8

13 2 0
                                    

Lisa lupa, sedekat apa pun ia kini dengan Malvin, hati Malvin tetap bukan untuknya. Putri akan terus ada di tengah-tengah hubungan mereka, entah sebagai pemilik hati Malvin atau sahabat Malvin.

Seperti saat ini, mereka menjemput Putri terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah. Lisa sudah merengek ingin berangkat sendiri saja, tapi Malvin bersikeras memaksanya ikut bahkan sampai menyeretnya masuk ke dalam mobil. Padahal Lisa ingin menjaga hatinya. Mungkin selama ini ia terlihat baik-baik saja melihat kebersamaan Malvin dan Putri, tapi tidak dengan hatinya.

"Hai," sapa Putri membuyarkan lamunan Lisa.

"Masuk," kata Malvin dari dalam mobil dengan kaca yang terbuka.

Putri berjalan membuka pintu depan mobil lalu terdiam saat melihat Lisa yang duduk di kursi tersebut. Tersenyum canggung hendak bersuara, namun Malvin lebih dulu membuka suara.

"Kamu duduk di belakang gak masalah, kan?" Seketika Lisa menoleh pada Malvin terkejut sekaligus senang.

"Oke." Putri beralih membuka pintu belakang. Putri menatap Lisa dari belakang dengan sendu, biasanya ia yang duduk di sana.

***

Shela mencolek-colek lengan Lisa yang sedang fokus menyalin cacatan di papan tulis. Lisa berdecak kesal. "Gue masih normal ya, gak usah colek-colek," katanya.

"Ssst, itu Malvin nungguin Lo," ucap Shela berbisik. Sontak Lisa memandang Shela penuh tanya, Shela melihat ke arah pintu kelas memberi tahu lewat tatapan mata.

Mata Lisa beralih menatap seorang cowok yang terlihat asik bersandar pada pintu kelas. Malvin menoleh ke arahnya, tersenyum saat tatapan mereka bertubrukan, sebelum Lisa memalingkan wajah lebih dulu tak kuat melihat senyum itu.

"Ngapain?" tanya Lisa pada Shela sambil curi-curi padang pada Malvin yang masih setia di depan.

Shela mengangkat bahu tak tahu. "Misi Lo udah berhasil?" tanya Shela.

Lisa menghembuskan napas panjang. "Gue gak tahu," jawabnya.

"Tapi gue lihat akhir-akhir ini kalian dekat," kata Shela.

Lisa mengangguk. "Raganya aja yang dekat, hatinya gak ada yang tahu," ucapnya.

Shela menatap sahabatnya itu prihatin. Dia ingin membantu tapi tak tahu bagaimana caranya.

"Udah tahu ditungguin, malah asik rumpi." Lisa terlonjak kaget saat tiba-tiba Malvin sudah di depan mereka. Dia tak mendengar ucapannya, kan?

"Ngapain Lo di sini?" tanya Lisa.

"Ngajak Lo ke kantin." Malvin menarik kursi, duduk di kursi depan Lisa.

"Gue masih nyatat, awas," kata Lisa mendorong ke samping tubuh Malvin yang menghalangi papan tulis.

"Foto, catat di rumah. Keburu waktu istirahat habis ntar," ujar Malvin.

Lisa membereskan bukunya mengalah. Jika dipikir-pikir selalu ia yang mengalah, menuruti ucapan Malvin dengan mudah, rasanya Lisa ingin menertawakan dirinya sendiri menyadari sebucin apa dia pada cowok tak peka bernama Malvin.

Mereka menyusuri koridor-koridor menuju kantin. Dari arah depan terlihat Putri dan seorang cewek tengah membawa beberapa buku di tangannya. Malvin mencekal tangan Putri saat mereka berpapasan.

"Mau ke mana?" tanya Malvin.

Putri melepas cekalan tangan Malvin, tampak sedikit risi. "Ke perpus," jawabnya.

Malvin menatap lekat Putri. "Hati-hati," katanya sebelum melanjutkan langkahnya kembali meninggalkan Putri yang masih menatapnya. Lisa ikut menyusul langkah Malvin.

"Lo lagi berantem sama Malvin?" Suara teman Putri masih bisa Lisa dengan samar-samar.

Lisa dan Malvin memilih duduk bersama dengan beberapa teman Malvin, kebetulan Lisa juga kenal dengan mereka. Sebelum itu mereka sudah memesan makanan dan minuman, tinggal menunggu diantar.

"Sabtu night ride, kuy," ajak Yudis.

Night ride adalah kegiatan berkendara motor yang sering dilakukan bersama-sama pada saat malam hari sambil menikmati pemandangan malam kota dan jalanan yang lebih kosong.

"Gas lah, udah lama juga kan kita gak keliling kota," balas Hengki yang diangguki semua orang di meja itu kecuali Lisa.

"Nanti gue bilang sama bang Aran biar dia ngabari anak-anak yang lain juga," ucap Yudis.

"Lo ikut aja, Lis," kata Yudis. Lisa menunjuk dirinya sendiri dengan pandangan bertanya. "Iya, biar dibonceng sama Malvin," jawab Yudis.

Lisa menatap Malvin ragu. "Ah, enggak deh. Itu kan acara cowok," ucap Lisa menolak.

Hengki terkekeh. "Ada cewek juga kok, biasanya anak-anak pada bawa pacar masing-masing," ucapnya.

Malvin mengusap rambut Lisa, hobi baru yang mulai ia ditekuni beberapa hari ini. "Ikut aja," kata Malvin membuat Lisa langsung mengangguk.

"Tenang aja, kita cuma keliling kota bukan tawuran," kata Yudis meyakinkan Lisa.

Sepertinya tak ada salahnya untuk ikut. Berkeliling kota menikmati suasana malam dengan memeluk Malvin dari belakang ide yang bagus juga. Lisa jadi merasa tak sabar untuk itu.

Lima menit sebelum bel masuk berbunyi Malvin dan Lisa memutuskan meninggalkan kantin, tapi sebelum itu Malvin membeli roti dan satu susu kotak.

"Belum kenyang?" tanya Lisa.

"Buat Putri."

30 Days Agreement (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang