Bitter : 06

1.1K 153 16
                                    

Faza baru keluar dari kamar ketika ia lihat Rizki tersenyum-senyum memandangi layar handphone di ruang tengah. Sebenarnya, melihat Rizki senyum-senyum seperti itu Faza jadi tertular, makanya ia menyusul Rizki untuk duduk di sana, mencaritau apa yang membuat kekasihnya itu senang malam ini.

“Hm? Oh, nggak, ini aku liat foto yang dikirim Wina.”

“Kak Wina ngirim foto apa?”

Rizki masih tersenyum waktu ia menunjukan layar handphonenya pada Faza, memperlihatkan foto adik bungsunya mengenakan toga dan membawa piagam kelulusan. Hari ini Kinan wisuda untuk pendidikan akademiknya. Rizki memang tidak bisa datang, ia sudah menduga sejak lama, ia pasti tidak akan bisa datang, jadi hanya sekadar dikirimi foto oleh Winanti pun Rizki sudah merasa sangat cukup. Ia tetap bangga dengan pencapaian adik bungsunya.

Selesai dengan pendidikan akademik, Kinan akan melanjutkan pendidikan profesi, Rizki tau dari Winanti kalau Kinan akan melakukan co-ass di salah satu Rumah Sakit di sana. Rizki tidak bisa membayangkan segimana kerasnya perjuangan Kinan, bungsunya itu jauh lebih berhasil dibanding Rizki serta Winanti, ia akan menjadi seorang dokter. Siapa yang tidak bangga dengan hal seperti itu? Membayangkannya saja sudah buat Rizki senang.

Faza di samping Rizki turut senang, senyuman Rizki masih tertular padanya. Ia senang kalau Rizki senang, bahagia Faza sangat sederhana. Ia tidak menuntut banyak hal, asal Rizki bisa tenang, senang, Faza juga turut senang.

Tapi entah, Faza malam ini jadi teringat-ingat tentang perlakukan Rizki padanya. Memang selalu baik, Rizki tidak pernah ada kurangnya untuk Faza, ia mendapat perhatian dari Rizki, kasih sayang, dam macamn-macam. Mungkin malam ini, Faza hanya merasa sedikit cemburu. Ya, cemburu karena Rizki menujukan rasa bangganya pada Kinan tapi tidak dengan Faza.

Sudah sejak Faza masih menjadi siswa Sekolah Dasar, Rizki menyaksikan keberhasilan Faza.  Sebenarnya Rizki tunjukan, ia memberikan hadiah untuk setiap pencapaian Faza, dan Faza sendiri tau itu, bahkan sampai saat ini Faza masih memakai jam tangan hadiah dari Rizki ketika ia lulus SMP tiga tahun lalu. Kelulusan SMA waktu itu pun Faza masih dapat hadiah, waktu Faza di terima di jurusan Hubungan Internasional di salah satu universitas negri di sana pun Rizki memberikan hadiah. Tapi karena sudah terbiasa, semua terasa biasa.

Kalau Rizki pada Kinan, tidak bisa selalu diberikan, Fiza mengerti, itu sebabnya Rizki seperti teramat bangga atas hasil kerja Kinan, yang padahal Rizki juga merasakan hal yang sama atas usaha keras Faza. Hanya karena jarang melihat, jarang Rizki lakukan, jadi ketika Rizki menujukan perasaannya soal Kinan, Faza merasa sedikit cemburu, yang harusnya tidak perlu repot-repot Faza rasakan, karena ia sudah jauh lebih beruntung dari Kinan. Ia bisa mendapatklan kasih sayang dan perhatian Rizki ketika adik-adik kandung Rizki tidak bisa merasakan itu karena masalah keluarga.

“Kak Kinan hebat banget ya, dia masih muda, tapi udah jadi dokter gitu.”

“Belum bener-bener jadi dokter kali~” gemas Rizki, setaya mencubit hidung Faza yang menggelendot padanya sejak tadi. “Kalo gelarnya sih udah dapet, tapai belum jadi dokter, kan masih harus co-ass dulu.”

“Oooh~”

“Nanti tuuh, abis co-ass kan ada sumpah dokter gitu kalo gak salah, baru deh  bisa dibilang dokter, tapi ya belum bisa buka praktek sendiri gitu, masih ada yang ngawasin. Apa ya namanya? Aku kurang paham sih, tapi ya emang belum bener-bener jadi dokter banget, selesai dari yang itu, baru deh.”

“Jadi dokter anak?”

“Nggak.” Kekeh Rizki, makin gemas karena ia lihat Faza mengernyitkan kening kebingungan. “Kalo mau jadi dokter anak, yaa lanjut sekolah lagi, untuk spesialisnya itu loh, lima tahun kalo gak salah.”

Bittersweet (BL 18+) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang