Uang Gelap - Nadya Regita

5 1 0
                                    

╔═════ೋೋ═════╗
Nadya Regita
╚═════ೋೋ═════╝





╔═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╗
HAPPY READING
╚═══❖•ೋ° °ೋ•❖═══╝
≪━─━─━─⊰᯽⊱┈──╌❊╌──┈⊰᯽⊱─━─━─━≫

"Pengumuman daftar pengurus OSIS tahun 2020/2021 sudah bisa dilihat di mading, depan kantin."

Suara pria paruh baya akhirnya memecah keheningan kelas yang baru saja mengerjakan ulangan harian sekaligus mengakhiri kelasnya siang ini. Seketika bisik-bisik seluruh siswa  terjadi dari mulut ke mulut, penasaran dan deg-deg an.

Pria yang kerap disapa pak Adrian itu merapikan tumpukan kertas soal ulangan dan data pengurus OSIS yang baru saja terpilih untuk tahun ini dan bergegas ke ruang OSIS untuk berdiskusi.

Perawakannya tinggi, kulitnya sedikit gelap, wajahnya yang dihiasi keriput-keriput halus menambah kesan garang padanya. Dia terkenal sebagai guru paling killer seantero sekolah membuat para siswa enggan berurusan dengannya.

"Jadi bagaimana?" tanya Adrian pada siswa yang menjabat sebagai ketua osis itu.

"Pelantikan anggota baru akan dilaksanakan setelah upacara bendera pada hari senin tanggal 27, pak," jawab siswa yang diketauhi bernama Mahardika Satria.

Adrian menganggukkan kepala sejenak, sebagai pembina di organisasi siswa intra sekolah ia ikut campur tangan dalam pemilihan anggota baru seminggu lalu. Adrian menegaskan kepada siswa-siswinya yang menjadi anggota lama untuk memilih anggota baru yang benar-benar berpotensi, Adrian sangat tidak suka bila organisasi ini hanya dibuat untuk ajang gaya-gayaan atau sebagainya.

"Setelah ini tolong beritahu pada anggota baru untuk mempersiapkan diri. Jangan lupa, setelah upacara pelantikan, jasnya dibagikan."

"Siap, pak." Dika menyahut sekenanya dan mengangguk patuh.

Tangan yang dilingkari jam tangan ber-merk seiko yang sudah butut itu menyerahkan beberapa berkas yang harus dibagikan pada anggota OSIS yang baru pada Dika dan diterima dengan baik.

Beberapa menit kemudian bel tanda masuk berdering, tanda jam istirahat kedua telah berakhir. Adrian kembali merapikan tas jinjingnya, memasukkan laptop dan beberapa buku paket pelajarannya.

Langkah jenjangnya keluar dari ruangan OSIS. Hari ini jamnya berada pada kelas 8C yang berarti ia harus melewati lorong kelas 7. Pria itu mendongak keatas, nabastala hari ini tampak redum ditutupi awan hitam yang menggumpal.

Setelah melewati beberapa anak tangga, ekor matanya tak sengaja menangkap dua orang siswi kelas 7B yang tengah menangis tersedu sambil menenggelamkan kepalanya diatas meja. Melihat seorang pria yang bergelar guru ter-killer seantero sekolah, dua siswi tersebut gelagapan dan buru-buru mengusap air matanya serta merapikan bajunya yang tampak kusut, berlagak seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Adrian menatap kedalam kelas yang hanya diisi dua orang siswi yang tengah berpura-pura membaca, ia mengangkat alis heran. "Yang lainnya dimana?"

Tremor. Itulah yang dirasakan dua gadis yang tengah duduk bersebelahan, wajahnya yang anindya tak bisa menarik perhatian Adrian hanya untuk sekedar dikasihani. Pria itu bertanya sekali lagi dengan nada yang sedikit menekan. "Saya tanya, kenapa diam saja?"

"A-anu, mereka lagi a-ada kelas olahraga," jawab salah satu dari dua gadis yang duduk sambil menahan gugup karena sedang berhadapan dengan sang killer.

Adrian bergeming sebentar, suara kipas angin dan bunyi detak jarum jam menelisik indra pendengarannya. Pria itu memilih berbalik, sudah lima menit berlalu waktunya habis untuk hal yang tak berfaedah.

Ujian Kelulusan Member BWG Angkatan 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang