Pohon 😔

19 5 1
                                    

Di saat aku sibuk menunggu balasan dari Devi, aku melihat sekilas langkah kecil ke arahku, lalu aku melihat pakaian yang persis dimana ia memakai pakaiannya saat aku mengajaknya ke taman,
"Ini..., Opic kan?"
Suara itu membuatku sontak untuk melihat wajah wanita itu, ternyata bukan dia
"Maaf.., siapa ya?."Tanyaku
"Aku sahabatnya Devi"
"Iya - iya, ada apa ya?"
"Ini, coba baca dulu." Ia sambil menyerahkan sebuah buku kepadaku
"Ini apa?" aku tidak peduli apa yang dia beri, aku hanya butuh Devi
"Dimana Devi?." Tanyaku sambil melihat segerombolan yang datang bersama wanita ini, ada yang perempuan bersama laki - laki, apa Devi udah ada orang lain, ada juga perempuan yang memegang perutnya yang besar, apa Devi hamil pikirku,
"Dia memintaku untuk menyerahkan buku ini kepadamu", katanya
"Iya, tapi dimana dia sekarang?"
"Baca aja dulu" dengan nada tinggi
"Tapi dimana dia?" aku menanyakan dengan paksa, aku butuh sandaran
"Kenapa nyariin, kamu kan udah ada cewek" katanya
"Nggak ini hanya teman" kataku, ditengah perdebatan itu tiba - tiba Hilda berjalan ke kamar mandi tanpa memberitahuku
"Udah baca aja dulu, nanti aku mengantarkanmu." Kata - kata itu membuatku ingin membaca buku dengan judul Friend ZONE yang telah dibuat oleh Devi, kata demi kata, kalimat demi kalimat yang menyentuh hatiku, aku juga merasakan apa yang kamu rasakan dev, aku juga mencintaimu. Aku hanya takut merasakan cinta lagi setelah kejadian itu, dan sekarang aku butuh kamu, air  mataku pun mulai menetes perlahan - lahan, aku butuh sandaran, aku ingin pulang.

Di tengah - tengah aku membacanya, Hilda memberiku pesan, entah mengapa
"Aku pulang duluan pic." Aku kaget
membacanya
"Kenapa pulang?"
"Kenapa kamu melarang teman mu pulang", apakah aku salah menyebut dia hanya sebagai teman, maaf aku tidak peduli, aku pun lanjut membacanya. Ada rasa senang karna mengenang masa lalu, rasa sedih karna aku kehilangan mu
"Dimana dia sekarang?" Tanyaku dengan tegas
"Udah baca?"
"Udah"
"Ayo berangkat" ajakku
"Temanmu tadi, ikut nggak?"
"Udah pulang duluan, ayo." Akhirnya kita pun berangkat menaiki sepeda motorku,
"Kemana sekarang yen?" Tanyaku
"ke rumahnya Devi, kamu hafalkan?"
"Ga perlu ditanya", aku memang sudah hafal jalan menuju rumah devi karna aku sering mengantarkan dia pulang. Aku menuju kesana sambil mengingat apa yang ditulis Devi dibuku itu, tanpa sadar air mataku terlinang deras, sepanjang jalan aku selalu bertanya – tanya, mengapa aku disuruh kerumahnya, mungkin dia membuat kejutan dalam fikirku.

Setelah melewati jalan yang anginnya mengingat sebuah kenangan, akhirnya kami sampai didepan rumah Devi. Rumahnya memang cukup besar, terdapat taman,  air mancur, serta gazebo kecil didalamnya, yang cukup nyaman untuk ditinggali, seperti hubunganku dengannya
"Udah sampai nih" aku memarkirkannya didepan rumah Devi
"Ini.., pakai ini", dia mengasihku penutup mata, apakah Devi mau membuat kejutan, dia memang dari dulu seperti itu orangnya
"Buat apa?"
"Disuruh Devi" katanya, aku tersenyum, apa yang kau buat lagi Devi, akupun memakainya sambil tersenyum, langkah demi langkah melewati pintu masuk serta ruang tamu, wangi Devi mulai terbau, dia tepat didepanku,
"Devi.."
"Devi...." Ucapku ke dua kalinya,
"Boleh dibuka belum?" Tanyaku
"Bo...,boleh", akupun membukanya, aku dikelilingi oleh pohon, serta kakiku yang hampir menyentuh tanah, aku mencium baunya dan aku kira Devi tepat dihadapanku sambil tersenyum lalu memelukku, ternyata menaruh harapan lebih itu salah, lalu aku melihat kebawah, ada tulisan Devi Iskandar di suatu kayu berdiri tegak, di batu nissan, aku tidak percaya ini terjadi, kuburan itu hanyalah sebuah ilusi,  aku pun duduk, air mataku menetes yang setiap tetesannya membuang kenangan, kenapa orang tuaku tidak memberitahuku, aku tidak tau kapan, karna apa, aku tidak menyisakan kenangan, ini bukan jarak, ini bukan hal yang masih menyisakan jarak, kau hilang, sesuatu yang tidak bisa diharapkan di masa yang akan datang, kembalilah dev
"Pesan dari devi sebelum dia meninggal, jangan nangis", aku perlahan menerima kenyataan ini, aku ingin pulang dev, kau dimana, beribu – ribu pertanyaan, akupun membuka buku itu lagi, melihat kata – kata terakhir itu lagi, aku juga mencintaimu dev, air mata itu menetes kembali, malaikat pun mengerti
"karna senangis apapun kamu, dia tidak akan kembali", kata – kata itu, membuatku kehilangan, Hilda mana, aku sendirian sekarang, aku butuh pelukan, tidak sengaja akupun memeluk Yena, sahabatnya, aku tidak kuat, cukup sakit hati disini tuhan, haruskah mewati fase ini, mempermainkan hati lagi, memang sesuatu yang putus susah disambung Kembali, akan tetapi kalau sesuatu itu hilang, dia tidak akan pernah kembali.

Akhirnya akupun pulang menaiki sepeda motorku, tetapi sebelum aku pulang...., ke rumah, aku mengantarkan Yena terlebih dahulu ke rumahnya, pikiran ku benar – benar kosong saat itu, aku hanya terdiam, mencari kepastian dan alasan mengapa orangtuaku tidak memberitahuku bahwa Devi pergi untuk meninggalkan, sesampai dirumah sambil membawa buku Friend Zone serta sisa air tetes yang masih kubawa
"Assalamualiakum"
"Waalaikumsalam" kata mama, kalau sore begini memang hanya mama dan kakak yang berada di rumah, ayah masih bekerja, setelah itu aku duduk di ruangtamu, diam
"Kenapa le?" pertanyaan itu, seperti aku tidak tau tentang Devi, aku hanya bisa diam, seakan – akan lembaran ini selesai, tulisan the end tepat tertulis di akhir dari buku ini, buku hati.
"Kenapa mama menyembunyikan sesuatu?"
"Maksud kamu apa, mama tidak pernah berbohong"
"Tidak pernah?, maksutnya mama meng - hancurkan hati ku secara sengaja, secara diam – diam" nada ku mulai meninggi
"Maksud kamu apa nak, mama ga paham"
"Devi!!!" dengan nada tinggi
"Devi ma, kenapa mama tidak memberitahuku, kenapa?" tanyaku
"Mama tidak ingin menganggumu disana nak"
"Bukan suatu alasan ma, mama tidak memberi tahuku bahwa Devi telah sakit ma, sebelum dia pergi" bentakku, air mataku....
"Mama kira, Devi sudah memberitahumu kalau dia sakit" aku menyesal, aku meninggalkan dia demi raina, seolah – olah kami tidak saling kenal
"Mama belum menjawabnya" bentakku
"Sebenarnya, Devi yang nyuruh untuk tidak memberitahumu, dan keluarga Devi dan mama sepakat bahwa kita tidak memberitahumu" jawabnya, apa maksutmu dev melakukan ini
"Dan sahabatnya Devi, Yena namanya, dia menemukan buku diatas meja, samping tempat tidur di rumah sakit" lanjutnya, aku menangis tanpa henti, memikirkan apa ini benar – benar terjadi, ini bukan sebuah drama tuhan, kenapa engkau selalu menempati penyesalan di akhir cerita.

Malam hari setelah kejadian dan kepastian bahwa Devi benar – benar tiada, aku hanya bisa diam, merenung semuanya, dari 1 bulan yang lalu, sampai sekarang, seperti hanyalah sebuah skenario, seperti sebuah drama.
____________•___________

kini aku hanya bisa seperti pohon, pohon akan selalu bertahan ditempat ia bertumbuh, ia akan menikmati panasnya matahari, walau matahari begitu jauh dari dirinya, tapi pohon akan selalu percaya, bahwa cinta matahari akan membuatnya akan hidup lebih lama
____________•___________
walau malam akan datang kapan saja, aku masih mencintaimu Devi.

THE END
.
.
.
.
.
Alur cerita dari : @resahorganik
Pengoreksi         : @iqlimaaa_ny
Pemain               : @salman_fixe
                               @xnvee_  
                               @ai_syah7398
                               @__furqonnnn
                               @yynaaw
                               @awim_attafsir84
                               @gentabiasaaja

ANGKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang