Part. 2

616 88 1
                                    

Aku menatap langit-langit kamarku yang sangat asing ini, memandanginya sambil mendengar lagu kesukaanku agar tidak begitu sunyi. Aku sangat benci kesunyian. Tapi lama kelamaan, airmataku ikut membasahi mataku.

Bukan karena aku rindu Melbourne, Mama atau Papa. Tapi aku sangat benci rasa ini, rasa penuh kehampaan dalam hatiku. Kekosongan ini membunuhku. Dan aku mulai berbicara sendiri, dalam hatiku. Aku bercerita bagaimana jika aku menikah, mempunyai anak dan rencana yang aku lakukan untuk perusahaan papa. Mataku terpejam dengan sendirinya.

Tak sadar aku berteriak dengan mataku yang masih terpejam.

"Nona! Bangunlah!"

Pagi itu aku melihat Pak Kim berdiri saat aku membuka mataku. "Nona! Kau tidak apa-apa?" Tanyanya khawatir. "Aku mengalami mimpi buruk, ini sudah jam berapa?" tanyaku pada Pak Kim.

Ia melihat jam yang terdapat pada pergelangan tangannya, "Jam 11 siang, Nona." Balasnya.

Mimpi itu sangat jelas, papa bilang kalau ia sudah miliki jodoh untukku. Laki-laki pilihannya yang cocok untukku. Entah mengapa tapi aku menangis di mimpiku itu.

Ah masa bodoh. What a stupid dream.

Ya benar, hari ini aku akan berkeliling seoul, setidaknya aku harus tau dimana aku berada. Cuaca hari ini juga bagus untukku pergi jalan-jalan sebelum masuk sekolah. Untuk itu, Pak Kim mempersiapkan pakaian untukku. Hm, maksudku Pak Kim menyewa private stylist untukku.

Sebenarnya untuk pakaian, aku bisa memakai apapun. Tapi seperti yang dikatakan papa, you are what you wear. Jadi aku tetap menyetujui hal-hal berlebihan seperti ini, dan pun ini tidak menggangguku sama sekali.

"Nona kita berangkat sekarang?" tanya Pak Kim saat aku sedang menyantap sarapanku. "Baik, aku akan menyusul ke mobil. Aku mau mengambil sesuatu di kamar." jawabku. Pak Kim hanya mengangguk tanda mengiyakan perkataanku.

Akupun mengambil foto papa dan mama dari figura, membawanya dan memasukkannya ke dompetku. Foto itu membuatku tenang, itulah mengapa aku harus membawanya pergi. Setelah itu, aku pergi menuju halaman depan dan terlihat mobil yang terparkir tepat di depan rumahku. Sepertinya mobil ini adalah mobil mendiang papa ketika ia pulang ke Korea. "Pak, ini mobil papa ya?" tanyaku saat aku memasuki mobil itu.

"Benar, ini mobil miliki Ketua." jawabnya dengan sedikit anggukan.

Bau mobil ini benar-benar seperti papa, parfumnya menempel bahkan sampai di jok mobilnya. Aku benar-benar merindukannya.

Saat di perjalanan Pak Kim tiba-tiba saja bilang bahwa aku harus menemui pengacara papa, untuk mengurus beberapa perjanjian dan kontrak kerja. "Nona sepertinya kita harus berhenti sebentar, ada yang harus dibicarakan dengan pengacara." ucap Pak Kim.

"Ada apa?" Tanyaku dengan perasaan khawatir. Tak biasanya aku harus bertemu pengacara.

"Untuk itu kau harus menemuinya, tentang wasiat Ketua." balas Pak Kim.

Wasiat? Wasiat apa?

Sesampainya di kantor pengacara, pak Kim mempertemukanku dengan pengacara Jung Hae Jin. Pengacara papa di Korea, salah satu pengacara yang terbaik dari semua pengacara.

"Selamat siang Nona, saya Jung Hae Jin. Pengacara Ketua Park. Saya disini ingin membacakan surat wasiat milik Ketua yang harus saya bacakan di depan Nona Chaeyoung selaku Putri Tunggal beliau. Untuk surat wasiat milik Ibu Ketua Park sudah dibacakan di Australia." Ucapnya menjelaskan.

I Hate You || JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang