Suasana masjid Ar-rahman malam ini ramai orang-orang yang akan melaksanakan ibadah sholat isya'. Sebagian orang masih melaksanakan sholat sunnah dan menunggu waktu sholat tiba. Ada juga orang yang sudah datang sendari tadi, tapi masih mengobrol di teras masjid.
Alarice -Perempuan menggunakan mukena warna coklat muda- tiba-tiba mematung di depan pagar masjid dengan mulut setengah terbuka. Alarice menggaruk pipinya bingung. Perasaanya ada barang yang tertinggal, tapi apa. Dia tidak ingat. Matanya melirik Aisyah -sahabatnya- yang juga ikut berhenti melangkah.
"Kayanya ada yang ketinggalan deh is," Alarice mengerutkan kening sembari mengingat-ingat. Tanganya yang sedang menggaruk pipi semakin ia kencangkan. "Tapi ga tau apa,"
"Eh! Itu pipi lo bisa bolong kalau digaruk kenceng maemun!" cecar aisyah berusaha menghentikan garukan tangan Alarice di pipi. "Emang apa yang ketinggalan?"Alarice berdecak.
Baru sesaat kemudian matanya melotot, teringat. "Oh iya ga ada yang ketinggalan,"
Aisyah merengek sebal, hampir menghempaskan sajadahnya kalau dia tidak ingat bahwa mereka masih di depan pagar masjid. "Aelah, gue kira tadi seriusan ce," Memang barang apa yang dibawa selain mukena dan sajadah? Ada ada saja.Alarice cuma nyengir. "Hehe, yuk masuk!" Aisya merengut. Baru beberapa langkah, Alarice kembali berhenti.
Matanya langsung tertuju pada sesorang sedang memakirkan motor scoopy bersama adik nya di boncengan. Tanpa sadar dia tersenyum tipis melihat laki laki itu. Menggunakan baju koko warna abu-abu, celana kain hitam, dan peci. Terlihat sederhana. Setiap hari ia amati ketika di masjid.
Aisya yang melihat itu langsung mesem sendiri. "Cieee lagi liatin Lee Jeno yaa," Alarice tersadar. "Hehe kok tau," Aisya sudah hafal. Pasanya, Alarice selalu menceritakan laki laki yang dia sebut sebagai Lee Jeno karena, karena dia gak tau namanya siapa. Dan ketika Lee Jeno nya masuk ke dalam masjid bersama adiknya matanya tidak berkedip sama sekali.
"Gila, auranya itu lho ce. Idaman banget," mendengar suara Aisyah, Alarice mengedipkan mata menatap Aisya yang kembali menarik kesadaranya. Alarice kembali melihat ke depan. Mengikuti gerak-gerik laki laki yang terlihat sedang berbicara dengan adiknya.
"Udah yuk masuk,"
Alarice kembali tersenyum. Kembali memperhatikan Lee Jeno nya baik-baik dan menyimpanya dalam memori.••••
Saat perjalanan menuju masjid. Aefar mengamati sekitar yang dilewatinya dengan menggunakan motor scoopy miliknya. Matanya menoleh ke warung kopo kanan jalan. Dimana ada dua manusia berbeda jenis sedang duduk berdua, saling menggenggam tangan dan mengobrol. Lebih memilih duduk duduk di warung berdua daripada pergi ke masjid. Diam diam dia berdoa agar dijauhkan dari hal hal seperti itu. Sejak kecil ia sudah dididik dengan moral agama yang kuat oleh orang tuanya. Dia selalu membatasi hal hal yang berlebihan seperti berpacaran yang melanggar agama. Dan dia tidak begitu menyukainya. Seperti arti potongan surat yang selalu ia ingat. "Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh sesuatu perbuatan yang keji, dan sesuatu jalan yang buruk. Q.S Al-isra ayat 32." Dan dia selalu ingin menghindari hal yang akan buruk baginya. Jadi, ia tak pernah tau apa itu yang namanya pacaran.
Terlalu banyak berfikir, tanpa sadar motor miliknya sudah memasuki tempat parkir di masjid. Setelah dirasa motornya sudah terparkir dengan benar, Aefar segera turun dari sana dan menunggu adik keduanya -Albim- untuk turun. Pergerakanya sempat terhenti karena merada ada yang memperhatikanya. Dia hanya melirik sebentar dan bersiap melangkah memasuki masjid. Sudah hafal dengan perempuan yang menggunakan mukena coklat muda itu selalu memperhatikanya. Bukan dia kepedean, tapi memang benar perempuan tersebut dengan terang terangan memperhatikanya hampir setiap hari saat akan sholat isya'.
Awalnya ia merasa risih terus diperhatikan. Tapi ya sudahlah terserah dia mau ngapain.
"Bang ayok cepetan! Ngapain sih lo dari tadi bengong mulu, hayoo lagi mikirin apa?!" Aefar menggeleng. Berusaha mengusir pikiranya tentang perempuan tersebut. Matanya tanpa sadar melirik kembali di tempat perempuan itu berdiri. Albim yang melihat itu mengikuti arah pandang Abangnya "Bang epar lagi liatin cewek yaa, hayo gue aduin Bunda lho. Eh tapi mbak mbak di sana itu kek nya naksir lo deh bang,"Aefar menggeleng lagi. Tak peduli omongan albim. Dirinya melangkah mantap memasuki masjid sambil berucap "Tujuan gue kesini itu mau sholat. Bukan liatin cewek." Albim mendengus, berbicara dengan Abang batunya itu bukan pilihan yang tepat. "Dih gaya lo bang."
Aefar tidak merespon. Matanya bergerak kesamping, tepat kearah perempuan tadi. Masih berdiri disana. Sedikit rasa penasaran muncul setelah berusaha mengabaikanya. Aefar meringis melihat wajah cantik dengan mukena coklat itu tengah berbicara dengan temanya. Cantik juga. Sedetik kemudian kepalanya menggeleng lebih keras. Aefar mengedipkan matanya beberapa kali. Lalu kembali memosisikan dirinya di tempat kosong di dalam masjid.
Albim yang sedari tadi memperhatikan Abangnya bergidik ngeri. Kesambet apasih abanya ini?
Inilah awal dimulainya kisah mereka berdua. Aefar. Alarice.
__ TBC __
Punya ide buat cerita ini sebenernya udah lama banget. Tapi ga yakin mau nulis terus dipublik hehe.
semoga suka ya, bantu koreksi kalau ada yang salah dalam penulisan atau tanda baca, langsung komen aja makasiii
KAMU SEDANG MEMBACA
Alaefar
Teen FictionKehidupan Alarice berubah semenjak ia bertemu dengan Aefar. Seorang laki-laki remaja dengan pemampilan sederhana yang memikat hatinya. Aefar yang ternyata satu sekolah denganya dan baru ia ketahui saat ia kelas 11. Memiliki kepribadian yang cuek, pi...