ANVARO : 10

25 3 0
                                    

Assalamu'alaikum
Next ya:)

Jangan lupa Voment woyyyyyh
Tandai typo!
Happy Reading ❤

🍁 🍁 🍁 🍁 🍁 🍁 🍁

"Harusnya kamu itu bersyukur, saya masih sudi buat biayain dan besarin kamu. Asal kamu tahu, sebenarnya saya itu malas nampung anak kayak kamu gini. Udah dibesarin malah nggak tau diri," ucapnya sengit sambil menunjuk ke lawan bicara yang hanya terisak dengan posisi tersungkur.

Entah kesalahan apa yang ia perbuat.

"Sudah saya peringatkan berkali-kali, jangan pernah datang ke tempat itu lagi. Apa kamu tuli, HAH?" teriaknya diakhir kalimatnya, sungguh sebenarnya kata ini jauh dari kata pantas keluar dari mulut seorang ibu untuk sang anak.

"Maafin Anna, ma."

Isakan demi isakan masih terdengar dari mulutnya, sebisa mungkin ia tahan namun suara itu semakin jelas keluar dari bibirnya.

"Sekarang kamu pergi dari sini, saya muak lihat wajah kamu," usirnya sambil beranjak pergi dari sana.

Dengan berat hati, Anna bangkit dari posisinya. Memunguti pakaiannya yang berserakan.

Di tempat persembunyiannya, Zia sibuk mengusap air matanya saat melihat sang kakak dikatai ucapan yang tak pantas, ia memang tak pernah merasakan apa yang kakaknya rasakan, namun menyaksikan saja ia turut iba.

Setelah mengambil pakaiannya, Anna berjalan dengan lesu menuju kamarnya. Apa yang dilakukan Anna salah jika berkunjung ke panti? ia hanya rindu dengan anak-anak disana.

"K-kak."

Panggilan dari Zia membuat langkahnya terhenti, tanpa menoleh ke lawan bicara. "Maafin mama, ya kak. Mama kayak gitu karena nggak mau kak Anna kenapa-napa," lanjutnya yang membuat Anna ingin tertawa saja. Apakah secara tidak langsung ucapan Zia menunjukkan jika mamanya peduli? Ck! itu seperti omong kosong yang sering ia dengar, namun kenyataan berbanding terbalik.

Dirasa Zia tak melanjutkan ucapnya, Anna segera masuk dalam kamarnya. Dirinya lelah, badan, pikiran seolah tak ingin untuk bekerja yang lebih berat lagi. Ia capek, Anna harap ini semua cepat berakhir.

Setelah menutup pintu dan menguncinya, Anna merebahkan tubuhnya dilantai depan pintu, dengan posisi persis seperti janin dalam kandungan tak lupa air mata yang tak berhenti menetes dari kedua matanya.

Ini kemarahan mamanya yang besar setelah sekian lama, bahkan Anna dulu pernah diceburkan ke kolam renang, terlebih Anna yang tak mempunyai kemampuan berenang. Hingga esok nya terpaksa harus dilarikan kerumah sakit karena demam yang tinggi.

Isak tangisnya masih keluar dari bibirnya disertai segukan.

"MaafinAnna, ma," gumamnya kesekian kalinya.

"Hehhhhehhh, dingin."

Dinginnya lantai menyambut kulit putihnya, ia hanya mengenakan celana sebetis dan kaos polos se-siku.

Hingga malam menjadi larut, namun Anna tak beranjak dari tempat awalnya. Badannya terasa tak mampu untuk bangkit dan pindah ke ranjang. Angin malam bersemilir masuk dari celah jendela yang terbuka, tubuhnya semakin panas.

Menggigil, itu yang Anna rasakan sekarang. Jika sudah begini sulit dirinya untuk meminta bantuan, toh mungkin nggak ada yang bantu kecuali bi Siti. Zia? pasti gadis itu sudah terlelap dalam mimpi indahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANVARO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang