12

6 2 0
                                    

Lisa menatap pemandangan sekolahnya dari atas rooftop. Sedikit kesal karena baru tahu ada tempat seindah ini untuk menatap sekolahnya. Lalu mulai teringat pada tujuan awal dia datang ke tempat ini, ia berbalik menatap pintu rooftop yang tertutup.

Tak lama, pintu itu terbuka dan muncul orang yang dia tunggu-tunggu.

Lisa kembali berbalik saat Putri sudah berada di sampingnya. Setelah sembuh dari sakitnya, Putri mulai menunjukkan sikap tidak sukanya.

"Ngapain Lo ngajak ke temu di sini?" tanya Lisa.

Putri menatap Lisa dari samping dengan pandangan yang sulit diartikan, membuat Lisa risi diperhatikan begitu lama.

"Kalau jatuh dari sini, mati gak ya?" Lisa balas menatap Putri. "Mau coba?" tanyanya lagi memperlihatkan senyumnya.

Putri bergeser menjauhi Lisa, merasa was-was.

Lisa meledakkan tawanya, merasa terhibur oleh ekspresi takut Putri. "Canda mati," katanya.

Lisa berdehem, mulai serius. "Malvin?" tanyanya miris.

Putri masih belum membuka suara, menunduk ragu untuk berbicara. Menatap Lisa sendu.

"Lo bisu?" tanya Lisa kesal karena hanya ia yang berbicara sedaritadi. "Gak ada gunanya ngomong sama orang bisu." Lisa beranjak berniat meninggalkan rooftop.

"Gue suka sama Malvin, bahkan cinta," ucap Putri melemah di akhir kata.

Lisa berhenti melangkah, berbalik menatap Putri lalu tertawa renyah.

Lucu sekali orang ini. "Terus waktu itu nolak dia buat apa?" tanyanya tak habis pikir.

"Karena Lo. Kalau aja Lo dan Malvin gak dikabarkan ada hubungan, gue dan Malvin pasti udah pacaran," jawab Putri menatap tepat mata Lisa.

Lisa kembali berjalan mendekati Putri. "Terus yang sekarang Lo lakuin ke gue, apa gunanya?" tanya Lisa memicing.

"Lo tahu gue dan Malvin saling suka, harusnya tanpa gue minta Lo tahu diri," ucap Putri tersenyum miring pada Lisa.

"Gue tahu Lo juga suka sama Malvin, gue gak marah untuk itu. Semua orang berhak jatuh cinta kan? Tapi bukan berarti kita bisa memaksa orang lain buat balas cinta kita." Lisa menatap Putri lamat-lamat, membiarkannya terus berbicara. "Lo cewek, gue juga cewek. Kita sama-sama ngerti gimana sakitnya saat kita gak bisa bersama sama orang yang kita cinta."

"Jadi?" tanya Lisa.

Putri menepuk bahu Lisa. "Gue gak mau kita semua sakit, setidaknya harus ada yang bahagia di antara kita bertiga. Salah satu di antara kita harus ada yang mengalah, dan Lo juga tahu siapa orang itu," kata Putri.

Lisa menatap sinis pada Putri. Cara yang cukup halus untuk mengusir dirinya. "Siapa? Lo?" tanya Lisa pura-pura bodoh.

Jujur, Lisa lelah, tapi ia masih belum ingin menyerah. Mencoba melihat kembali ke belakang bagaimana ia bersusah payah agar bisa sedekat sekarang dengan Malvin, meski ia harus terluka sendirian. Tapi untuk berhenti, ia tak rela. Lalu untuk apa semua rasa sakit yang ia terima selama ini.

"Lisa, gue tahu Lo baik. Lo gak mungkin misahin orang yang sama-sama cinta, kan?"

Lisa masih mempertahankan senyumnya. "Tahu apa Lo soal cinta Malvin?" tanya Lisa berusaha tenang karena hatinya mulai merasa sakit.

"Banyak, gue tahu Malvin udah lama cinta sama gue, tapi gara-gara Lo semua jadi kacau," ucap Putri. Mereka berbicara dengan nada seperti biasa, tenang, tidak ada yang memakai suara keras. Benar-benar seperti orang yang tengah mengobrol santai berdua.

"Itu dulu. Lo lupa, hati Malvin memang miliknya, tapi Malvin milik Dia." Lisa menatap langit yang cerah. "Dan dia bisa dengan mudah membolak-balikkan hati manusia, semudah membalik telapak tangan," katanya sambil membalikkan telapak tangannya.

"Btw, gue bukannya sok alim sampai bawa-bawa nama Tuhan, tapi emang begitu adanya." Putri menatap lekat Lisa yang sedang terkekeh.

Lisa kembali menatap Putri dengan serius. "Lo bisa bilang apa aja, tapi ingat siapa yang Malvin pilih sekarang, gue," kata Lisa penuh penekanan.

"Selama Malvin masih berstatus pacar gue, gak akan gue biarin orang kayak Lo ngerusak hubungan kita," lanjutnya mengakhiri percakapan mereka.

Setelah berbalik, Lisa menghapus air matanya dengan cepat sambil menuruni tangga. Ia benar-benar tak akan membiarkan orang lain merusak hubungan mereka, tapi bagaimana jika Malvin yang melakukan itu?

30 Days Agreement (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang