Tog baru saja pulang setelah mengantar Ax ke rumahnya. Dia menyalakan lampu kamar sewa, terlihatlah ruangan mirip kapal pecah. Beberapa bagian dinding retak dan terkelupas catnya, barang pun berantakan.
Tog melepas tuxedo miliknya itu dan melemparnya ke mesin cuci. Walau tak senyaman jubah karena harus sering diganti. Tog suka, kebetulan tahun kemarin mereka bertiga mengadakan tukar hadiah, lagi-lagi dia mendapat milik Selena.
Tog langsung saja berbaring dan menyelimuti dirinya. Di musim dingin seperti ini, jarang sekali ada yang tidur hanya menggunakan kaus tanpa lengan. Dia mudah sekali berkeringat.
"T-tog?" ucap seseorang dengan nada lembut tapi samar.
"Aku di sini, kau sudah tidur?" Tog mencoba mengabaikannya.
"Tog? Kau belum memaafkanku?"
"Aku kecewa padamu, sangat-sangat kecewa. Kamu tak bisa mengerti perasaanku, Tog."
"BERHENTILAH MENGANGGUKU SELENA!"
Tog menyibakkan selimut, lantas melempar jam weker. Tak terdengar bunyi mengaduh, hanya suara jam weker yang terbanting menghantam lantai pualam.
"Selena, jangan bersembunyi dari aku! Aku tau itu kau!"
Tog mendesah, lantas mengambil sebuah senter proyeksi untuk menangkap objek tak terlihat. Udaranya kosong, Tog pun mencoba menyorotkannya ke segala arah. Tetap nihil, cuma bakteri berukuran nanometer. Jelas bukan Selena, kan?
Tog mengacak rambutnya karena didera rasa bersalah. Rasa panas dalam dada membuat ia tak nyaman. Walaupun hampir tak mengenakan pakaian, dia masih tetap kurang dingin. Tidak lucu kalau harus lepas semuanya bukan?
Tiga jam telah berlalu.
Sudah pukul tiga sekarang, Tog cuma menatap lamat-lamat kaos tanpa lengannya--yang kini sudah tergantikan dengan piyama. Tulisannya 'I need you', Tog bingung sekali apa arti kata itu. Kalau dipikir-pikir Selena bukannya suka membuat ia tampak konyol, mungkin artinya 'Bodoh sekali' atau 'Tukang membual'.
Tog tertawa kecil, setelah itu mengalihkan perhatiannya pada telepon. Dia ingin sekali menghubungi Selena, untuk meminta maaf atas kesalahpahaman tadi.
Tapi tetap saja, Tog masih kalah pada gengsinya. Dia merasa ini belum perlu, nanti saja. Toh, Selena tidak akan kemana-mana. Tog tahu kebiasaan wanita itu. Walau pengintai sekalipun, Selena tetap akan pulang ke rumahnya tiap tanggal 13, dan tidak keluar seharian penuh——entah apa yang dilakukannya, Tog tidak tahu. Dia pernah menguping namun tidak mendengar apapun, bahkan suara langkah kaki pun tidak.
Bip. Bip.
Suara dering telepon membuat ia bangkit. Entah siapa yang menelepon sepagi ini, semoga bukan Han-tu, urban legend klan Bulan paling fenomenal——lagipula Tog masih terlalu waras untuk mempercayai hal aneh seperti itu.
Kembali ke topik, Tog tanpa ragu mengangkat telepon yang tak ia kenal nomornya. Cuma terdengar helaan napas di seberang telepon, karena ia malas mengencangkan volumenya. Patah hati memang ampuh sekali membuat penderitanya jadi tidak biasa, nyaris menyamai orang gila.
Tunggu. Patah hati?
Tog terkekeh kering, menggeleng tanpa ragu. Mustahil dia merasakan itu pada Selena yang sekarang. Kalau dulu itu masih mungkin, karena Selena memang terlihat sangat menakjubkan.Tapi sekarang? Dia nampak sangat lemah, seperti seorang wanita pada umumnya yang butuh perlindungan. Cih.
Tog teringat telepon yang masih terhubung. Dia mengetatkan rahang, "Halo?" sapanya sedikit emosi.
Sosok di seberang sana hanya diam, tak menjawab apapun. Kemungkinan besar dia terkejut karena tiba-tiba dibentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selena: I'm (Not) Perfect
FanfictionKenyataan pahit yang selalu membuat pikiran Selena berputar. Hatinya selalu tertohok, bibirnya akan terkunci rapat. Hingga hadirlah seseorang yang tak ia sangka ada. Setetes harapan yang bercahaya di lubuk hati Selena. * "Aku mencintaimu." katanya b...