Bitter : 05

1.4K 154 21
                                    

Di halaman belakang ada meja taman minimalis dari kayu yang dicat hitam, ada hammock juga yang menggantung dari pohon mangga ke pilar beranda. Intinya di halaman belakang benar-benar dijadikan untuk bersantai. Kalau masih buat untuk ayunan juga pasti sudah Rizki lakukan, namun ya tidak, ia biarkan Faza berayun di hammocknya saja.

Halaman belakang rumah Rizki memang terbilang cukup luas, karena sengaja Rizki buat rumahnya agak maju agar ia bisa membuat halaman belakang. Di depan hanya ada jalan kecil, teras, dan garasi, pohon-pohonan pun paling hanya pohonan gantung, berbeda dengan halaman belakang yang dibuat asri. Selain karena  ada pohon mangga, urusan pertanaman yang tidak bisa Farah simpan lagi di rumahnya ia bawa ke rumah Rizki. Yang itu karena memang tidak ada pilihan lain, pun halaman belakang rumah Rizki yang luas mampu menampung pepohonan milik Farah. Rizki sih oke-oke saja, karena kegiatan menyiram tanaman ternyata seru juga. Apalagi kalau sambil menggoda Faza.

Namun sore ini kegiatan menyiram pohon tidak bisa Rizki lakukan, ya memang karena sudah ia lakukan tadi pagi, pun sekarang halaman belakang dipakai Faza untuk belajar. Rizki di sana juga, duduk berhadapan dengan Faza di meja taman sambil mengurus kerjaan di laptop dan sesekali membantu Faza kalau ia butuh bantuan.

Faza sudah musim ujian, masih tidak menyangka kalau masa-masa SMA Faza juga akan segera berkahir dan lagi-lagi Rizki yang menjadi saksi perjalanan Faza. Semua keluh-kesah, suka-duka Faza selama SMA diluapkan pada Rizki, dari yang biasa saja sampai yang paling luar biasa. Ah, Rizki paling ingat ketika pemilihan jurusan IPA dan IPS. Wajah mendumal Faza yang kecewa karena guru-gurunya memasukan Faza ke kelas IPA sungguh tidak bisa Rizki lupakan.

Memang, dari dulu Rizki tau Faza tidak begitu suka dengan pelajaran IPA, terutama Fisika dan Kimia. Pun, sekolah Faza yang sekolah internasional ini masih berafiliasi dengan sekolah nasional, selain ada jurusan yang biasanya hanya ada di sekolah internasionl, sekolah Faza juga masih ada jurusan IPA dan IPS. Nah, Faza tidak mau masuk IPA karena ia merasa tidak mampu, ia mau masuk IPS, tapi apa daya, sekolah lebih menginginkan Faza di kelas IPA. Akhirnya Rizki juga yang turun tangan, bicara pada Faza yang kesal.

“Yang bilang kamu gak bisa siapa? Kamu sendiri.”

“Ya emang aku gak bisa, Ki. IPA tuh susah, aku gak bisa itung-itungan, banyak rumusnya. Belum lagi kimia, duuuh. Aku gak mau.”

“Ya kamu mikirnya udah gitu, mindsetnya udah kesitu jadi ya kamu ngerasa gak bisa terus.”

“Kikii~”

“Iya, aku paham Faza, gak semua orang langsung bisa, gak semua orang suka. Aku tau, tapi kan kamu juga udah di IPA, udah gak bisa pindah, sekolah maunya kamu di IPA karena mereka ngerasa kamu mampu disana. Mereka kan masukin kamu ke IPA bukan asal-asalan juga Za, mereka pikirin. Oh, Faza mampu nih di IPA, ya mereka masukin kamu.”

Faza makin merengut, sebal karena malah diceramahi.

“Gak papa di IPA, aku bantu, pasti aku bantu. Aku juga selama ini ikut belajar sama kamu, kan? Emang pernah aku gak bantu kamu? Nggak kan?”

“Tapi tetep mau masuk IPS aja.”

Rizki terkekeh, menarik Faza ke rangkulannya. “Udah ah, aku yakin kamu bisa kok. Jangan mikir susah dulu makanya, kan belum nyoba juga. Mana tau nanti malah jadi suka sama IPA, terus malah mikir IPS susah karena banyak apalan. Iya kan?”

Faza hanya merengut waktu itu, masih kecewa. Belum lagi ketika Faza sudah menjalani sebagai murid IPA sungguhan, keluhannya masih banyak, meski lama kelaam mulai terbiasa, mulai menikmati jadi murid IPA, dan mulai menganggap antara IPA atau IPS sama saja, sama-sama memiliki kesulitan tersendiri.

Sampai hari ini, mendekati ujian kelulusan, Faza semakin giat belajar. Sabtu-Minggunya tidak lagi ia gunakan untuk ngeband, Dirty Blossom turut vakum karena tiga personelnya harus mempersiapkan diri untuk ujian kelulusan juga ujian masuk universitas. Sang drummer sih enak, sudah lulus tahun lalu.

Bittersweet (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang