Bab 7 : Udin

3 2 0
                                    


Suasana di kantor kelurahan desa Kalirang menjadi hiruk pikuk semenjak tersiar kabar bahwa semalam kapal hantu menyambangi dermaga. Orang kampung berduyun-duyun datang hanya ingin mengetahui cerita pastinya karena sudah beberapa dekade kapal hantu itu tidak pernah muncul. Ditambah lagi panampakan kali ini membawa korban dua orang tenggelam alih-alih memperoleh kekayaan.

"Aduh buuuk.. begini loh ceritanyaaah..." Tukas Sartono hendak mengulang kisahnya demi menjelaskan kepada sekumpulan ibu-ibu yang tak kunjung paham. Sudah bebeerapa jam Sartono mengulang cerita yang sama sampai mulut nya berbusa.

"Kan saya kan kencing, lalu diintip mereka berdua. Tak tahu yang mana yang suka sama saya. Hingga say...." ungkap Sartono menurut versinya.

"Kencing berdiri atau bagaimana, Tini?" Potong ibu penjual es lilin keliling yang sengaja menjajakan dagangannya saat tahu bahwa kantor lurah sedang ramai orang.

"Ya begini.." Sartono alias Sutini memperagakan caranya kencing secara jelas sehingga membuat barisan bapak-bapak langsung muntah berjamaah.

"Trus mereka tiba-tiba berkelahi memperebutkan saya. Sampai mereka kejebur laut.. nah, makanya sa...... " Lanjut Sutini dengan semangat.

"Lha trus bagian cerita yang ada kapal setannya yang mana?" Potong si ibu penjual es lilin lagi.

"Oh iya. Aduh bagaimana, ya... nganu, apa begini saja ceritanya. Kemarin kan saya kencing lalu......" Genap sudah tiga puluh kali si Sartono menceritakan kisah yang setiap alurnya selalu berbeda-beda.

"Ahhh, ngawur ini Tini. Bubar yok." Para penduduk yang tak sabar membubarkan diri dan menganggap Sutini mengada-ada.

Lalu dua mobil polisi tiba dipelataran kantor kelurahan. Mereka hendak meminta Sartono ikut ke kantor polisi untuk menjalani pemeriksaan.
Para penduduk yang mengetahui hal tersebut langsung berbondong-bondong menuju kantor polisi untuk memuaskan rasa penasarannya.

Lain di Desa Kalirang, lain pula di desa Poh Gede.

Udin Duduk di serambi Kantor Polsek menunggu giliran pemeriksaan tentang kematian Hanapi, yang saat ini masih sesi milik Suman.
Udin masih begidik membayangkan bagaimana dia bisa bebas dari tumpukan mayat yang mengerubutinya.

Dalam ingatan Udin,

Pertama kali makhluk itu menggerayangi tubuhnya, dia merasakan ngeri yang luar biasa. Tangan-tangan yang tinggal tulang sangat menyakitkan saat menyentuh dan menggaruk lengannya. Lambat laun, rasa sakit itu hilang berubah menjadi geli sehingga ia ingin menggeliat tertawa. Apalagi mayat itu sudah menumpuk berjejal diatas tubuhnya. Tepat didepan mukanya ada sesosok kepala yang menyeringai dengan rongga mata yang kosong hitam dan dalam. Udin ingin berteriak tapi tak ada gunanya, tak akan membuyarkan mimpi buruk ini karena Udin tahu bahwa ini sangat nyata. Lama kelamaan sosok itu berangsur berubah menjadi menggemaskan, seakan kepala mayat itu hanya sebuah boneka dengan muka konyol. Hampir saja Udin tertawa dan menerima kenyataan bahwa dia juga bagian dari mereka. Lalu tiba-tiba...

"Kepalamu.. hahaha, kenapa kepalamu bisa lepas begitu, kasihan." Udin mendengar suara Hanapi tertawa terpingkal-pingkal.

Dia mencoba mencari dari mana sumber suara dan bertanya-tanya kenapa Hanapi berbuat seperti itu.

Bersamaan denga suara tawa yang menggema, semua mayat yang menindih tubuhnya seketika lenyap beserta kapal hantu yang menjulang tinggi di samping perahu yang ditumpanginya. Kini yang tersisa hanya kengerian lain yang belum pernah ia saksikan seumur hidup.

Ia melihat Hanapi memuntir kepalanya sendiri hingga terdengar bunyi "krak" lalu lehernya lunglai tersampir di punggung nya.

"Guoblooog...." Teriak Udin mencoba meraih Hanapi. Ia terlambat karena kini Hanapi sudah limbung membentur lantai. Udin segera membekap mulutnya saat ia menyaksikan Hanapi menjemput maut dengan badan telungkup senentara kepala menghadap keatas.

WarwijkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang