🥀__🥀
Jeno menepis keringat yang mulai menyebar dipermukaan wajahnya. Entah untuk keberapa kali, bahkan berapa puluh kali mencoba menyalakan motor dengan menginjak-nginjak kick starter. Sesekali berjongkok di samping motor, mengotak-atik mesin motor membuat kedua telapak tangannya berlumuran oli yang sudah menghitam. Namun percuma, Jeno bukan anak otomotif, sentuhan tangannya tidak kunjung membuat motornya menyala.
Starter elektrik yang berada di bagian stang kannanya tidak berfungsi."Padahal baru minggu kemarin gue servis motor." Dengan keringat membanjir Jeno sekilas menatap Haera yang berdiri di sampingnya.
"Ya udah. Gak usah Maksain, Jen. Gue masih bisa nganter Haera pulang," ujar Renjun dengan senyum penuh arti. Sedari tadi Renjun mendampingi Haera. Jaga-jaga takut Jeno tidak bisa mengantar Haera, dan memang itu harapannya agar ia bisa menggantikan Jeno untuk mengantar Haera pulang.
Jeno tidak menghiraukan perkataan Renjun, kaki kanannya masih terus menekan-nekan kick starter. Sesekali menghela nafas panjang dan menepis keringat yang sudah deras.
'Rina, Rinaa. Ini gak lucu,' rutuknya dalam hati. Entah apa maksud dari dumalannya, namun ketika Jeno mengajak Haera untuk pulang bersama tadi, tiba-tiba motornya tanpa sebab mati seperti ini. Aneh.
Jeno pernah berjanji pada Haera, jika ia diberi tugas untuk melaksanakan tugas di luar kantor, entah untuk meliput berita atau sekedar mewawancara dan sebagainya, ia akan mengajak Haera. Dan hari ini—pukul 4 sore nanti, Jeno diberi tugas untuk memuat berita mengenai seorang tersangka kasus pembunuhan, maka dari itu ia mengajak Haera untuk pergi dengannya. Namun, ternyata malah seperti ini kejadiannya.
"Nih." Haera mengulurkan tangannya untuk memberikan selembar tissue yang baru saja ia tarik dari dalam tasnya.
"Ambil," perintah Haera, karena Jeno masih bergeming. Jeno meraih tissue dengan gerakan lemas. Tatapannya sekilas terarah pada Renjun yang kini menatapnya dengan penuh kemenangan, lalu tatapannya terjatuh pada jam tangan yang melingkar tunggal pada pergelangan tangan kirinya, Jeno mendesah,
"Udah jam 2. Lo pulang bareng Renjun aja, kapan-kapan gue ajak lo lagi." Jeno tersenyum, setelah itu lengannya bergerak mengusap permukaan wajahnya.
"Kalau motornya gak nyala kan kita bisa naik bis. Kalau enggak, gue anter lo dorong motor ke bengkel."
"Kaki lo sakit, nanti tambah sakit kalau kebanyakan jalan." Renjun mengingatkan.
Haera menggeleng. "Kaki gue udah gak kenapa-kenapa. Lukanya juga gak gede kok." Haera meraih selembar tissue lagi dari dalam tasnya, menyerahkannya lagi pada Jeno. Tujuannya untuk membersihkan wajah Jeno yang kini dipenuhi noda hitam. Tanpa sadar, gerakan Jeno mengusap keringatnya malah memberikan noda baru pada wajahnya.
Jeno tersenyum, lalu sekilas menatap Renjun."Gimana ya, Jun? Haera maunya pulang sama gue?" Tiba-tiba Haera menoyor kening Jeno kencang,
"bukan gitu! Gue kan mau ngikut lo ke Lapas! Bukan maksudnya mau pulang bareng lo!" Renjun sempat bergeming, sejenak. Setelah itu melangkahkan kakinya meninggalkan Haera dan Jeno tanpa sepatah katapun. Renjun marah?
"Jun!" seru Haera. Renjun yang merasa namanya terpanggil memutar tubuhnya dengan malas. Menatap Haera dengan tampang 'ada apa?'
"Nanti malem gue telepon." Ucapan Haera membuat Renjun tersenyum. Wajah murungnya sudah pudar, berganti slide menjadi cengiran girang. Renjun mengangguk.
"Hati-hati ya," balas Renjun. Langkah pelannya sudah berubah sedikit melompat-lompat girang.
"Telepon?" Jeno memberhentikan gerakan menginjak-injak, menatap Haera yang tengah menatap langkah Renjun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes Voice✔
Fanfiction⚠DISCLAIMER⚠ Ini bukan original cerita aku. Cerita ini milik kak citra novy. Aku hanya mengganti pair nya menjadi nohyuck. Tanpa mengurangi segala hormat buat kak citra novy 🙏🏻. Don't read if you don't like it🙏🏻 Nohyuck Genderswitch