different 3 years

679 49 1
                                    

8 tahun yang lalu.

"IBU SARADA, AKU MENYUKAIMU." Lelaki bersurai kuning itu mengungkapkan perasaannya sembari berjongkok dan mengangkat satu bunga mawar.

Seisi kelas yang melihat aksi Boruto itu, mengganggap bahwa boruto hanya bercanda kepada salah satu guru magang. Tetapi bagi Boruto, dia tidak bercanda sekarang. Apalagi gadis itu, karna dia tau sahabat kecilnya sudah menaruh perasaan saat memasuki usia pubertas. Tetapi Sarada yang lebih tua 3 tahun dari Boruto, sudah menganggap dia sebagai adik kecilnya.

"Iya, Boruto. Ibu juga menyukaimu. Kan kamu salah satu murid ibu." Sarada mengambil bunga mawar itu, dan pergi meninggalkan kelas.

Boruto yang melihat Sarada pergi, hanya bisa menatap punggungnya.
"Menghindar lagi kah kak?"

~~~

"Lupakan semuanya, Uchiha Sarada. Kenapa kau bisa mengingat momen memalukan itu?" Sarada bertanya pada dirinya sendiri sambil mengangkat tumpukan rapor, sembari menuju ruangan kepala sekolah. Hari ini, merupakan hari terakhir batas pengumpulan rapor para murid. Tampaknya, Sarada menjadi guru terakhir yang mengumpulkan rapor itu.

Saat Sarada berada di depan ruangan kepsek, pintu cokelat itu tiba-tiba saja terbuka lebar. Tetapi, yang membukanya bukan orang yang dicari Sarada.

"Pak Shikadai, bisakah saya bertemu dengan kepala sekolah?" Tanya sarada. Shikadai yang melihat Sarada, sedikit kasihan dengan gadis itu.

"Maaf ya Bu Sarada, tapi pak Boruto sudah 3 hari tidak masuk."

"Hehhh?! Terus gimana saya minta tanda tangan beliau?" Sarada menarik nafasnya kasar.

"Langsung ke apartemen beliau saja Bu." 

Mendengar kalimat shikadai, Sarada sedikit malas. Pasalnya, sarada mulai menjaga jarak dengan boruto. Bukan karna kejadian 8 tahun yang lalu, tetapi kejadian baru-baru ini yang membuatnya cemburu. Mungkin.

Sarada kembali ke ruangannya, lalu meletakkan tumpukkan rapor itu di mejanya. Segera dia mengeluarkan telepon genggamnya, dan menuju ke kontak Boruto.

"Ha-halo." Terdengar suara Boruto berbeda dari biasanya, atau bisa dibilang serak.

"Halo pak, pulang kerja nanti, saya akan ke rumah bapak dan meminta tanda tangan bapak untuk rapor murid-murid saya." Sarada langsung to the poin dengan tujuannya.

"Maaf sebelumnya Bu sarada, nanti saya tidak tau bisa membukakan pintu buat ibu atau tidak, Soalnya kepala saya pusing. Ibu langsung masuk saja. Nanti saya kirim password apartemennya." Belum saja Sarada menjawab apapun, Boruto telah mematikan panggilan sepihak

"Ckk, apa-apaan dia itu. Sudah tua tapi tak bertambah dewasa."

~~~

"Pak Boruto, permisi." Panggil Sarada sambil mengetuk-ngetuk pintu apartemen pria yang dicarinya. Aksinya ini dilakukan hingga 5 menit. Dia lupa bahwa Boruto sudah menyuruhnya masuk sendiri.

Segera Sarada mengeluarkan ponselnya, dan memasukkan kode apartemen Boruto. Baru saja gadis itu membuka pintu apartemen, mata dia sudah terbelalak kaget. Gadis itu melihat tubuh Boruto yang terkulai di depan pintu yang menyambutnya. Terlihat jelas wajahnya sungguh pucat, ditambah lagi hidung lelaki itu mengeluarkan cairan berwarna merah.

Sarada menjatuhkan tumpukkan rapor yang dibawanya, dan mendekati Boruto, lalu memegang keningnya.
"Panas sekali." Jedanya, sambil merapikan rambut pria itu. "Pak bangun."

Tak ada respon dari pria tersebut. Terpaksa Sarada harus membopong pria tersebut ke kasurnya. Pelan-pelan gadis itu menaruh Boruto. Setelah melakukannya, Sarada segera mengelap hidup Boruto dengan tisu yang ada di tasnya.

"Sa-sarada o-obatku." Tiba-tiba saja Boruto sadar, dia langsung terduduk dan menunjuk obat yang berada di dekat sarada. Sarada yang mendengarnya, langsung mengambil obat itu, dia sedikit kaget dengan nama obat itu, sebelum dia memberikan obat dan air kepada Boruto.

Segera Boruto mengambil obat itu, dan meminumnya kasar. Selang beberapa menit, boruto yang tadinya memegang dada kirinya, sudah membaik.

"K-kau? Se-sejak kapan terkena penyakit jantung?" Tanya sarada, terdengar dari nada suaranya dia menahan tangis.

Boruto menghela napasnya pelan, "dari 2 bulan yang lalu." Boruto menatap sarada dengan mata sayunya.

"Ke-kenapa tak memberitahuku?!" Kini nada suara sarada meningkat, dia bertanya sambil memegang kedua bahu boruto.

"Bagaimana aku memberitahumu, kau saja menghindariku. Sekarang aku tanya, kenapa kau menghindariku?" Boruto menatap gadis yang berada di depannya itu dengan tegas.

"Eh itu." Sarada tak mampu menjawabnya, dia takut jika dia menjawabnya dengan jujur, Boruto akan menganggapnya sebagai perusak hubungan.

"Kau menghindariku karena cemburu pada gadis berambut ungu itu kan?" Benar saja dugaan boruto, badan Sarada langsung kikuk setelah mendengar pertanyaan darinya, "heehh ternyata Sarada-Chan bisa cemburu ke aku juga ya?" Goda Boruto kepada gadis berkacamata itu.

"Tidak ya, berhenti menggodaku Boruto. Jangan terlalu PD, dan kau itu sudah 25 tahun, bersikaplah dewasa." Terang sarada dengan nada tegasnya.

"Memangnya kenapa jika aku sudah berusia 25 tahun? Kau ingin aku menikahimu kah?" Kali ini wajah sarada benaran memerah, Boruto yang melihatnya terkekeh geli. "Eh mukamu merah loh, kayaknya sarada beneran minta dinikahi oleh ku ya?"

"I-iya aku mau denganmu. Tapi bukannya gadis berambut ungu itu pacarmu?" Boruto segera menggelengkan kepalanya.
"Namanya Sumire, dia dokter spesialis jantung yang menangani ku. Sumpah, aku tak menaruh perasaan apapun padanya, Sarada." Mendengar jawaban boruto, sarada sungguh malu. Selama ini dia sudah salah sangka dengannya.

"Ah aku pergi dulu." Sarada berniat meninggalkan Boruto karna malu, tetapi lelaki itu menahan tangan sarada.
"Rapor muridmu mana?"

"Eh iya rapornya di luar. Bentar dulu." Sarada segera berlari dan mengambil tumpukkan rapor itu. Lalu dia kembali ke tempat boruto berada.

"Aku akan menandatanganinya, dan ku mohon padamu sarada pinjamkan pundakmu, kepalaku masih sedikit pusing." Sarada yang mendengar pernyataan Boruto, pura-pura tak tau.
"Maksudnya?" Boruto tau sarada pura-pura tak tau. Lelaki itu segera memeluk sarada, dan meletakkan kepalanya di pundak sarada.
"Seperti ini, cintaku."

Wajah sarada memerah, jantungnya berbunyi tak karuan, dan pria itu mendengarnya dengan jelas.
"Fiks, Uchiha sarada Minggu depan namamu akan menjadi Uzumaki sarada."

"Yey, aku jadi nyonya Uzumaki. Hihihi."

Boruto-sarada||one shootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang