"Apa?!" Icha berteriak di hadapan telepon nya disaat suasana pesta sedang ramai-ramainya. Rasi yang sedang bersamanya menatap bingung satu sama lain dengan Tyas.
"Ya kamu selesaikan masalahnya dong! Jangan sampai orang-orang tahu gimana sih. Yang becus kalau kerja!" Lagi, Icha berteriak melebihi teriakannya yang tadi. Kemudian menutup sambungan teleponnya dengan dengusan.
"Kenapa Cha?" Rasi bertanya memastikan. Kini dia melihat wajah Icha mulai pucat. "Gue kebelakang dulu." Tanpa ba-bi-bu Icha melesat menuruni panggung, bergegas meninggalkan suasana pesta menuju bagian belakang rumah.
"Icha! Kak Icha!" Rasi berteriak sembari mengikuti Icha dan berusaha menyajarkan jalannya Icha yang semakin cepat. Tentu saja, Tyas mengekori Rasi. Mereka berdua mengikuti Icha yang entah mau apa kebagian belakang rumahnya.
"Icha!" Rasi berhasil meraih tangan Icha. Membuat Icha berhenti melangkah dan menghadap Rasi yang sedari tadi mengejarnya. "Kenapa Cha?"
"Minggir Ras, lo apa-apaan sih?!" Icha memasang wajah jengkel karena Rasi menghalangi jalannya.
"Jelasin dulu kak, ada apa di belakang?"
"Bukan urusan lo, minggir." Icha menyingkirkan tubuh Rasi dari hadapannya dan berjalan lebih cepat dari sebelumnya menuju bagian belakang rumahnya yang sudah tidak jauh.
Di bagian belakang rumah, Rasi dan Tyas terkejut bukan main melihat kekacauan yang terjadi dimana-mana. Banyak belahan beling berserakan dan tercium bau yang asing nan menyengat di hidung mereka.
"Ini kenapa?" Ucap Rasi yang bertanya entah pada siapa. Tyas hanya diam mematung melihat kekacauan ini. Sedangkan kak Icha, dia menghampiri laki-laki kekar dengan setelah serba hitam yang terlihat seperti bodyguardnya.
"Kenapa bisa kayak gini?! Mana orangnya?!" Teriak Icha murka. Dia merasa pesta ulang tahunnya tidak berjalan dengan lancar karena kekacauan ini.
"Eh Ras." Tyas menepuk bahu Rasi ketika melihat para bodyguard Kak Icha menyingkir, memperlihatkan dua anak laki-laki dan satu anak perempuan basah kuyup dan banyak luka di wajah mereka.
"Vero? Mikaela?!" Rasi dengan bergegas menghampiri, melewati beling-beling yang berserakan dimana-mana.
PLAK
Tepat sebelum Rasi dan Tyas menghampiri Vero, Mikaela, dan satu laki-laki yang sepertinya mereka kenali tangan Icha sudah mendarat lebih dulu di pipi kanan Vero.
"Lo kalau mau ngerusuh jangan di sini bangsat." Icha melepaskan kekesalannya pada sumber masalahnya. Dilihat Mikaela hanya diam membisu tanpa memihak siapa-siapa.
"Maaf, gue bakal pergi." Ucap Vero seraya memegang tangan adiknya erat lalu menariknya berjalan meninggalkan kekacauan yang dibuatnya.
Melewati rasi dan Tyas yang berusaha menanyakan apa yang terjadi padanya. Tak lama Tyas mengikuti Vero pergi. Kini hanya tersisa Rasi yang terdiam bersama para pria-pria kekar bersetelan jas hitam disana.
Icha mengacak-acak rambutnya frustasi. Kacau sudah pesta yang dia rencanakan selama 2 minggu penuh ini, "Bangsat." Icha menendang pot tanaman di hadapannya. Membuat pot nya hancur sebagian.
"Gak apa-apa kan?" Vero memastikan keadaan Mikaela sesampainya di depan mobil. Sembari mengelap beberapa bagian wajah Mikaela yang kotor karena sempat terjatuh ke tanah tadi.
"Gue kali yang harusnya nanya, itu pipi nya gak sakit? Ditamparnya lumayan kenceng soalnya." Mikaela menatap kakaknya dengan mata yang berkaca-kaca. Disituasi seperti ini kakaknya masih bisa mengkhawatirkan dia dibanding dirinya sendiri.
"Lebih sakit ditampar lo kali dek." Kekeh Vero. Mikaela yang mendengarnya sedikit kesal dan memukul bahu Vero pelan, Vero hanya bisa meng-aduh sakit karena beberapa pukulan yang tadi dia dapat dari Chiko kembali sakit karena pukulan dari Mikaela sekarang.
"Kalian masih pada bisa bercanda pas luka-luka gitu. Sini El diobatin dulu." Tyas menghampiri mereka lalu sudah duduk manis di bagasi mobil yang terbuka sambil memangku kotak p3k di pahanya.
"Siapa? Pacar lo kak?" Mikaela menatap bingung pads Tyas. Dia belum pernah melihat Tyas sebelumnya.
"Sembarangan." Vero menyentil jidat Mikaela, "Temen gue ini."
"Cielah temen-temen. Pacar kali." Ucap Mikaela Ngeyel lalu menghampiri Tyas untuk diobati.
"Buat lo, obatin sendiri. Ogah gue." Ucap Tyas pada Vero yang hendak memintanya untuk diobati. Vero menjawab dengan raut wajah cemberut khasnya.
...
Vero dan Mikaela turun dari taksi di depan rumah mereka. Karena kondisi yang tidak memungkinkan, Jerry dan Tyas menyuruh mereka pergi lebih dulu dan memesankan taksi untuk pulang.
Entah bagaimana suasana pesta sekarang, yang pasti sekarang Vero sedikit tenang karena kini adiknya aman berada disampingnya.
"Kak, baju lo kegedean. Aneh." Mikaela menggoyang-goyangkan kedua tangannya untuk menunjukkan betapa besar ukuran baju kakaknya di dirinya.
"Makanya jangan aneh-aneh. Udah untung gue bawa baju salin tadi. Masuk rumah lo langsung ganti aja." Vero kemudian mengacak rambut-rambut Mikaela gemas.
"Darimana kalian pulang jam segini? Liat jam gak?" Di depan pintu, Sarah tiba-tiba berdiri dengan dua tangannya yang dia lipat di dadanya. "Inget rumah kalian?"
Mereka terkejut bukan main. Mikaela hanya bisa memasang wajah bingung untuk menjawab pertanyaan mama nya. Dia bahkan tidak berani menatap mata mama nya itu.
"Bau apa nih? Kalian mabuk?!" Raut wajah Sarah seketika berubah ketika mencium bau yang asing di indra penciumannya. "Berani kalian mabuk-mabukan?!"
Badan Mikaela bergidik. Sudah cukup tadi dia menolak Chiko yang memaksanya untuk berhubungan badan dengannya di halaman belakang, kini dia berhadapan dengan mama nya yang sedang naik pitam. Dia sudah tidak tahu harus bagaimana.
"Vero yang mabuk Ma. El gak sengaja liat terus ditumpahin minumannya. Jadi kena kemana-mana. Kecium ya Ma? Maaf." Ucap Vero berbohong, berusaha melindungi adik satu-satunya.
Wajah Sarah kaget bukan main. Dia kembali masuk ke dalam rumah lalu keluar membawa sapu ijuk ditangan kanannya dan mulai memukul-mukul badan Vero.
"Anak bangsat! Udah gak bisa diharapin malah ngasih contoh uang gak baik buat adek nya! Mati aja kamu goblok!" Sarah melampiaskan emosinya pada Vero yang daritadi menahan sakit di bahunya akibat pecahan kaca dari Chiko tadi.
"Masuk kamu El! Cepet!" Sarah mendorong-dorong tubuh Mikaela ketika dirinya sibuk memukul anak nya yang lain. Mikaela tidak punya pilihan selain menuruti mama nya dan berjalan pergi, meninggalkan kakaknya yang mengaduh kesakitan akibat pukulan mama nya.
Lima puluh kali pukulan sudah cukup dia berikan pada anak pertamanya itu. Menghasilkan beberapa lebam ditangan, bahu dan lehernya.
Kini sarah memegang tangan anaknya itu dan kemudian menarik paksa untuk mengikutinya masuk ke dalam rumah.
"Sini ikut kamu!" Teriak Sarah seperti yang dia lakukan daritadi. Vero menuruti perintah mamanya itu sambil berjalan lunglai akibat lelah dan sakit yang dia rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be as One
Teen FictionAda yang bilang keluarga itu satu kesatuan utuh. tempat pulang dan kembali kita dari dunia yang bikin kita jenuh dan terpuruk. Tapi bagi Vero tidak demikian. Vero sendirian, tidak ada yang bisa mengerti dirinya selain dirinya sendiri. Selalu ada yan...