Jakarta mempertanyakan keberanian.
Itu berlangsung selama 24 jam dalam sehari. Nggak usah jauh-jauh. Buka mata, bangun, dan kamu akan menyadari, mana ada hari yang tidak membutuhkan nyali. Ngejar bus saja, kamu harus semangat menjegal saingan. Jakarta memaksa orang berlari, berebut, menyikut, menyerang. Jakarta menstimulir orang untuk menelusup keluar dari dirinya sendiri, menjadi orang lain, berakting, membuat. Kalau tidak begitu, jakarta akan membuatmu jadi pecundang.
Ara salah satunya.
Peremempuan muda berusia 22 tahun, linglung dengan kehidupannya sendiri. Bukan, ia tidak gila. Ia hanya merasa hidupnya terlalu monoton untuk di jalani. Kesehariannya ia habiskan bermain di tempat-tempat ramai dengan musik yang memekakan telinga. Ia akan pulang dengan tubuh sempoyongan, mencari pegangan berjalan menyusuri lorong-lorong gelap dan menakutkan. Tubuhnya tidak pernah di sentuh orang, tidak ada yang berani. Tidak ada.
Paras nya yang cantik tidak sebanding lurus dengan penampilannya yang amburadul. Penampilannya lusuh, bajunya tidak rapih, tapi ia memiliki wajah yang cerah. Senyumnya manis. Ia hidup dengan semaunya, tidak ada yang bisa mengatur apa yang ia lakukan, tidak ada yang memberinya perhatian, tidak ada yang perduli dengannya, tidak ada. Bahkan Ara tidak pernah punya tempat pengaduan. Ia tidak pernah tau siapa orang tua yang melahirkannya. Perempuan yang malang, hidup seorang diri dengan lingkungan yang buruk. Hidup di jalanan, membuatnya menjadi manusia yang siap melakukan pekerjaan apapun demi memenuhi kebutuhan perutnya. Sekalipun pekerjaan itu berurusan dengan nyawa seseorang.
Hanya ada satu perempuan, yang hampir setiap hari mengawasi nya, mengikuti kemana perempuan itu pergi. Ara pernah menyelamatkannya dari tindakan pelecehan sesksual ketika dirinya sedang di landa mabuk berat."Kamu bisa datang ketempatku kalau butuh apa-apa. Tidakkah kamu merasa dingin? Aku juga bisa belikan kamu pakaian yang jauh lebih layak dari ini"
Ara tidak menanggapi ocehan perempuan di sampingnya. Ia sedang menikmati makananya setelah hampir seharian perutnya tidak terisi asupan. Tubuhnya lemas beruntung perempuan itu datang tepat waktu. Entahlah, ara hanya merasa tuhan selalu menolongmya lewat orang lain.
"Datanglah ketempatku nanti, aku punya sesuatu untukmu..."
"Bisakah kau berhenti bicara?" Ara menyudahi acara makannya. Kotak nasi itu ludes tak bersisa. Perempuan itu mengatupkan bibirnya mendapati tatapan ara yang tidak pernah lembut. Tatapannya selalu dingin, suaranya tidak pernah hangat. Raut wajahnya datar tak berekspresi. Perempuan itu tidak pernah melihat ara tersenyum.
"Sering menolongku, bukan berarti kau bebas melakukan apa saja. Aku tidak suka di atur. Bukankah ketika aku menolongmu. Aku tidak pernah meminta apapun padamu Fiony?"
Perempuan yang di panggil Fiony itu terdiam, tapi tidak merasa takut. Ia seperti sudah biasa dengan nada suara ara yang tidak pernah rendah."Pulanglah, kau bisa menemuiku lagi di tempat biasa"
Ara sudah siap meninggalkan fiony. Tangannya sudah menekan pintu mobil tapi di urungkannya. Matanya menatap fiony lagi.
"Apa ada sesuatu lain yang ingin kau sampaikan?" matanya memincing, fiony tersenyum lebar. Ara selalu paham."Jangan menyentuh perempuan lain..." Suaranya pelan, tapi mata itu menyiratkan pengarapan. Ara tidak segera merespon, tapi tatapan matanya berubah. Matanya bergerak-gerak memperhatikan wajah fiony. Tubuhnya. Bibirnya. Lehernya. Ara menyeringai
"Apa itu tandanya aku boleh menyentuhmu?" Bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang tidak di baca fiony, kilatan matanya menajam. Fiony menyukai itu, ara terlihat lebih seksi.
"Anytime" katanya dengan tatapan menggoda.
Ara tersenyum tipis, tangannya membelai paha fiony yang tidak tertutup rok mininya. Fiony menikmatinya. Ia selalu menyukai sentuhan ara di tubuhnya. Ia selalu suka ketika perempuan itu sudah menguasai dirinya."Aku akan menghubungimu, jangan matikan ponselmu..."
Ara memagut bibir Fiony dengan tiba-tiba setelah berbicara demikian. Perempuan itu selalu melakukan apapun tanpa aba-aba. Beruntung fiony sudah biasa dengan itu.
Ketika tangannya menggerayangi tububuhnya, fiony terpejam, tangan itu mulai bergerak liar...