[7] Kekasih Halal

23 3 1
                                    

Aku sudah pernah bilang kan kalau suamiku ini rupawan? Tapi bukan itu hal paling utama yang membuat aku mantap menjadikannya kekasih halalku.

Abah pernah berkata suatu petang ketika kami duduk berdua di teras.
"Nduk, jodoh mati dan rejeki itu bukan kita yang mengatur. Semuanya sudah ada catatannya di Lauh Mahfudz. Jadi semisal kamu besok harus menikah dengan laki-laki yang belum pernah kamu kenal sama sekali. Kalian masih bisa saling mengenal satu sama lain untuk jangka waktu yang panjang.

Pernikahan itu bukan urusan satu dua hari ya, Nduk. Ini ibadah terpanjang yang sudah Allah gariskan untuk hamba-Nya."

Kata-kata Abah membekas setiap hari hingga setengah tahun aku telah hidup bersama dengan kekasih halal yang dipilihkan oleh-Nya.

Setiap harinya aku mengenal sedikit demi sedikit karakter dan kebiasaan dari suamiku. Selain irit bicara dan anti sosial, ternyata suamiku juga seorang yang keras kepala.

Jika sudah punya keinginan A, maka akan sulit sekali untuk mengubah ke B. Aku belum pernah dihadapkan dengan orang yang sama-sama kerasnya denganku. Apalagi kalau orangnya sangat gampang mendiamkanku. Seperti malam ini aku hanya sanggup menatapnya yang sedang bersiap pergi ke acara pernikahan untuk memotret disana.

Pekerjaannya memang tak kenal waktu. Bisa pagi, siang, sore, ataupun malam. Aku tidak pernah mempermasalahkan itu sebenarnya. Hanya saja malam ini Ia pergi saat kami belum menyelesaikan masalah.

Aku ingin membahasnya sampai tuntas malam ini tapi kuurungkan niatku. Aku hanya menatap laki-laki rupawan, tinggi, dan kurus dengan rambut dan alis yang hitam legam di hadapanku itu. Aku sibuk melamun cukup lama hingga tak sadar Ia bersiap pergi dengan kendaraannya.

Setelah kepergian suamiku, aku merasa sangat bersalah. Perasaan kurang bersyukur juga tiba-tiba menyergapku. Aku merasa aku ini biasa saja dan banyak kekurangannya. Aku tidak secantik adik dan ibuku. Aku punya kekurangan fisik dimana pigmen kulit diantara jari-jariku tidak sempurna. Dulu saat aku baru berusia 3 tahun, orang yang membantu di rumah Ibuku tidak sengaja menumpahkan air panas ke badanku. Syukurlah aku langsung diberikan pertolongan dan hanya mengalami kecatatan kulit. Mungkin dampaknya membuat tubuhku terlihat kurang cantik. Saat beranjak dewasa, aku pernah berobat lagi ke dokter spesialis kulit untuk diberikan obat agar kerusakan pigmen di kulitku tidak menyebar ke seluruh tubuh. Mungkin aku akan terlihat seperti seorang albino jika itu sampai terjadi.

Tapi Tuhan mempertemukanku dengan sesosok laki-laki rupawan tanpa cacat dengan sifat yang baik, sabar, dan nggak neko-neko. Aku memang beberapa kali tidak mendengarkan kata-katanya. Seperti permintaannya untuk resign dan mengenakan pakaian tertutup. Suamiku mungkin ingin menjauhkanku dari dosa makanya meminta aku yang belum berjilbab untuk mengenakannya. Aku tidak mengiyakan permintaannya bukan berarti aku tidak memikirkannya.

Malam ini perasaanku cukup kalut dan didera banyak rasa dalam satu waktu. Aku merasa sedih, bersalah, marah, kesal, dan bingung. Hingga tak terasa aku terlelap setelah tidak tahu harus melakukan apa selain menangis.

Song Playlist :

Broery Marantika - Jangan Ada Dusta Diantara Kita

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

location : Surabaja / Surabaya

time : around 1980's

the story behind : my mom's early wedding life story

NON ORDINARY DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang