Part VI

38 2 0
                                    

"Jadi, bagaimana Raja? Apakah kami di izinkan untuk tinggal di kerajaan ini lagi untuk beberapa waktu?" Tanya Marvey dengan hati-hati.

Raja mengangkat kedua bahu nya, lalu mengalihkan pandangan ke sosok mungil di sebelah kirinya, "keputusan ada di tangan putri cantik ku."

Semua pasang mata kini terfokus pada satu-satunya putri cantik kerajaan Adice yang tersisa. Alice Hanburgman.

"Jangan tanya aku, aku hanya seorang putri. Lagipula, tidak ada masalah jika mereka ingin tinggal di sini lebih lama. Istana ini jadi tidak sesepi sebelumnya." Katanya sambil menundukan kepala ke bawah.

Sebuah rangkulan hangat menetap di atas bahu kecil milik Alice, "apa kalian dengar? Putri ku yang mulai tumbuh dewasa ini sudah membuat keputusan."

***

Karl POV

Malam ini sama saja dengan malam-malam sebelumnya. Sunyi sepi, tanpa ada sesuatu yang begitu berarti. Hanya rembulan yang menemani setiap malam ketika aku bisa keluar dari persembunyianku.

Labirin pada taman kerajaan Adice lah yang selalu menjadi tempatku melepas semua perasaan kesepian ini. Labirin ini begitu unik, selalu sulit bagi manusia biasa untuk keluar dari labirin ini dalam waktu satu malam. Tentu tidak bagi ku.

Sayap luar biasa ini, yang tiba-tiba tumbuh begitu saja, yang selalu siap membawaku kemana pun aku mau, membantuku memecahkan labirin hebat dan aneh ini.

Tentu tidak setiap saat dan setiap malam aku terbang menggunakan sayap, manusia akan dengan mudahnya melihat ku. Aku lebih memilih bersembunyi ketika matahari terbit dan keluar menggunakan kaki ku ketika hari sudah sangat gelap.

Kuhabiskan beberapa tahun waktu ku ini untuk mencari jawaban dari semua teka-teki tentang diriku. Dan yang ku dapat hanya kenyataan bahwa aku-yang awalnya hanyalah seorang pelayan dari putri bungsu kerajaan Adice- ternyata keturunan malaikat bersayap hitam.

Hal yang lebih mengejutkan, adalah bahwa semua malaikat bersayap hitam merupakan tokoh antagonis dalam kehidupan rumit dan aneh yang kini kujalani.

Sayap besar hitam ini kudapatkan ketika aku terakhir bersama Alice, di rumah Chintia. Ketika itu, kami hampir berciuman, tapi aku merasakan sakit yang luar biasa pada kepalaku. Lalu tiba-tiba muncul sepasang sayap ini dari punggung ku.

Aku berlari keluar rumah itu lewat jendela, berlari ke dalam hutan gelap yang tidak berpenghuni. Mencoba menyembunyikan tubuh aneh ku yang bersayap.

Terkadang, ketika aku sangat merindukkan Alice. Aku mencoba memandangnya dari dekat, sekedar untuk melihat senyum indahnya. Tapi, ketika malam itu ia melihat sosok ku dan meneriakkan namaku, aku tidak lagi berani mengambil resiko untuk memandangnya secara sembunyi-sembunyi.

Aku masih belum siap menampilkan diriku yang menakutkan ini, dengan sayap hitam besar menempel pada punggungku. Alice akan merasa ketakutan dan membenciku.

Tentu aku tidak ingin ia melihat ku dalam keadaan seperti ini, dan selama beberapa tahun ini aku masih mencari cara untuk menghilangkan sayap ini walau hanya untuk sementara. Namun semua itu tidak membuahkan hasil.

Aku sudah menyerah, tidak ada lagi harapan dalam diriku untuk kembali ke tubuh normal. Pasrah dengan kenyataan ini.

Hingga aku melihat sesosok wanita cantik yang sangat ku kenal, menatap kursi taman tempat Alice biasa duduk dengan tatapan sedih.

Ia menoleh, menunjukkan wajah cantik nya padaku. Menyipitkan mata besarnya yang berisi bola mata indah bewarna biru. Mencubit pipi kanan dan kiri, lalu berjalan mendekatiku.

An AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang