🥀__🥀
Pernah tahu bagaimana rasanya ketika sesorang yang kita cintai meninggalkan kita secara mengenaskan, tepat di samping kita? Dan setelah itu, kita adalah orang yang berkewajiban menceritakan kronologi kejadiannya pada berita di surat kabar? Rasanya itu... Seperti mencekik leher sendiri.
Pekerjaan memang menuntut setiap orang untuk berlaku profesional. Tidak perduli keadaan hati, mood, perasaan, dan lain-lain yang bersifat pribadi. Tidak perduli! Pekerjaan menuntut kita melakukan hal yang memang sudah menjadi kewajiban kita.
Tapi... Tidak ada kah sedikit toleransi pada seseorang yang tengah dilanda rasa berkabung akibat kehilangan seseorang yang amat dicintai?
"Aku yang nyetir."
Ketika baru saja kami mengayunkan kaki 3 langkah keluar dari pintu kafe. Rina merampas kunci mobil dari tangan ku. Aku hanya menggeleng. Menatap Rina yang kini sudah berlari mendahului ku.
"Kamu masih gak percaya kalau aku udah lulus sekolah menyetir."
Rina mengeluarkan SIM A dari dalam dompetnya, lalu menempelkan dikeningnya. Aku hanya terkekeh melihat tingkah kekanak-kanakan gadis itu, gadis manja itu baru saja mendapatkan SIM A-nya tadi siang. Selama perjalanan menuju kafe, ia memaksa ku untuk bertukar posisi, meminta agar ia duduk di jok pengemudi dan aku duduk di jok penumpang. Tapi aku tidak mengijinkan, karena... Jujur aku masih meragukan kemampuan menyetirnya yang jelas-jelas masih amatir.
Namun kali ini, ia berhasil merampas kunci mobil dari tangan ku. Hhhh... Apa boleh buat? Mungkin pada pukul 9 malam seperti ini jalanan agak lengang, dan mobil ku yang Rina kendarai nanti tidak akan dihujani klakson mobil dari arah manapun karena ke-amatiran berkendaranya. Semoga.Aku pasrah, kini aku duduk di sampingnya. Menarik seatbelt yang berada di jok yang aku duduki. Setelah Rina berhasil melajukan mobil dengan kecepatan standar, aku hanya mampu tersenyum. Ternyata Rina memang sudah mampu menyetir, walau kini wajahnya berubah bak anak SD yang menghadapi kertas Ujian Sekolah. Terlihat tegang.
"Santai sayang." Aku mendekatkan wajah ku di samping telinga kirinya. Berusaha untuk membuatnya tenang aku lebih mendekatkan wajahku agar aku bisa mengecup pelipisnya.
"Gini cara kamu bikin seorang gadis di samping kamu supaya santai?" tanyanya dengan tatapan yang tetap lurus.
"Mmmm." Aku hanya bergumam, karena bibir ku masih menempel pada pelipis kirinya.
"Aku harap kamu cuma berlaku seperti ini sama aku," ucapnya lagi, dengan tatapan yang masih tegang terarah ke depan.
"Hm? Ya jelas aku seperti ini cuma sama kamu."
"Oh ya? Gak ada gadis lain yang kamu sentuh selain aku?" tanyanya lagi. Pertanyaannya kali ini membuat kedua alisku merapat. Mungkin Rina saat ini sedang menciptakan perbincangan diantara kami berdua, menghilangkan rasa groginya. Mungkin.
"Ya, gak ada. Cuma kamu gadis yang aku sentuh," jawabku. Walaupun sebenarnya aku tidak mengerti fokus pembicaraan Rina.
"Selamanya?
"Iya. Selamanya. Hanya kamu satu-satunya gadis yang aku sentuh."
"Oh ya?"
"Mmm. Cinta aku sama kamu udah mentok, sampai kapanpun itu. Dan ajal pun sepertinya gak akan pernah bisa memisahkan kita."
Rina terkekeh, "Love you Jenooo."
"Love you too."
Brak...
Kejadian itu terjadi begitu cepat, hanya selang sepersekian detik setelah aku mengucapkan kalimat janji konyolku itu. Aku merasakan pelipis kiri ku menghantam dashboard.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes Voice✔
Fanfiction⚠DISCLAIMER⚠ Ini bukan original cerita aku. Cerita ini milik kak citra novy. Aku hanya mengganti pair nya menjadi nohyuck. Tanpa mengurangi segala hormat buat kak citra novy 🙏🏻. Don't read if you don't like it🙏🏻 Nohyuck Genderswitch