Terima kasih 😞

26 4 0
                                    

Part 8

          Minggu ke 4, seperti biasanya, bangun pagi dan Morning Club, akan tetapi yang telat kali ini adalah aku, kemarin malam aku benar - benar tersakiti, aku butuh Devi, tapi aku telah lost kontak dengannya setelah dia mengungkapkan perasaannya,
" Opic, ayo maju" kata bro.Andre
" disini aku bakalan memperbaiki kata - kata Awim, memang sendiri itu menyenangkan, berdua itu melengkapkan, tapi..., bertiga itu menyelapkan, sekalipun nabi adam di surga, bahagianya tak sempurna ketika hawa belum tercipta, lalu, iblis datang dengan godaan, mereka terpisahkan, hingga iblis melahirkan anak - anak setan, yang ciri - cirinya, merusak hubungan orang" kataku, sambil melihat wajahnya yang dulu telah menemani ku sehingga aku menganggap dia sebagai seorang sahabat, sekarang menjadi bangsat. Aku tidak ingin melihat wajah mereka lagi, hingga aku berangkat ke kelas, hanya Adi, Awim, dan Yudhis yang menemaniku di minggu ini, sesampai dikelas, Hilda mendekat,
" sabar ya" kata Hilda tiba - tiba
" kenapa si?" aku berusaha tersenyum, cukup ku pendam
" senyummu, jangan pernah membohongi perasaan sendiri" lanjutnya
" habis kelas, ke cafe sama aku" ajaknya, aku hanya mengangguk, aku tau minggu ini adalah minggu terakhir, hampa rasanya...., kami pun ke cafe seusai kelas, kali ini cafenya berbeda, pilihan dari Hilda sendiri, namanya "OXULOR", kami pun memesannya
" aku mau americano ice aja deh" pesan ku
" iya, mbaknya mau apa?"
" aku, taro aja deh, sama waffle, sama donat yang choco" kata Hilda
" dengan nama siapa?"
" Hilda aja" sautku
" tau nggak mbak, kenapa donat tengahnya kosong?"
" nggak"
" karna kalau utuh hanya cintaku padamu" sautku, kata - kata itu yang di ucapkan oleh Raina saat itu, di gang itu
" ya kan?" tanyaku kepada kasir itu
" basi mas....." sambil liat name tagnya
," Furqon,ini bukan taun 90an, ayo hil" aku langsung duduk di paling pojok, kesal kenapa harus terulang lagi kata - kata itu
" kenapa?" sambil berusaha tersenyum, aku bisa kok pendam sendiri
" kamu kira aku nggak tau, kamu itu lagi galau, jangan terlalu perhatian kepada orang lain, dirimu sendiri butuh diperhatiin, aku tau kejadian di gang itu, aku disana"
" serius?" tanyaku penasaran,
" duarius", hujan mulai turun, entah pertanda apalagi ini, ujian apalagi, harus kah hati ini tersakiti lagi
" aku nggak bisa melupakan hil" aku berani mengungkapkan perasaanku padanya
" jangan berusaha untuk melupakan, tapi belajarlah untuk mengikhlaskan" katanya
" ga ada namanya mengikhlaskan, itu hanya terpaksa, lalu terbiasa" ucapku, aku benar - benar harus menahan ini
" aku tau kenapa dia milih orang lain.." katanya
" kenapa?"
" katanya..., dia nyari yang dewasa", apakah itu sebuah kata yang bisa alasan untuk berpisah,
" iya, dia mulai aneh ketika aku menyebutkan umur", aku akhirnya tau mengapa kita harus berpisah, memang usia menjadi angka untuk mengetahui seberapa dewasa kita, ini bukan cinta lokasi, bukan orang ketiga, bukan sebuah alasan untuk berpisah, inikah yang dibilang cinta hanya sebatas usia, haruskah angka masuk dalam cinta, apakah tidak cukup di matematika saja, cukup di materi yang memakai pemikiran tanpa harus memainkan perasaan.
" aku butuh rumah hil" 
" nanti pulang, kan aku juga di surabaya, ajak ke cafe aja"
" aku udah lost kontak sama dia"
" apakah lost kontak harus berarti berpisah?"
" kamu chat aja dia, gausah dipikir dibaca atau di jawab, oke?" sarannya
" lebih penting prosesnya dari pada hasiilnya" tambahnya, mungkin aku memang harus mencoba, Devi iskandar, aku pulang.

          Aku sudah bilang, kewajiban dalam pertemuan adalah perpisahan, walau menyakitkan, itu memang sebuah kewajiban, hanya meninggalkan sebuah kenangan, ia tak memandang perasaan, seperti hari ini, aku meninggalkan tempat ini, dapat banyak pelajaran, bahasa, bersama, dan angka, sebuah kata yang ku tinggalkan di pare hanyalah, "usia adalah yang menentukan seberapa dewasa kita" , itu kan Raina yang kau harapkan...
" aku duluan ya guys" pamitku ke stand, makasi stand BIO yamg telah menghadirkan orang ke tiga, makasi juga "HARLOS" yang telah memperkenalkanku dengan Raina , makasi juga "SPARKLING" yang telah menjadi tempat sebuah kepastian, makasi gang kecil menjadi tempat mesra dan berpisah dan makasi Raina yang telah mengajarkan tentang perasaan walau yah..., menyakitkan, aku hanya ingin berpulang, dimana tempatku bersandar, ia adalah seorang Devi Iskandar
" gimana pic disana?" seperti biasa, ibuku yang selalu menjemput ku dan selalu menanyakan kabar
" ya ma, alhadulillah, dapet kok pelajaran disana" aku pun menceritakan canda tawa, bukan sakit jiwa, sesampai di rumah, semua terlihat biasa - biasa aja, kumpul keluarga seperti biasa, bertukar cerita, bertukar bahagia, dan tiba - tiba hp ku berdering, tulisan Hilda besar tepat di mataku, aku langsung menjawabnya
" pic, besok ajak Devi aja, ke Cafe deketnya per - empatan"
" aku chat dia nih?"
" iya lah, chat aja, gausah dipikirin dibalas atau dibaca"
" okeh", aku melaksanakan apa yang Hilda suruh, semoga kau masih mau menerimaku, malam itu aku masih memikirkan Raina yang setiap storynya ada seseorang yang menggantikanku, akhir - akhir ini aku memang selalu berpikir, " kenapa engkau mempertemukan ku dengannya, kalau akhirnya memang harus berpisah?" ucap hatiku, dan pada malam itu aku menemukan jawabannya " nggak mungkin juga tuhan, mempertemukan seseorang tanpa sebuah alasan, mungkin tuhan ingin mengajariku bagaimana cara untuk melepaskan" pola pikirku, entah sebuah jawaban atau tidak, intinya semoga esok hari kau menerima ku Devi.

Sinar matahari melewati jendela kamarku dengan posisi tirai terbuka membuat ku bangun, aku memang ingat bahwa hari ini, aku akan bertemu dia lagi. Seorang yang sudah ku anggap rumah, ku anggap sebagai someone for something, aku menunggumu, aku pun bergegas berangkat, tanpa pamit ke papa dan mama,
" udah dimana?" tanya Hilda
" udah kok, nanti di paling pojok" dalam Whats App, akhirnya Hilda pun sampai tepat di sampingku, kami berbincang - bincang sebagaimana seorang teman, sambil menunggu seseorang tanpa kepastian
" ini..., Opic kan?" aku pun menoleh, seorang gadis memakai kerudung coklat serta baju putih telah memanggilku.

*penasaran apakah Devi benar - benar datang, tunggu part selanjutnya ya...*

ANGKA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang