"Hm hm~ hmm hmm hm hm~"
"Morning."
"Morning~" tanpa menoleh atau apa, masih tetap melanjutkan mengoles selai pada roti panggang dan bersenandung riang, senyumnya mengembang cerah ketika sebuah kecupan hangat mendarat di atas kepala.
"Nanti berangkat sama siapa?"
"Paling Mama, atau Papa mungkin pas sekalian berangkat."
"Ooh~ oke.."
"Eh, hari ini aku ada audisi buat tim paduan suara. Kira-kira aku lolos gak ya?"
"Lolos lah, masa sih orang kayak kamu gak lolos."
"Iih~ sakiit."
Rizki terkekeh pelan, ia elus pipi yang tadi ia cubit gemas. Elusannya berpindah ke kepala, mengusap rambut yang masih acak-acakan bekas bangun tidur. "Mandi sana, biar aku yang lanjutin. Lagian tumben banget kamu bangun duluan."
"Abis aku kepikiran audisi nanti."
"Hmm, ya udah sana mandi."
"Iya iya." mengalah juga. Kepalanya diusap lagi oleh Rizki, ia juga sempatkan memeluk Rizki dengan gemas, menduseli dada Rizki dan menggigit tulang belikatnya.
Rizki protes, jelas. Tapi gemas juga. Sampai ia angkat tubuh Faza di gendongan dan tertawa-tawa berdua. Padahal masih pagi, rumah sederhana mereka sudah ramai oleh tawa.
Kalau bicara soal Faza... ia persis seperti yang sering digambarkan di cerita-cerita fiksi. Tubuh mungil, bibir kecil, mata yang bulat, tampang yang manis, dan tentu kulit yang putih. Ah, yang terakhir itu karena turunan dari buyut-buyutnya yang memang orang kulit putih dari luar negri. Anggaplah Faza kecipratan gen itu. Karena tidak jarang pula, kadang kalau Faza habis main lama-lama di tempat terbuka, kulitnya jadi keling juga, tapi ya tidak begitu lama.
Faza baru resmi jadi anak SMA seminggu lalu, tapi sudah punya KTP, karena ia telat melanjutkan SD, terlalu lama di kampung halaman ibunya di Austria. Jadi saat masuk SMA, Faza sudah berusia 17 tahun. Ya, usianya memang terpaut sangat jauh dengan Rizki, bahkan dengan adik-adik Rizki pun cukup jauh, dengan yang bungsu saja Faza beda dua tahun. Berarti jarak usia Rizki dan Faza 13 tahun. Pertemuan Faza dengan Rizki pun ketika Faza masih menjabat sebagai siswa Sekolah Dasar. Dulu Rizki guru privat Bahasa Indonesia dan Inggrisnya.
Mereka sempat terpisah selama sekitar dua tahun. Hal itu, karena ayahnya Faza yang merupakan atasan Rizki dimutasi ke kantor cabang, mereka semua pindah. Dua tahun berikutnya baru Rizki yang turut dimutasi, mereka bertemu lagi dan Rizki kembali mengajar privat untuk Faza.
Sampai hari ini. Hubungan mereka lebih dari sekadar guru dan murid.
Tidak ada yang menyalahi hubungan keduanya. Tidak soal usia, tidak juga soal gender. Keluarga Faza sepenuhnya tau hubungan mereka berdua, meski yang lain tidak. Masih ditutupi, dirahasiakan dengan baik. Faza anak satu-satunya, paling disayang, dimanjakan, termasuk soal hubungan asmara ini. Pun, orangtua Faza sudah menganggap Rizki sebagai keluarga karena ia juga yang membantu Faza sejak kecil.
Faza tidak sepenuhnya tinggal di rumah Rizki, kadang hanya akhir pekan, kadang hanya main saja. Namun semalam Faza menginap karena ia habis main dengan teman-temannya, sengaja pulang ke rumah Rizki, karena Rizki juga yang menjemput, bukan orangtuanya.
"Take care. Good luck audisinya Za."
"Mkaay~" Faza menyahut, seraya memakai airpodsnya. "Byee. Eh nanti Kiki ke Rumah Sakit kan?"
"Iya, kenapa?"
"Sendiri?"
"Iya, orang janjiannya pas jam makan siang aku kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet (BL 18+) [COMPLETE]
Romance❝𝑾𝒉𝒆𝒏 𝒍𝒊𝒇𝒆 𝒊𝒔 𝒔𝒘𝒆𝒆𝒕, 𝒔𝒂𝒚 𝒕𝒉𝒂𝒏𝒌 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒏𝒅 𝒄𝒆𝒍𝒆𝒃𝒓𝒂𝒕𝒆. 𝑾𝒉𝒆𝒏 𝒍𝒊𝒇𝒆 𝒊𝒔 𝒃𝒊𝒕𝒕𝒆𝒓, 𝒔𝒂𝒚 𝒕𝒉𝒂𝒏𝒌 𝒚𝒐𝒖 𝒂𝒏𝒅 𝒈𝒓𝒐𝒘.❞ Masih tentang tanggungjawab, sakitnya pun masih sama, namun keduanya juga sama-sa...