikan obrolan Vero dan Jerry.
"Ya siapa lagi Ras, guru yang hukumannya nyikat toilet. Ya Bu-"
"-EKAAA." Jerry dan Tyas berseru bersama. "Nah tuh dikasih tahu." Ucap Vero
"Kasih tempe Ver." Rasi membalas dengan candaan garingnya. Jerry dan Tyas tertawa kecil. "Apaan sih lo Ras gak jelas dah."
"Eh, gue mau nanya sesuatu sama kalian." Ucap Vero. Semua langsung terdiam. berniat mendengarkan pertanyaan Vero. "Gue jadi teman kalian udah cukup baik kan?"
Lama mereka terdiam, lalu disusul dengan tawa renyah khas masing-masing. "Ver, pertanyaan lo apaan sih. Gak, lo jahat. Ya baik lah." Jawab Rasi, lalu disusul dengan anggukan Tyas dan Jerry yang hampir berbarengan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be as One
Teen FictionAda yang bilang keluarga itu satu kesatuan utuh. tempat pulang dan kembali kita dari dunia yang bikin kita jenuh dan terpuruk. Tapi bagi Vero tidak demikian. Vero sendirian, tidak ada yang bisa mengerti dirinya selain dirinya sendiri. Selalu ada yan...