Sudah sekian lama semenjak tragedi usang yang saya kubur rapat-rapat menguarkan rasa rindu yang membuncah. Perihal satu dari ribuan pendar nyawa yang ditarik paksa oleh Tuhan untuk mundur dan menyerah. Tidak dipungkiri, takdir memang dibuat sedemikian parahnya, sehingga si penerima tidak dapat mengubah, bahkan untuk sekadar mengemban amarah.
Kala itu, banyak kekacauan, banyak pula luka yang dicipta tanpa sengaja, hingga ada satu jiwa yang bungkamnya terus mendesakkan kata adil untuk satu negara.
Jayakarta Alfarabi, mahasiswa di satu universitas ternama di ibu kota salah satunya. Kala itu, Jaya hanyalah mahasiswa biasa.
Usianya masih sembilan belas, bukan seseorang yang aktif di organisasi, bahkan di kampusnya sendiri, Jaya jarang dikenali. Mungkin ada satu dua manusia yang mengingat betapa apiknya pahat rupa Jaya. Namun, pribadinya sendiri lebih menyukai sepi, jadi begitulah singkatnya seorang Jayakarta Alfarabi.
Jaya adalah anak tunggal dari seorang komisaris polisi yang menikahi seorang dokter bedah ternama di ibu kota. Selain karena tidak teramat menyukai suasana ramai, Jaya juga tidak suka semisal dikenal sebagai anak aparat. Dia ingin dikenal sebagai Jayakarta, sebagai dirinya sendiri yang menciptakan suatu aksi, prestasi, atau mewujudkan sebuah ambisi.
Biar saya ceritakan kepadamu tentang Jaya dan hari di mana kami bercakap untuk terakhir kalinya. Sebab Jaya sudah hilang dari ranah pandang manusia, Jaya sudah luluh bersama banyak kacau yang tercipta karena kejamnya waktu kala itu.
***
-bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jayakarta Berdiri Tegap Di Sana | ✔
Short StoryTentang Jayakatra Alfarabi dan kisah singkat kami.