PROLOG

45 22 4
                                    

PRIIIIIITTTT..!!!!!

Lengkingan kencang peluit coach Nata mengudara memecah fokus anak didiknya yang memperebutkan benda bulat di tengah lapangan. Hal itu memaksa mereka yang sedang menyebar berlari kecil untuk segera mendekat ke sang pelatih dengan desahan kecewa karena permainan terhenti. Melupakan sejenak bola kaki yang kini menggelinding tanpa tuan.

Lebih kurang dua minggu yang akan datang, tim Medya akan tanding dengan tim Garuda. Tanding ini bukan tanding kompetisi yang memperebutkan juara, tapi hanya tanding persahabatan biasa. Meski begitu coach Nata tidak main-main untuk memilih anggota tim yang akan berlaga di lapangan. Karena ini harus profesional, entahlah apa namanya, Tris tidak mengerti. Tris berharap dialah yang akan terpilih nantinya.

Tris sedikit membungkuk bertumpu dengan lutut yang masih bergetar untuk mengatur nafas habis lari-larian. Wajahnya memerah karena panas. Untuk sejenak Tris merasa sejuk ketika angin sore di musim panas menerpa wajah halus gadis kecil itu. Tris mengacak rambutnya pelan, untuk hal satu ini Tris tidak perlu ribet mengikat rambutnya. Karena hingga umur sepuluh tahun Tris tidak pernah memanjangkan rambut seperti teman ceweknya yang lain.

Beberapa anak cowok mengibaskan rambut yang basah karena keringat. Atau mengipas-ngipaskan baju mereka sendiri berharap itu bisa menghasilkan angin untuk menetralkan suhu tubuh. Suara Zaid dan Puja muncul di belakang Tris sedang memperdebatkan hal tidak penting mengenai mengapa matahari masih menyengat. Tris tidak begitu peduli dengan perdebatan tidak jelas mereka.

"RIISSS.. KEEERRIIIISSSS!!!" Tris tau ini suara cempreng siapa, bahkan sebelum menolehpun Tris tau suara Ibrahim yang memekakkan telinganya. Gara-gara Ibra memanggil Tris dengan panggilan keris, semua anak di tim Medya kompak mengubah nama Tris menjadi keris.

Belum sempurna Tris berdiri, lengan kiri Ibra menjepit leher Tris dan menariknya paksa berjalan tanpa peduli raut kesakitan yang ditampilkan gadis kecil yang jadi korbannya. Tris sedikit berontak dengan ulah tiba-tiba Ibra.

"Auw.. sakit, Bar, apaan sih! Leher Ris patah kamu mau tanggung jawab?"

"Biarin. Kamu gak denger apa peliutnya coach Nata udah kayak burung beo kemalingan? Makanya jangan kebanyakan makan kerupuk, Ris, loyo kan jadinya. Heran deh, kok bisa coach Nata izinin kamu jadi anak didiknya, padahal badan kurus kerempeng kayak lidi. Hmm, aku tau, pasti kalo makan kamu gak pernah berdo'a kan? Jadi, makan sebanyak gunung pun kamu gak bakalan gede, Ris, makannya dibantuin sama setan sih. Haha" cerocos Ibra tanpa mengendurkan pitingan di leher Tris.

"Bagus kan, Ris makan banyak gak bakal gendut. Daripada kamu bilang peluit aja peliut. Lidahnya habis keserempet mobil kali."

"Diem napa sih, wangi kan aku," ucapan Ibra berhasil menuai geplakan ringan dari Axel.

"Wangi darimananya? Bau kambing sih iya," timpal Madhan tanpa peduli dengan tatapan tajam Ibra

Dengan polosnya Roman mendekatkan hidung ke arah Ibra untuk menguji perkataan Madhan, "Eh, Dhan, bau kambing tuh kayak si Ibra, ya? Kayak ada asem-asemnya gitu, ya?" Ibra hanya memamerkan deretan gigi putihnya merespon Roman.

"Astagfirullah, Maaaannn!! Percaya aja omongan Madhan. Coba deh, kamu cium bau kamu sendiri. Ada asem manisnya gak? Kalo ada berarti kamu juga kambing," ucap Axel yang sedari tadi diam mendengarkan.

Roman menunduk kemudian mengangkat kepala secara tiba-tiba, jangan lupakan matanya yang membola mengarah pada Axel. "Xel, kamu bener. Ada bau asem-asemnya, tapi gak manis. Kalian juga kan? Gawaaaatt!! Berarti kita kambing?"

"Beneran kambing kita, Man? Gimana dong? Tapi, kok aku jalan pake dua kaki, yah? Kan harusnya kaki aku empat," celetuk Ibra dengan wajah serius.

"Kalian kenapa pada bahas kambing, dah?" Tris mencubit keras lengan Ibra yang sepertinya ampuh menyelamatkan leher Tris, namun sedetik kemudian lengan cowok kecil itu kembali bertengger di leher Tris.

Trist (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang