"Makasih ya, San. Maaf ngerepotin lo hari ini," tutur Haura. Tampak Arsanta mengangguk dan tersenyum dengan tulus.
"Lain kali gue bisa antar lo lagi kok. Santai aja."
Haura membalas senyuman lelaki itu. Hari ini cukup panjang dan menyenangkan. Haura menghirup udara lembab dengan aroma seusai hujan yang menjadi favoritnya. Dia suka jalanan basah yang dia lewati di halaman rumahnya. Serasa dia akan aman dari api.
Klik ...
Klik ...
Haura menyalakan lampu dari setiap sudut rumah dan terakhir ... kamarnya. Jam digital di atas nakas menunjukkan pukul 8 malam. Anehnya dia sudah merasa mengantuk di jam segini, mungkin karena udara dingin yang membuai setelah hujan. Gadis itu menggeletakkan tasnya begitu saja di atas kasur dan berjalan menuju kaca rias. Dia berniat mengeringkan rambutnya yang tidak sempat dia keringkan setelah mandi di rumah Paramita tadi.
Dug ...
Suara itu menghentikan gerakan Haura yang mulai mengibas-ngibaskan hidryer di rambutnya. "Siapa itu?" Haura mulai waspada. Sepertinya berasal dari kamar mandi. Dengan perasan was-was perlahan Haura membuka laci di tempat riasnya lalu merogoh sebuah cutter yang dia simpan di dalam sana. Langkahnya mulai mendekat ke arah kamar mandi, meraih knop pintu dan memutarnya perlahan.
Brak ... Haura membanting pintu. Jleb ... lalu spontan menusukkan cutter lurus ke depan tanpa peduli siapa sasarannya. Matanya tertutup rapat, takut melihat sosok yang ada di hadapannya.
Tes ... tes ...
Darah segar menetes. Haura merasakan tangannya tertahan, cutter-nya pasti mengenai sesuatu.
"Hai," sapa seseorang di depannya. Suara bariton yang terdengar menandakan pemilik suara adalah seorang lelaki. Gadis itu memberanikan diri membuka kelopak matanya, perlahan sosok di hadapannya samar-samar mulai terlihat. Hingga menjadi begitu jelas.
"Daksa?!" teriak Haura. Matanya bergantian melihat mata lelaki itu dan tangan yang menahan cutter-nya. "Darah?" lirih Haura. Tidak, dia sama sekali tidak menyesal telah melakukan itu, justru sebaliknya Haura semakin menusukkan cutter-nya ke depan. Tidak peduli tangan Daksa dipenuhi darah, Haura hanya ingin melindungi dirinya sendiri.
Greb ... Daksa menarik Haura dalam pelukannya lalu membuang cutter di tangan gadis itu dengan asal. Waktu berhenti detik itu juga. Daksa merasakan sensasi yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya, perasaan yang mengalahkan rasa sakit di tangannya yang sobek karena cutter sialan Haura. Tempo pada detakan jantungnya bertambah, merepotkan sekali, tapi Daksa suka.
"Reflek perlindungan diri yang bagus. Pertahankan," puji Daksa yang kian menggila oleh aroma grapefruit pada tubuh Haura. Aroma yang masih kuat, karena gadis itu baru saja mandi.
"Lo gila! Lepasin gue!" geram Haura memberontak. Daksa hanya dengan satu tangan tetap memeluk gadis itu erat, sedangkan tangannya yang penuh darah dia jauhkan agar tidak mengotori baju gadisnya.
"Sebentar lagi." Daksa menghirup dalam-dalam ceruk leher Haura membuat tubuh gadis itu meremang. Daksa akan terus mengingat aroma ini, aroma grapefruit yang memabukkan dirinya tanpa harus meminum wine.
"Kalau lo gak lepasin gue, gue bakalan teriak biar orang rumah pada dengar. Lo mau digebukin ha?" gertak Haura.
"Hahaha." Tawa Daksa menggelegar.
Sialan! Dia gak takut? batin Haura. Keringat dingin mulai membanjiri pelipisnya.
"Haura Adwitiya. Usia 20 tahun. Mahasiwi jurusan hukum. Cerdas, selalu ada di urutan 3 besar setiap kali ikut lomba baik di kampus atau nasional. Tinggal sendiri di rumahnya. Putri bungsu dari almarhum Dana Adwitiya dan almarhumah Maya Adwitiya. Orang tuanya meninggal 14 tahun yang lalu karena kebakaran. Dia dan kakaknya (Arana Adwitiya) dibesarkan oleh tantenya yang tidak memiliki anak, Paramita Adwitiya. Nama panggilan di keluarganya ... Aura." Celotehan Daksa membuat Haura tercengang. Bagaimana bisa lelaki ini menjelaskan latar belakang Haura dengan sebegitu detailnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAKSA
Fiksi Remaja(On Going) /MAFIA💀/ #2 in Daksa (19 Juli 2021) #2 in Kebakaran (19 Juli 2021) #2 in Jember (23 Juli 2021) Membunuh adalah hobi. Uang adalah tujuan. --- "Udah puas meluk gue?" goda Daksa. "Lo licik banget. Lo sengaja mainin emosi gue," lirih Haura d...