Part. 4

534 78 3
                                    

"Nona dan Tuan Jeon, mobil sudah siap. Silahkan masuk. Hoejang-nim sudah menunggu."

Jungkook sama sekali tidak memegang tanganku saat memasuki mobil, terlihat sekali bahwa hanya aku yang berharap disini.

Tidak, aku tidak akan berharap pada manusia ini. Mungkin aku tidak akan pernah.

Sesampainya di restoran itu, kami berdua disambut dengan bodyguard milik Direktur Jeon. Jantungku benar-benar berdegup sangat kencang, mungkin Jungkook bisa mendengarnya karena kini ia benar-benar menggandengku sampai ke ruangan VVIP khusus untuk kami bertiga.

"Chaeyoung? Kau sangat cantik sekali.. aku sampai tidak bisa mengenalimu. Dulu saat aku dan papamu bertemu di Australia, kau masih sangat kecil. Tidak sangka.. kini kau menjadi pengganti papamu. Silahkan duduk.." sapa Direktur Jeon dengan sangat sopan, sungguh sangat berbeda dengan anaknya.

"Ah- terimakasih Jeon Hoejang-nim." dan akupun menundukkan badanku 90 derajat.

"Sudah selesai basa-basinya?" ujar Jungkook beserta nada ketusnya yang khas.

"Jungkook.. dia papamu, bisakah kau sopan sedikit?", Jungkook hanya terdiam dan bersender di pintu masuk melihat kami berdua.

"Ayo duduk. Sedang apa kau disitu?" lanjutku sambil menarik kursi tepat disebelahku.

Makan malam dimulai..

Satu persatu makanan datang memenuhi meja kami, aku benar-benar merindukan makan malam bersama papa. Setidaknya ini mengobati rasa rindu itu.

Kami duduk bersebelahan dan ia mulai menyantap makan malamnya tanpa sepatah katapun.

"Jungkook-ah, papa hanya pesan padamu untuk terus menjaga Chaeyoung."

"Pa, apa pernah kau datang saat mama jatuh sakit? Apa pernah kau menjaga mama saat ia membutuhkanmu? Hm?"

"Jungkook-ah.. b-bukan begitu-"

"Kau tau pa? Sejak saat itu, aku tidak pernah berharap bahwa papa akan kembali kerumah."

"Kau?! Beraninya melawan papa seperti itu!"

"Cukup. Sudah cukup. Ayo kita bicara di luar Jungkook-ah."

Aku segera menarik Jungkook keluar dari ruangan VVIP itu yang terasa sangat panas. Yang ia lakukan saat berhenti di depan ruangan, ia memukul tembok dengan tangannya. Bahkan noda darahnya terlihat jelas di tembok berwarna putih gading itu.

Yang bisa aku lakukan hanya memandangi nya, sampai ia selesai meluapkan emosinya. Dan menunggu sampai ia mau bicara.

"Kau tau? Aku benar-benar benci pria itu. Saat mama meninggal, aku bahkan ingin memutus tali keluarga antara aku dan papa."

Entah mengapa, rasa iba-ku padanya meluap seketika. Bahkan aku sempat melupakan apa yang telah ia lakukan padaku. Bodohnya aku bisa-bisanya memberikan rasa ibaku yang berharga padanya.

Drrrtt.. Drrrtt..

"Tunggu sebentar. Aku harus mengangkat telfon."

"Eoh, aku tunggu disini."

Entah siapa yang menelfonnya tapi aku penasaran, apakah seorang Jeon Jungkook memiliki kekasih. Bahkan seisi sekolah pun tidak tau siapa kekasih Jungkook sebenarnya, Jimin bilang kalau ia memang pernah dekat dengan beberapa perempuan tapi tidak ada yang tau siapa sebenarnya kekasih seorang Jeon Jungkook.

"Ayo pulang." ujarnya padaku di depan seluruh bodyguardnya. Pak Kim yang sudah siap berdiri di depan mobil membukakan pintu untuk kami.

Ia terlihat murung sepanjang perjalanan pulang dan itu terlihat sekali dari matanya.

I Hate You || JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang