Chapter 9. Kemarahan Nathan

8K 1.5K 1.2K
                                    

Selamat membaca!

---

Seli sedang berada di kelasnya, pelajaran yang sedang diajarkan oleh Bu Laila hanya masuk kuping kanan dan keluar kuping kiri karena perutnya sejak tadi melilit. Gadis itu cuma bisa meringis sementara tangannya memegang perut. Sayangnya Daniel sedang tidak masuk sekolah karena mengikuti kompetisi di sekolah lain. Alhasil yang bisa Seli lakukan cuma diam, menahan diri supaya kuat hingga istirahat berlangsung. Pelajaran Bu Laila selesai dan setelahnya adalah pelajaran Sejarah yang rupanya tidak ada guru, hanya diberikan tugas merangkum yang akan dikumpulkan besok. Kelas jadi ribut penuh dengan sorak-sorai anak-anak yang kesenangan karena mereka bisa bermain-main di kelas.

"Kenapa lo?" Rona, teman sebangkunya itu rupanya menyadari gerak-gerik keanehan Seli sejak pagi tadi. "Kok pucet? Mau dianterin ke UKS?"

Gadis itu menjawab dengan gelengan kepala. Lalu dia merasakan sesuatu keluar dari bawah, ya ampun! Seli merutuk dalam hati menyadari bahwa sepertinya dia datang bulan. Dia menelan ludah merasakan jantungnya berdebar cepat. "Ron, bawa pembalut nggak?" bisiknya lirih.

"Lo ... datang bulan?"

"Kayaknya sih."

"Haduh gue nggak bawa lagi. Coba gue liat deh, lo berdiri sebentar."

Seli menurut, gadis itu beranjak dari kursinya supaya Rona bisa melihat. Rona memekik terkejut dan spontan menutup mulutnya. "Lo tembus banyak banget."

"Demi apa?"

"Sini gue fotoin," Rona memotret bagian belakang celana Seli dengan kamera ponsel milik Seli. Seli melihat fotonya dan wajahnya semakin memucat. Rupanya bukan Rona orang pertama yang melihat rok Seli tembus, sialnya itu hari Selasa dan sedang memakai atasan kotak-kotak dengan bawahan rok putih. Pemandangan rok tembus tampak seperti bendera Jepang yang begitu kentara.

Tio, si anak paling nakal di kelas itu tertawa terbahak-bahak dan mulai mencari bahan olokan yang membuat anak cowok lain ikut menertawai Seli. Mata Seli memerah, menahan tangis. Malunya sudah di ubun-ubun. "Apaan sih? Nggak lucu Tio! Lo nggak pernah diajarin sama nyokap lo buat sopan sama cewek, ya?"

"Hahahahahaha lo ngapain ke sekolah bawa bendera Jepang?"

"Kurang ajar lo, ya." Seli mengepalkan tangan, Tio pasti sengaja memancingnya supaya dia bangun dari kursi dan membuatnya makin diolok-olok. Karena bingung harus bagaimana, Seli tidak ada pilihan selain mengirim pesan ke Nathan. Satu-satunya orang yang dia yakini bisa membantunya.

Nath, help! Gue dateng bulan, tembus. Rok gue ke mana-mana. Ada Tio ngejekin :(

Gimana dong.

Lagi nggak ada guru di kelas :'(

Seli terus membombardir dengan banyak pesan, dia yakin Nathan pasti membacanya. Tipe anak seperti Nathan itu jauh lebih memilih main ponsel di kelas daripada mendengarkan penjelasan guru. Benar saja dugaan Seli, Nathan membalas pesannya.

Ribet bgt lo ya jd cewek. Kelarin urusan lo dewe, lah.

"Ish!" Gadis itu makin menggerutu, dia benar-benar ingin menangis sekarang. Bisa-bisanya Nathan membalas demikian. Kalau saja ada Daniel di kelas, pasti dia tidak akan kesusahan sekarang. Seli tidak ada pilihan selain menangkupkan wajahnya di atas meja. Berusaha memutar otak agar dia bisa pergi ke UKS tanpa harus ketahuan kalau dia sedang tembus.

Kelas tiba-tiba menjadi hening. Suara tawa Tio yang menjengkelkan tahu-tahu menghilang. Seli mendongakkan wajah dan menemukan Nathan sudah berdiri di pintu. Semua pasang mata kini tertuju ke arahnya. Tanpa memedulikan tatapan orang-orang, Nathan mengambil taplak meja panjang berwarna biru tua yang ada di meja guru dan melilitkannya di pinggang Seli. Bak pahlawan kesiangan yang muncul tanpa disangka-sangka, kedatangan Nathan mengundang decak kagum terutama dari kaum hawa yang diam-diam menutup mulut dengan tangan sementara tatapannya melekat ke Nathan.

GOODBYE DANIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang