Genre : Romance
Setting : AU, Indonesia
All character are belong to Hajime Isayama
Story by me
************************************
Suasana di laboratorium kimia itu terasa kondusif. Hal tersebut dikarenakan para mahasiswa dan mahasiswi yang sedang melaksanakan praktikum kimia dasar. Praktikum tersebut sudah terlaksana dari beberapa menit lalu. Dan kini hanya menyisakan para mahasiswa dan mahasiswi yang tengah terfokus pada bahan percobaan mereka.
Sahutan dari alat berbahan kaca di laboratorium pun tak terindahkan sesekali mulai terdengar karena bersentuhan dengan alat lain. Apalagi dengan cairan-cairan kimia yang juga ikut menjadi bahan praktikum kini sudah berulang kali dituang ke tempat lain.
Sedangkan, gadis berambut cokelat itu mulai mendecak kesal pada tabung reaksi di genggamannya yang sudah berganti kesekian kali. Namun hal tersebut tak membuatnya kehilangan fokus pada bahan percobaannya. Meski kesal karena ia berulang kali harus mengulangi percobaannya, hal tersebut tak membuat dirinya kehilangan minat pada praktikum kali ini.
Kepalanya ditegakkan, lalu Hange membenarkan kacamata yang membingkai wajahnya tersebut yang telah bergeser sedikit. Ditatapnya tabung reaksi berisi bahan penelitiannya itu sembari menggoyangkan tabung itu pelan. Ia akan mengamati kembali perubahan warna dari bahan praktikum tersebut yang sudah ia ulangi kesekian kali, namun tadi gagal karena ia salah menakar bahan praktikumnya.
Tabung reaksi itu sudah Hange goyangkan perlahan. Tapi, lagi-lagi tak ada perubahan yang terjadi seperti sebelumnya. "Kenapa gagal lagi!" ia berucap kesal sembari mengacak kasar helaian rambut cokelatnya.
Kepalanya kini ia tumpu di atas meja yang ada di laboratorium. Sambil mengerang kesal, Hange seperti tak mampu lagi melanjutkan praktikum ini. Apalagi genggamannya pada tabung reaksi itu mulai mengendur kemudian. Kepalanya sudah cukup pusing karena percobaan praktikumnya yang sudah gagal lagi.
"Makannya, kalo goblok jangan dipiara!" tiba-tiba, sahutan menyebalkan seorang lelaki terdengar memasuki indera pendengarannya. Dengan cepat, kepala Hange kembali ditegakkan setelah lelaki itu berucap.
Mata gadis itu memicing tajam lalu mulai membalas, "Apaan sih lo Vai. Kalo gamau bantu jangan ngatain gue!" Ia kesal karena Levi bukannya membantu malah mengatainya.
Lalu Hange kembali menyahut dengan ekspresi kesal. "Elo sih enak udah selesai. Kelompok lo juga orang-orangnya gampang diajak kerjasama. Elo tuh...." dan ocehan-ocehan lainnya dari bibir gadis itu yang pastinya tidak akan selesai dengan secepat kilat.
Sedangkan si lelaki berambut hitam hanya mendesah malas pada gadis itu yang kini mulai mengomel tak jelas. Ia kemudian mendekat dengan cepat sembari menarik kuncir kuda gadis itu dengan satu tarikan. Hingga pada akhirnya Hange hanya dapat mengaduh kesakitan setelahnya.
"Apaan sih Vai. Kebiasaan banget narik-narik rambut gue!" dengus gadis itu sambil mengerutkan dahinya kesal.
"Lagian lo malah kerja sendiri," kedua lengan Levi ia silangkan di dada. "Punya kelompok tuh harusnya bisa diajak kerja sama. Kenapa elo malah kerja sendiri. Liat tuh! Kelompok lo malah leha-leha." lanjut lelaki itu yang sebenarnya sambil menyindir kelompok Hange. Tapi sepertinya, percuma ia menyindir mereka. Kelompok gadis itu malah tak mengindahkan maksud ucapannya.
"Biarin!" balas Hange lagi kemudian.
"Udah kalo lo gamau bantuin gue, jangan gangguin gue!" setelah berucap begitu Hange langsung kembali lagi meneruskan praktikumnya yang tertunda sementara tadi.
Levi malah mendecih. Gadis di hadapannya ini memanglah keras kepala. Direbutnya tabung reaksi yang berada di genggaman gadis berambut cokelat itu. Hingga si gadis hanya dapat membelalak tak percaya.
"Lagian elo tuh salah bahan percobaan, udah gitu elo juga salah ngerjain praktikum. Kita hari ini penentuan kadar make titrasi, bukan mau cari tahu zat apa yang ada di bahan! Yang elo ambil juga malah Asam Mefenamat, bukan Amoxicilin. Gabisa bedain apa lo!" Hange hanya dapat mengerucutkan bibir kesal setelah ia baru menyadari kesalahannya dalam mengerjakan praktikum yang dikerjakannya. Ia hanya bisa terdiam mendengarkan omelan Levi padanya.
Ah. Pantas saja kelompok lain mengabil buret, bukan tabung reaksi sepertinya. Ia hanya dapat merutuki kebodohannya sendiri kini. Untunganya pula dosen atau pun asisten laboratorium sedang tidak ada di tempat untuk mengawasi. Bisa-bisa, sudah habis ia diceramahi.
"Kayaknya percuma elo makek kacamata. Mata lo masih gabisa bedain mana Asmef mana Amoxicilin!" lanjut Levi. Sedangkan si gadis tambah mengerucutkan bibir sebal. Apalagi dengan cibiran lelaki itu yang ia dengar barusan.
Lelaki itu kemudian berjalan ke arah lemari di mana obat tersebut ditempatkan. Berniat mengambil obat yang memang terdapat di sana.
Diambilnya antibiotik Amoxicilin tersebut dari tempatnya. Dengan membawa cawan petri, ia menaruh 2 tablet antibiotik Amoxicilin itu di atasnya. Setelahnya, ia berjalan kembali menghampiri si gadis yang masih berwajah sebal.
"Nih, gerus dulu! Terus lo timbang lagi sesuai yang mau dipraktekin!" titah lelaki itu kemudian. Ia memberikan cawan petri berisi antibiotik itu ke tangan si gadis dengan cepat.
Hingga setelahnya, gadis berambut cokelat itu hanya dapat menuruti titah Levi padanya. Ia pun mulai memindahkan 2 tablet antibiotik tersebut ke atas mortar, guna menghaluskan obat itu agar dapat ditimbang kembali setelahnya.
"Woi, bantuin si Hange kalian! Mau lo gue kasih tau Bu Ymir!" setelah mendengar suara lelaki itu. Orang-orang di kelompok Hange, masing-masing saling mendengus tidak suka pada lelaki itu. Tapi mau tidak mau, mereka pun kini mulai membantu aktivitas gadis itu yang masih berkutat pada praktikumnya dari tadi. Takut, kalau Levi benar mengadukan mereka pada Bu Ymir, si dosen mata kuliah kimia dasar mereka.
Levi menghembus nafasnya cepat. Ia baru sadar bahwa dirinya jadi mengucap bayak. Karena gadis itu memang selalu membuat atensinya tertuju padanya. Meski sebenarnya tadi ia malas membatu sekalipun. Tapi entah mengapa, tindakannya selalu tidak sesuai dengan pikirannya jika melihat gadis itu sulit. Yang lantas saja membuat dirinya akan membantu gadis itu setelahnya. Ah, memang kalau sudah cinta seperti tidak peduli lagi harga dirinya sendiri.
______________________________________
Thank you very much yang sudah membaca...
KAMU SEDANG MEMBACA
L.O.V.E WORDS
FanfictionSumary : Hange mendesah pelan. Mengapa dari semua konsentrasinya ia harus selalu jatuh pada Levi lagi. Ah, memang kalau sudah cinta, insting pun rasanya sudah seperti mati rasa. Rasanya meskipun ia menghindari, selalu saja ia akan terpatri pada lela...