A/N
Ayo spam komennnn, biar cepet up!! ENJOOOYYY~~~
Selena baru saja pulang dari ladang buah sembari membawa sekeranjang penuh buah-buahan ranum untuk piknik di taman musim semi. Karena sekarang musim dingin, jadi taman ini sangat laris akan pelancong.
Dia memasuki kabin transparan sebagai ruang privasi. Baru saja masuk, Selena langsung mengibas-ngibaskan tangan di depan hidung, merasa sesak tiba-tiba. Dia lantas memencet tombol untuk menetralisir udara. Selena menatap sekeliling sembari menggerutu dalam hati. Siapa pula yang berani-beraninya merokok disini.
Sekali lagi, sesuatu menahannya ketika ia baru saja hendak duduk di rerumputan. Sampah bekas makanan berserakan, lalat-lalat sudah mengerumuninya, seolah-olah sedang berpesta ria.
Selena menendang dinding dalam kabin kesal. Dengan kemajuan klan Bulan yang begitu pesat, masih ada orang primitif yang tak menjaga kebersihan.
Selena pun keluar dari sana dengan raut lesu, moodnya telah menghilang. Bibirnya pun ikut melengkung seksi ke bawah. Dia berjalan tanpa arah di taman tersebut, sampai akhirnya dia mendengar sebuah suara yang mengalihkan seisi dunianya? Tidak, ini terlalu berlebihan mungkin.
"Cobalah untuk tersenyum lagi, a-aku suka cekungan di pipimu, Ax."
"Ini lesung pipi, Panglima. Sungguh aku berterima kasih atas pujianmu."
"Wahai Ax! Kita sudah seminggu kencan sebagai teman, tapi kamu masih membawa formalitas dalam setiap perkataan dan perbuatan."
"Ahh, maaf."
Telinga Selena seolah tak asing dengan gombalan dan suara itu, sangat khas ... serak basah. Ia mengambil langkah pelan ke sembarang arah, mencoba mencari si pemilik suara.
Baru saja tiga langkah, ia sudah menemukannya. Orang itu berada di radius sepuluh meter dari tempat Selena tadi, duduk beralaskan tikar di balik dahan pohon besar, yang Selena taksir telah berusia ratusan ribu tahun.
Dan tentu saja, dia tidak sendirian. Ada Ax yang menemaninya. Di depan mereka ada sekeranjang buah-buahan dan beberapa kotak makanan berisi bubur hitam klan Bulan yang sudah mulai berkurang isinya.
Selena menenguk menghela napas berat, seperti inikah 'dia' melepas berbagai masalah? Tak memedulikan bagaimana sulitnya dia kembali menjalani aktivitasnya. TIDAK! Ini cuma rasa sakit seorang sahabat, tolong jangan mengada-ada.
Selena menggertakkan rahang, memutuskan untuk bersembunyi di balik semak terdekat. Selena tahu ini kekanakkan, tapi ia tidak bisa menahan diri. Wanita itu lebih dari sadar, kalau ada kobaran besar di hatinya yang melalap habis seluruh akal sehat Selena. Rasa cemburu.
Ya, Selena tentu saja tidak bodoh sampai tidak bisa mengartikan perasaan ini. Dia menangis saat Tog membentaknya, selalu berusaha mencari penyangkalan ketika hati kecilnya mengatakan kalau Tog sedang khilaf, setiap detik selalu menunggu pria itu mengatakan kalimat maaf padanya, dan juga saat ini, Selena berharap melihat raut keterpaksaan Tog. Ia ingin meyakinkan dirinya sendiri kalau Tog hanya dipaksa oleh anak Mater Ox itu. Selena yakin,Tog tidak melupakannya, tapi pria itu hanya mencari waktu yang tepat mungkin?
"Ah, kamu bisa saja. Benarkah seragam ini cocok untukku?"
"Tentu saja, kau terlihat lebih bersinar. Aku suka kamu hehe."
"Benarkah kamu suka denganku, Ax?"
"Ehh, m-maksudnya aku suka seragammu."
Selena tersenyum sinis, menggigit bibirnya kuat untuk menahan semua amarah yang ada. Dia membuang sekeranjang buah beri tadi. Segera menggunakan mode menghilang dan berteleportasi keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selena: I'm (Not) Perfect
FanfictionKenyataan pahit yang selalu membuat pikiran Selena berputar. Hatinya selalu tertohok, bibirnya akan terkunci rapat. Hingga hadirlah seseorang yang tak ia sangka ada. Setetes harapan yang bercahaya di lubuk hati Selena. * "Aku mencintaimu." katanya b...