✎. halaman pertama

4.1K 893 303
                                    

✎. 𝐉𝐚𝐭𝐚𝐡

•••

"Oi Wakasa, istrimu nyariin tuh."

Perhatian anak Brahman mengarah padanya. Menatap tak percaya eksekutif berpenampilan setengah banci yang mendekati usia kepala tiga.

Wakasa punya istri? Orang ini?!

"Bilang nanti. Aku malas."

Kalian tidak salah dengar. Wakasa sudah nikah.

Sama siapa?

Kamulah, siapa lagi?

Takeomi memutar bola matanya jengah. Memangnya ia pengantar pesan?

"Bilang sendiri."

Wakasa bersandar pada sofa usang. Terlihat bosan dan tidak peduli sama sekali. Ia menggerutu samar seraya menggigit tongkat—lebih seperti batang permen— disela bibir.

Pria di sebelahnya terlihat berbicara di telepon. Setelahnya, ia menoleh dengan wajah biasa saja.

"Katanya kalau gak pulang, kamu gak dikasih jatah."

Wakasa langsung berjalan ke arah pintu.

"Aku pergi dulu."

•••

Jadi orang itu jangan berburuk sangka dulu.

Jatah yang dimaksud itu ...

"Kok kamu ngancam gak kasih jatah?"

Wakasa menatap sayu wanita yang tengah menaruh piring berisi nasi ke atas meja. Wanita itu terlihat lebih muda darinya. Jelas, mereka beda empat tahun.

"Iyalah. Biar kau cepat pulang. Memang kamu mau mati kelaparan?"

Pria itu memutar bola matanya.

Iya, jatah makan maksudnya.

Menyeret sedikit kursi ke belakang, Wakasa duduk di seberang istrinya.

"Waka, sudah cuci tangan belum?"

Tatapan tajam dilayangkan saat Wakasa dengan wajah tanpa dosa hendak menyomot ikan asin.

"Belum," sahutnya datar. "Kenapa sih (Name)? Aku lapar."

(Name) mendecakkan lidahnya.

"Cuci. Tangan. Sekarang."

Pria itu terdiam beberapa saat. Sebenarnya, ia menikahi orang atau macan? Tak mau berdebat, Wakasa memilih untuk berdiri. Beranjak dari duduknya dan menuruti perintah sang istri.

Tangannya dibasuh dan dicuci secara perlahan. Ia mengingat-ingat tahapan yang (Name) ajarkan. Wajar, Wakasa jarang cuci tangan kalau mau makan. Jorok.

Usai itu, Wakasa melepas seragam Brahman dan menaruhnya di sofa. Kemudian ia berjalan ke arah meja makan, menghampiri sang istri yang menunggu.

"Ayo makan," istrinya berujar.

Wakasa mengangguk.

"Ayo."

Keduanya lantas menangkupkan tangan dan berucap syukur. Lalu, mulai makan dengan perlahan. Meja makan hening sebab (Name) melarang bersuara.

Tanpa diduga, Imaushi Wakasa itu STI. Alias Suami Takut Istri.

Kening Waksa berkerut. Ia menelan makanannya, dan beralih mengambil kangkung dan ikan asin secara bergantian. Memakannya tanpa nasi. Lalu, ia beralih memakan nasinya saja langsung.

Ia menatap istrinya bingung. Wajah (Name) terlihat tenang menyantap makanan.

"(Name), apa yang kamu masukkan ke nasiku?"

Sang istri mengangkat kepala dan tersenyum lebar.

"Sianida. Biar mampus kau."

"..."

"..."

"(Name), aku suamimu."

•••

12 Juli 2021

𝐌𝐄𝐑𝐊𝐔𝐑𝐈𝐔𝐒! imaushiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang