Tujuh

392 70 4
                                    

Hyunsuk mengerjap-ngerjapkan matanya. Ia asing dengan tempatnya berada sekarang. Semacan ruangan kosong dengan lebar kira-kira sepuluh meter dengan sebuah lampu gantung di tengah ruangan. Cahaya remang-remang di ruangan ini tetap menyilaukan. Hyunsuk menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap cara itu dapat membantu mengembalikan fungsi matanya. Penglihatannya memang jadi lebih baik. Pemandangan di depannya juga jadi lebih jelas.

Jihoon duduk berlutut dengan tangan diikat kebelakang pada sebuah tiang. Tunggu. Jihoon???

JIHOON!!!!!!

"Euhm euhngg enngg!!!"

Hyunsuk tak bisa bersuara. Ada sebuah kain terikat di mulutnya. Sia-sia usahanya memanggil Jihoon. Jihoonnya juga tak dengar, nampaknya ia masih pingsan. Lalu jarak Jihoon dengan Hyunsuk sangat jauh, sekitar 4 meter. Walaupun begitu, Hyunsuk masih tetap berusaha berteriak sampai tenggorokannya terasa sakit. Hingga tak ada lagi suara yang keluar, melainkan air mata.

"Oh. Sudah bangun ya?" tanya seseorang dengan nada mengejek.

"Sudah kubilang kan cepat bertindak sebelum kami yang bertindak."

Suaranya... Hyunsuk kenal dengan suara barusan.

Jaehyuk dan Asahi???

Hyunsuk mendongak. Tebakannya benar. Jaehyuk dan Asahi berdiri dihadapannya. Dari sudut pandang Hyunsuk yang dipaksa diam berlutut, Jaehyuk dan Asahi nampak tinggi besar dan mengintimidasi.

"Eungggh enghh eubggg!!!"

"Ngomong apa sih? Ga jelas," ejek Jaehyuk.

"Unghhh!!!!"

Asahi berjaln ke belakang Hyunsuk. Ia membuka ikatan di mulut Hyunsuk.

"Hahh, hahhh!"

Napasnya ngos-ngosan tak teratur. Daritadi ia berusaha keras untuk biacar dan berteriak sampai tenggorokannya terasa kering.

"Jihoon!!!!"

"Hahaha. Kata-kata pertamanya lucu juga. Sebaiknya kau itu diam saja. Tenggorokanmu bakal sakit. Kondisi fisikmu jiga melemah kan akhir-akhir ini?"

Jaehyuk memutar matanya. Hyunsuk benci ekspresi itu. Ini sama saja dengan kejadian yang dialaminya selama ia masih hidup. Ekspresi orang-orang yang membully-nya kurang lebih seperti itu. Meremehkan korbannya yang bahkan sudah tak berdaya lagi.

"Jangan sakiti Jihoon."

"Loh?" Asahi tertawa mengejek. "Bukannya kamu yang menyakitinya? Kamu sendiri lho yang mengulur-ulur kematiannya. Itu menyiksa jiwanya!"

Asahi memberikan penekanan di kalimat terakhir. Setelah itu hening. Nyatanya Hyunsuk masih bocah pengecut yang sama dengan lima tahun lalu. Ia gampang pasrah hingga akhirnya jadi si lemah. Sekarang saja dia hanya bisa menangis.

Denting suara high heels menggema di udara. Awalnya jauh namun makin lama makin dekat. Hyunsuk bisa melihat bayangan orang itu karena daritadi ia terus menunduk. Hyunsuk juga sudah bisa menebak siapa yang datang. Ya siapa lagi?

"Selamat malam, Hyunsuk." Suaranya menggema di seluruh ruangan. Dingin sekaligus lembut. Tipe-tipe nenek-nenek galak yang sebenarnya sayang cucu.

Hyunsuk mendongak. Benar, yang dihadapannya sekarang adalah Bu Bos. Rambutnya dikonde rapi ke belakang. Wajahnya sangat galak dan tak bersahabat. Kalau ia membawa rotan mungkin akan makin mirip dengan ibu yang geram karena tingkah nakal anaknya.

"Mengapa tidak langsung kau bunuh? Jatuh cinta ya?" tanyanya dengan nada mengejek.

Hyunsuk diam tak menjawab. Mendadak lidahnya kelu. Tenggorokannya sakit karena tadi heboh berteriak.

To Kill and To Love || sukhoon/hoonsuk ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang