Perjanjian Awal

2.7K 289 4
                                    

Dian's POV

Kami bertiga keluar dari toilet dan jalan balik ke meja tempat kami sebelumnya. Om masih nuntun gue dengan ngegandeng salah satu tangan gue. Saat kita mulai deket sampai ke meja tempat kami duduk tadi, rasa nggak enak mulai gue rasain. Gue nggak pengen om itu salah paham sama Roy. Lagian 'kan si Roy nggak ngapa-ngapain gue, tapi karena guenya aja yang tadi agak kalut.

Waktu kita balik ke meja, si om minta tukeran tempat duduk sama gue. Dia duduk di kursi yang tadi gue tempatin, sementara gue disuruh duduk di tempat dia duduk tadi alias di samping Adam. Sedangkan si Roy yang tadi balik bareng kita dari toilet langsung duduk di kursinya.

No! Gue nggak mau mati berdarah-darah di lantai gara-gara si Adam ngasih tatapan ngebunuh ke gue. Duh om, tega banget sih sama gue, gimana kalo setelahnya gue mewek beneran. Sumpah situasi ini di luar kendali banget. Atmosfir yang gue rasain bener-bener gak nyaman.

"Why did you change your seat, Rafe? {Kenapa kau bertukar tempat duduk, Rafe?}" tanya Adam.

"It's okay. I want to talk about business with Dave. You can chat with Dian for the time being. {Tidak apa-apa. Aku ingin membicarakan tentang bisnis dengan Dave. Kau bisa mengobrol dengan Dian dulu.}" jawab om kalem.

"Well, okay, if you say so. {Well, oke, kalau kau bilang begitu.}" balas Adam ngeiyain permintaan om.

Adam ngelirik ke gue dan nanya pelan, "So, what major did you take at your university? {Jadi, jurusan apa yang kau ambil di universitasmu?}"

"Culinary. {Tata boga.}" jawab gue singkat.

"Is that so? {Begitukah?}" responnya retorik yang cuman gue bales dengan senyum tipis dan kami berdua pun gak bilang apa-apa lagi ke satu sama lain.

Gue duduk dengan perasaan bosen, jengah, sebel, dan gondok di sana.

"Do you mind changing your seat with me too? I want to join their conversation, and I don't think you'd be interested in this kind of topic. {Apa kau keberatan bertukar tempat duduk denganku juga? Aku ingin bergabung untuk mengobrol dengan mereka, dan kupikir kau tidak akan tertarik dengan topik percakapan semacam ini.}" tanya Adam setelah beberapa saat ngedengerin om dan Dave ngobrol.

Gue noleh ke arah dia dan ngerutin alis. Sebenernya gue mager banget harus pindah sana-sini cuman buat ujung-ujungnya didiemin doang, tapi gue gak tau kalo misalnya gue tolak permintaan dia, apa dia bakal tersinggung atau enggak. Jadilah gue bimbang. Emang bener gue kurang tertarik sama tipe obrolan serius para pebisnis macem om dan kawan-kawannya ini, tapi ya bukan berarti gue bener-bener mau dikacangin sendirian. Lagian bukannya tadi om nyuruh si Adam ini buat ngobrol sama gue? Emang dengan dia ngelontarin satu pertanyaan itu udah dianggep ngobrol?

"Just switch with me. {Bertukar saja denganku.}" potong Roy yang ngebuyarin perdebatan di benak gue.

Belum sempet gue nolak, si Roy udah berdiri yang kemudian di susul Adam segera setelahnya. Mereka pun akhirnya beneran tukeran tempat duduk. Gue ngedengus pelan dengan perasaan pahit.

Minuman gue udah abis sejak beberapa waktu yang lalu, yang tersisa tinggal setengah botol kecil air mineral. Alhasil, gue pun cuma bisa nelen kepahitan yang gue rasain dengan sisa air mineral itu. Setelah gue perhatiin situasi sekitar, keliatannya pelayan-pelayan di kafe ini beberapa kali ngeliat ke arah meja kita. Mungkin mereka heran kali ya, kenapa dari tadi kita nggak pergi-pergi.

Duh mbak, mas, gue juga maunya langsung caw dari sini. Tapi ya mau gimana, yang punya acara masih sibuk ngobrol. Lah gue mah cuman modal bawa diri doang ke sini. Bisa apa kecuali nungguin mereka kelar?

Teach Me How to be Gay! [Revised Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang