Spoken Words 3 : Flows

296 48 3
                                    

Genre : Romance

Setting : AU, Indonesia

All character are belong to Hajime Isayama

Story by me



************************************



Jam 14:30

Tepat sekali kali ini kelas mata kuliah kimia dasar telah usai. Para mahasiswa dan mahasiswi yang sedari tadi berwajah melas, kini mulai bersemangat kembali. Memang setiap mata kuliah yang berlangsung siang hari, entah mengapa selalu membuat mereka mengantuk dalam kelas. Dilihat mereka, Bu Ymir yang juga mulai beranjak dari kursi. Menandakan akhirnya mereka terbebas dari rasa bosan yang sedari tadi menghampiri.

Sedangkan gadis berambut cokelat itu mulai beranjak dari tempat duduknya menuju Levi yang masih membereskan paralatannya. Ia pun jadi terduduk lagi setelahnya di sebelah kursi tempat duduk Levi. Mata hazel miliknya kini mulai memperhatikan lelaki itu yang tak juga menyadari kehadirannya.

"Mau langsung pulang Vai?" tanyanya yang kini sudah menopang dagu dengan sebelah lengan yang menjadi tumpuan, tapi lelaki itu tetap tak menjawab pertanyaannya. Niat Hange sih bukan sekadar hanyalah menyapa semata, ada maksud lain sebenarnya. Menanyakan perasaan lelaki itu misalnya. Tapi, lagi-lagi terkurung rasa gugup seperti biasa.

"Ekhremmm..." Hange berdehem seketika. Mencoba menguasai perasaannya yang lagi-lagi bersiap membuncah kala dirasa. "Ekhremmm..." sekali lagi ia berdehem, mencoba agar memancing atensi lelaki itu agar mau menghadap ke arahnya.

Berhasil...

Levi kini menengokkan muka datarnya sambil menatap Hange dengan tajam. Sepertinya ia merasa risih pada deheman gadis itu tadi. Sedangkan Hange, lagi-lagi bersiap mengucap kata. Ia harus bisa menghilangkan kegugupannya dan mulai mengucap tanya.

"Vai?" mulanya tetap tak ada jawaban dari si lelaki. Hanya tampang heran dan alisnya yang saling bertautlah ia menanggapi. "Levi?" Gadis itu mulai mencolek lengan Levi beberapa kali dengan jari telunjuknya, sedangkan lelaki itu masih berkutat membereskan peralatannya ke dalam tas. Yang mau tidak mau, Levi dengan seketika menghentikan aktivitasnya dan menatap Hange dengan wajah kesal.

"Apa?" sedangkan Hange jadi cengegesan setelahnya. Dan hal tersebut hanya tambah membuat Levi mendengus kesal saja.

"Gue mau nanya lagi sama elo!" gadis itu mulai mengucap pernyataannya. Hingga membuat si lelaki lagi-lagi mengerutkan dahi. Heran dengan sikap si gadis yang tidak bisa langsung pada inti.

"Apaan?"

"Elo, suka sama gue kan?" sudah Levi duga, pertanyaan itu lagi ternyata. Ia mendecak menahan sebal, sembari berusaha menormalkan detak jantungnya yang mulai melaju cepat kembali. Lagipula, apa-apaan si Hange ini. Bisa-bisanya gadis itu tetap mengulang tanyanya yang sudah terjawab kemarin, meskipun ia juga tidak jujur sih menjawabnya.

"Udah gue bilang, elo tuh kepedean! Gue gak suka sama lo!" jawab Levi kemudian. Di mulut sih bilang tidak, tapi di hati ia selalu berkata, I Love You Hange. Ia jadi hanya bisa merutuki jawabannya barusan.

Mata Hange jadi berkedut kesal, jawaban dari lelaki itu sungguh tidaklah memuaskan semua pertanyaan yang selama ini ia pendam. Bisa-bisanya ia masih mengharapkan jawaban sesuai keinginannya. Tapi, ia baru ingat, bahwa si lelaki memang terkenal tak bisa mengungkap maksud dari ucapan yang ia ucap sendiri. Ia lagi-lagi tersenyum menyeringai, berniat menggoda Levi yang kini sudah mau beranjak dari tempat duduknya.

"Bohong kali lo!" sambil mengikuti lelaki itu beranjak dari kursi, senyum simpul di wajah Hange tetap saja terpatri. Sedangkan Levi kemudian menghentikan langkah kaki kala Hange mulai mengikuti.

"Ngapain gue bohong!" jawabnya sambil mendengus kesal. Padahal sih memang iya, gumam Levi dalam hati. Habis, sifat tsunderenya masih saja menguasai.

Bibir Hange mulai mengerucut kini, atas jawaban Levi yang tak juga memuaskan pertanyaannya. "Ngaku aja deh lo!" tapi kini, ia mulai lagi menggoda si lelaki. Apalagi, ia sembari terkikik pelan menertawai sifat Levi yang juga tak mau jujur. Ternyata gadis itu tidak mau menyerah untuk meminta jawaban.

"Rese banget sih lo!" dengusnya kemudian. Ia tak mengindahkan godaan dari Hange, dan tetap berjalan keluar ruang kelasnya dengan degupan jantung yang sedari tadi masih saja terasa. Hange ini, dia tidak sadar apa dengan Levi yang sebenarnya sekarang sudah mulai salah tingkah. Tapi beruntunglah dengan muka datarnya ini. Ia jadi bisa menyembunyikan kegugupannya dari Hange yang terus menggodanya.

"Yaudah kalo gak mau ngaku!" Hange menyimpan kedua lengan di dada. Ia berhenti mengikuti langkah kaki Levi yang mulai menjauhi kelas. Ia mendecak sebal, sembari matanya menyoroti lorong-lorong kelas yang mulai sepi lengang. Berniat mencari mangsa untuk memanasi Levi.

Matanya menatapi sekitar kelas itu. Hingga kemudian, ia mendapati sosok seorang lelaki berambut pirang agak gelap yang berjalan sendiri melewatinya. Itu adalah Moblit, teman sekelasnya sekaligus Levi. Sepertinya ia habis dari tempat lain.

Dengan cepat ia mengamit lengan Moblit. Sedangkan si lelaki hanya dapat tetsentak keheranan. Barusan saja ia mau melangkah untuk pulang. Tapi niatnya tertunda karena Hange yang malah mengamit lengannya tiba-tiba.

Dengan sengaja gadis itu melangkah cepat hingga melewati depan Levi sembari masih mengamit lengan lelaki itu. "Mob, pulang bareng yuk!" nada suara Hange sengaja ditinggikan. Berniat melihat reaksi Levi padanya kalau ia bersama dengan lelaki lain. Sedangkan Moblit hanya bisa tersenyum paksa.

"Eh, i- iya." lelaki itu hanya dapat mengernyitkan muka pasrah.

Levi mendecih kesal, kala melihat Hange yang menggandeng lengan lelaki lain. Ia cemburu, tapi mereka hanya sebatas teman. Duh, jadilah hal tersebut membuat dilema tersendiri untuknya. Ia mau marah, nanti gadis itu malah kepedean. Padahal sih memang benar ia suka. Akhirnya ia memilih tak menghiraukan, walaupun hati bergumam kesal.

Ia mulai melangkahkan kakinya dengan cepat, guna dapat melewati kedua orang itu yang masih saling mengobrol satu sama lain. Dengan begitu, ia tidak dapat melihat pemandangan yang sebenarnya membuat dirinya kesal. Dan kemudian memilih untuk pulang sendirian.

Hange jadi terkikik pelan, saat melihat Levi yang sepertinya sudah berwajah sebal. Ia berhasil memanasi lelaki itu ternyata, batinnya jadi tersenyum senang. Hingga dilihatnya lelaki itu yang sudah berjalan menjauh melewatinya.


______________________________________



Thanks sudah membaca...

L.O.V.E WORDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang