2

1.2K 171 22
                                    

🥀__🥀

Pintu sebuah kamar kos-kosan terbuka. Bagian bawah pintu yang sudah tidak seimbang antar ujungnya menyebabkan bunyi deritan setiap kali pintu tertutup maupun terbuka.
Lampu kamar dinyalakan. Cahaya lampu yang mulai redup. Entah kuota cahayanya akan bertahan berapa lama lagi.

"Hhh... Tadi aku lupa gak beli lampu," gumam si pemilik kamar menatap lampu kamarnya yang sudah mendung. Kakinya kembali bergerak, menyimpan helm, tas, dan ponselnya di atas meja. Lalu tubuhnya membungkuk, membuka tali sepatu satu-persatu. Melepaskan kakinya dari bungkusan kaus kaki yang seharian ini tidak ia buka sama sekali. Dasar laki-laki!

"Haera sama Yasmin, mereka sahabat aku. Gak usah khawatir sama mereka. Aku sempat mengenalkan mereka sama kamu, kan?"
Jeno, laki-laki itu melangkahkan kakinya menuju belakang pintu kamar mandi untuk meraih handuk yang menggantung di sana.

"Mungkin mereka hanya bercanda," ucapnya lagi sebelum memasuki kamar mandi. Berselang 15 menit, Jeno keluar dari kamar mandi dengan kaus putih dan celana pendeknya. Handuknya menggantung di tengkuk, ia gunakan untuk menggosok-gosokan rambutnya yang basah.

"Kamu masih khawatir?"

"Kamu tahu pasti, aku akan menepati janji itu sama kamu," ucapnya Jeno. Seolah perkataannya mendapat respon anggukan, Jeno tersenyum tipis. Lalu langkahnya terayun menuju tempat tidur.





🥀__🥀



"Santai Raa, santai."

"Santai? Gue harus bikin tulisan. Dan tulisannya harus berhasil dimuat di surat kabar." Haera mengetuk-ngetuk keningnya dengan menggunakan bolpoin. Ia mendengar ketukan-ketukan bolpoin itu berbunyi nyaring, apakah kepalanya saat ini benar-benar kosong? Walaupun sebenarnya ia sadar kepalanya kosong sedari dulu,

"Semaleman loh Yas gue coba buat nulis artikel. Tapi... Sumpah ya, gue rasa gue salah masuk jurusan." Ucapan Haera membuat Yasmin terkekeh. Salah jurusan? Sudah tingkat 3 seperti ini Haera baru menyadari bahwa dirinya salah masuk jurusan?

"Salah masuk jurusan? Bukan salah masuk jurusan, tapi lo kesasar masuk sini."
Haera tidak merespon, hanya menggigit-gigit bibir bawahnya. Bingung.

"Gue udah bilang sama lo, lo minta bantuan sama Jeno. Siapa tahu Jeno bisa bantu artikel amatiran lo buat dimuat di korannya," ucap Yasmin seraya mengeluarkan buku setebal 6 cm dari dalam tasnya.

"Coba ulangi lagi?" Haera memalingkan wajahnya, menatap Yasmin yang kini tengah membuka-buka buku tebalnya.

"Iya kan? Gak ada salahnya, Jeno kan sahabat kita. Mantan sahabat. Atau masih sahabat ya?"

"Ck! Kalau nanti nyamperin Jeno, terus Jeno pergi sebelum gue bilang apa-apa, gimana?"
Yasmin kembali terkikik, membayangkan wajah melas Haera menghadapi wajah dingin Jeno yang tidak menghiraukannya sama sekali.

Selama mata kuliah berlangsung, mata kuliah Komunikasi Grafis, mata kuliah yang paling Haera benci. Apakah ada mata kuliah yang Haera sukai? Sepertinya tidak ada. Gadis itu dulu bercita-cita menjadi seorang model, penyanyi, atau aktris mungkin. Tapi karena sikapnya yang labil dan mudah berubah-ubah, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil kuliah jurusan Jurnalistik. Aneh kan? Begitulah. Dan barulah saat ini ia menyadari bahwa ia tengah tersesat di hutan jurnalistik.

Brek...

 Entah kertas keberapa yang Haera sobekan saat ini. Sedari tadi gulungan kertas-kertas yang berisi tulisan kacaunya sudah memenuhi isi tasnya.

"Lo bisa kerjain tugasnya nanti," desis Yasmin, menyuruh Haera untuk fokus mengikuti perkuliahan.

"Gue gak bisa tenang sampai tugas Bu Diana selesai. Kalau nilai gue E, gue tahun depan bakal ketemu dia lagi. Lo mau gue sengsara untuk kedua kalinya di tahun depan?"

Eyes Voice✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang