Bitter : 14

1K 142 16
                                    

Sebenarnya Faza sudah tiba sejak jam tiga dini hari tadi, ia tidak mencari penginapan atau apa, hanya berdiam diri di depan mini market dan merenung disana. Memikirkan perbuatannya, memikirkan rasa kecewanya. Hingga ketika matahari sudah menampakan diri, Faza baru memberanikan diri menelpon Kinan.

Entah, Faza pikir mukin agak salah juga ia malah menelpon Kinan, harusnya ia ke penginapan saja. Namun pikiran Faza tentang Rizki juga tidak mereka, karena itu Faza menelpon Kinan, dan di jemput disana bersama Arwen.

Faza tidak ditanya banyak hal, padahal ia pikir pasti Kinan akan tanya macam-macam, tapi tidak, hanya ditanya sampai jam beraapa dan sudah makan atau belum. Sepanjang jalan Faza hanya diam, sesekali ia dengar Kinan dan Arwen mengobrol di depan, tidak begitu Faza pedulikan, matanya hanya fokus pada layar handphone, yang menampakan foto candid Rizki, sedang menunduk memandangi kopi.

Ingin rasanya Faza menelpon Rizki, mengatakan pada Rizki kalau ia pergi jauh sekali. Tapi ia takut Rizki malah kepikiran meski tau Faza sudah aman bersama Kinan, padahal seperti ini pun malah akan semakin menyakiti Rizki.

“Faza di kamar aku aja ya?”

“Ya terserah, pinjemin baju kamu sekalian. Hari ini ke Rumah Sakit?”

“Iya, tapi aku jaga siang kok. Cuma bentar.”

“Ya udah, aku mau siap-siap dulu.” Pungkas Arwen, ia melirik Faza masih menunduk di belakang Kinan, hingga ia kembali memandang Kinan lagi, kekasihnya ini sedang menggeleng memberi isyarat.

Mereka berpisah disana, Faza dibawa Kinan ke kamar, dipinjamkan baju ganti serta handuk untuk mandi. Sementara Kinan kembali turun, memberitau ibu serta ayahnya kalau ada Faza. Mereka agak bingung, tapi lebih banyak khawatirnya, Kinan juga belum bisa cerita banyak, ia tidak mau memaksa Faza cerita, tunggu waktu hingga Faza menceritakannya sendiri. Yang Kinan lakukan kini, hanya membantu Faza yang seperti orang yang tersesat.

Faza mau diajak sarapan bersama, canggung memang, tapi Faza selalu menjawabi pertranyaan yang dilontarkan padanya soal perkuliahan, juga tentang Jogja. Masih belum ada yang bertaanya soal masalah Faza, belum, Sulimah dan Andri juga ingin menunggu Faza cerita sendiri, tidak mereka paksa.

“Za, nanti kan aku ke Rumah Sakit, kamu disini aja gak papa? Atau mau ikut? At6au7 jalan-jlana keliling Bandung?”

Faza diam dulu untuk pertanyaan yang satu itu, ia melirik Arwen di sebelah Kinan, lalu dua orangtua di depannya. “Aku disini aja Kak.”

“Yakin? Kalo mau ikut gak papa kok, aku cuma jaga sebentar doang, soalnya cuma gantiin temen aku. Kalo mau jalan-jalan juga gak papa, nanti biar sama supir. Ya Kak?”

“Iya.” Arwen baru menyahut.

Tapi Faza menggeleng, ia tolak kebaikan keluarga Surawiredja yang satu itu. Kaburnya Faza ini bukan untuk jalan-jalan, pun dalam pikirannya masih penuh dengan perceraian orangtua serta Rizki di sana. Faza takut, kelakuannya ini malah menghancurkan segalanya.

Selesai makan, Kinan ikut Faza ke kamar, mereka sekadar mengobrol basa-basi, masih belum membahas apa-apa. Kinan juga masih belum nenanyakan soal Rizki yang Faza tinggal. Ia biarkan Faza cerita, apapun yang ingin Faza ceritakan. Hingga obrolannya sampai pada alasan kenapa Faza bisa pergi sejauh itu dari rumah tanpa memberitau siapa-siapa.

“Salah paham aja mungkin.”

Faza mengangkat bahu, lagi-lagi menggeleng.

“Atau miskom aja. Kan katanya papa kamu juga lagi di luar terus, mungkin mereka jadi jarang ngobrol makanya jadi begitu.”

“Iya kali.”

“Nggak lah, mereka gak bakal pisah Za, percaya sama aku.”

“Tapi ibu aku juga udah siap gitu Kak, aku sampe ditanya mau ikut siapa. Ya aku bilang, aku gak mau pilih siapa-siapa.”

Bittersweet (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang